Dia dilahirkan sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Adik-adiknya semua adalah wanita. Sang ayah adalah seorang pensiunan instansi militer. Dulu saat dilahirkan, dia didakwa oleh orang-orang yang merasa dirinya normal, sebagai penyandang Tuna Grahita. Sehingga memaksanya untuk bersekolah di Sekolah Luar Biasa kelas B, khusus untuk anak-anak penyandang Tuna Grahita.
Saat aku masih kecil, dia sering aku goda. Aku bilang, kok mau sih sekolah di SLB. Dan selalu dia jawab, oh ndak apa-apa, itu sekolah biasa.
Selalu demikian jawabannya. Seolah dia telah diprogram
Aku tidak tahu arti pengampunan yang sebenarnya. Mungkin aku terlalu bodoh seperti kata mereka dulu membandingkan aku dengan yang lain, atau mungkin aku terlalu munafik dan menganggap semuanya tiada arti. Namun aku tahu satu hal, bahwa Dia telah ada untuk aku, bahkan sebelum aku ada. Dia mau dan selalu mengampuni aku.
Mungkin kamu, mereka dan yang lain tidak akan mau meminta maaf atas apa yang kalian semua lakukan kepadaku. Aku tak hendak mengasihani diriku. Aku tak hendak melihat kalian lagi menyiksa sisa hidupku. Dengan semua sisa kekuatanku dan anugerahNya, aku mengampuni kalian semua. Dan aku mempersilahkan kalian keluar dari sisa hidupku, untuk selamanya. Jangan kembali dan jangan berharap kalian bisa membuatku menderita ... for the rest of my life. Kalian tidak akan lagi memiliki kesempatan untuk membuatku merasa bersalah, bahkan hingga satu titik kecilpun. Tidak.
Bersama Yesus, aku bisa.
Mungkin kamu, mereka dan yang lain tidak akan mau meminta maaf atas apa yang kalian semua lakukan kepadaku. Aku tak hendak mengasihani diriku. Aku tak hendak melihat kalian lagi menyiksa sisa hidupku. Dengan semua sisa kekuatanku dan anugerahNya, aku mengampuni kalian semua. Dan aku mempersilahkan kalian keluar dari sisa hidupku, untuk selamanya. Jangan kembali dan jangan berharap kalian bisa membuatku menderita ... for the rest of my life. Kalian tidak akan lagi memiliki kesempatan untuk membuatku merasa bersalah, bahkan hingga satu titik kecilpun. Tidak.
Bersama Yesus, aku bisa.
Kemarin malam aku menerima selembar kertas yang memberitahukan, agar aku dan istriku datang ke kantor kecamatan untuk melakukan pendaftaran E-KTP. Satu hal yang sudah aku dengar dari berita di koran dan juga dari salah seorang teman yang sudah melakukannya terlebih dahulu. Malam itu juga aku putuskan untuk tidak menghadirinya. Terlalu banyak alasan yang benar-benar timbul dari hatiku, maupun alasan yang mungkin aku buat di saat-saat sebelum undangan ini datang.
Aku masih merasa tidak pas untuk datang di tempat-tempat seperti itu. Rasanya trauma itu masih saja menghantuiku, kemanapun aku pergi. Dan kemudian alasan-alasan tambahan mulai muncul.
Aku masih merasa tidak pas untuk datang di tempat-tempat seperti itu. Rasanya trauma itu masih saja menghantuiku, kemanapun aku pergi. Dan kemudian alasan-alasan tambahan mulai muncul.
Malam ini benar-benar menyenangkan. Ini malam Natal yang selalu dirayakan bersama-sama dengan keluarga dan teman. Selepas ibadah Natal di gereja, semua saling memberi ucapan selamat, bersalaman, cipika cipiki dan bercanda, sambil melepas kangen, karena mungkin telah lama tidak bertemu sebab masing-masing tinggal di kota yang berjauhan. Terasa damai dan menyenangkan. Meskipun udara dingin menusuk tulang, namun tidak cukup mampu mematahkan semangat Natal, seperti kotbah Pendeta saat ibadah.
Namun, semua ini hanya kebahagiaan sesaat.
Namun, semua ini hanya kebahagiaan sesaat.
Malam sudah turun dan menggantikan sore. Cukup larut Tanto dan Yahya pulang dari sekolah, usai mengerjakan beberapa tugas OSIS untuk esok hari. Di tengah jalan, tiba-tiba Tanto terdiam. Dia menarik tangan Yahya sambil berkata, "Rasanya aku harus pulang lewat jalan lain, tidak mungkin aku lewat jalan yang biasanya aku lalui." Terlihat kecemasan di wajah Tanto.
"Ada apa ? Mengapa kamu terlihat takut ?" tanya Yahya kemudian, sambil menenangkan temannya.
"Jalan yang biasa aku lalui bila malam hari, selalu banyak anak-anak nakal yang mabuk-mabukan. Aku tidak senang kepada mereka, karena mereka selalu meminta uang dan tidak segan-segan menyakiti siapapun juga yang lewat," jelas Tanto yang masih terlihat ketakutan.
"Namun jika aku harus berputar lewat kuburan, jalannya penuh lubang dan gelap sekali. Bukan aku takut, namun sulit sekali buatku untuk melihat di kegelapan," lanjut Tanto.
"Hmm, kamu tenang saja. Lebih baik aku temani kamu lewat kuburan. Kebetulan aku membawa handphoneku dilengkapi dengan senter. Meskipun kecil tapi cukup terang. Bagaimana ?" kata Yahya sambil tersenyum untuk menenangkan sahabatnya tersebut.
Tanto terlihat senang mendengar perkataan Yahya. "Wah, untung aku pulang bersama kamu. Terima kasih ya," kata Tanto penuh senyum.
Jalan yang akan mereka tempuh kemudian adalah jalan yang lebih jauh, berputar dan
"Ada apa ? Mengapa kamu terlihat takut ?" tanya Yahya kemudian, sambil menenangkan temannya.
"Jalan yang biasa aku lalui bila malam hari, selalu banyak anak-anak nakal yang mabuk-mabukan. Aku tidak senang kepada mereka, karena mereka selalu meminta uang dan tidak segan-segan menyakiti siapapun juga yang lewat," jelas Tanto yang masih terlihat ketakutan.
"Namun jika aku harus berputar lewat kuburan, jalannya penuh lubang dan gelap sekali. Bukan aku takut, namun sulit sekali buatku untuk melihat di kegelapan," lanjut Tanto.
"Hmm, kamu tenang saja. Lebih baik aku temani kamu lewat kuburan. Kebetulan aku membawa handphoneku dilengkapi dengan senter. Meskipun kecil tapi cukup terang. Bagaimana ?" kata Yahya sambil tersenyum untuk menenangkan sahabatnya tersebut.
Tanto terlihat senang mendengar perkataan Yahya. "Wah, untung aku pulang bersama kamu. Terima kasih ya," kata Tanto penuh senyum.
Jalan yang akan mereka tempuh kemudian adalah jalan yang lebih jauh, berputar dan
Dengan tergopoh-gopoh dan keringat bercucuran Andri berlari menuju ruang kerja temannya, Todar.
"Todar, tolong aku. Aku butuh uang segera", kata Andri sambil terengah-engah dan nafas tak beraturan.
"Hei, tenang bung. Pelan-pelan. Easy man, easy," sahut Todar sambil berdiri dari kursi yang didudukinya seraya menghampiri Andri.
"Bagaimana aku bisa tenang, beberapa debt collector telah mendatangi rumahku. Istriku sampai ketakutan. Tolong aku Todar, tolong", kata Andri.
"Hmm, kalau boleh tahu, berapa hutangmu pada mereka ?" tanya Todar.
"Itulah, aku salah memang. Aku terlalu banyak berhutang," jawab Andri dengan wajah yang putus asa.
"Iya, banyak sih banyak, tapi berapa ? Yang jelas lah kau, macam politikus saja mbulet ndak jelas," kata Todar kemudian.
"Aku punya hutang di beberapa bank, lewat kartu kredit yang aku gunakan. Ada 4 kartu kredit, masing-masing sudah tembus 3 juta. Lalu aku berhutang lewat temanku ke koperasi, 7 juta. Dan istriku berhutang 30 juta ke bank. Ahhh, tolong aku Todar. Aku benar-benar bingung ini." keluh Andri.
"Hahhh ? Kamu hutang sebanyak itu ? Berapa gajian kau ini per bulan ? Gila kau ini ! Sampai tua, juga tidak akan bisa kau lunasi hutang kau ini."
"Todar, tolong aku. Aku butuh uang segera", kata Andri sambil terengah-engah dan nafas tak beraturan.
"Hei, tenang bung. Pelan-pelan. Easy man, easy," sahut Todar sambil berdiri dari kursi yang didudukinya seraya menghampiri Andri.
"Bagaimana aku bisa tenang, beberapa debt collector telah mendatangi rumahku. Istriku sampai ketakutan. Tolong aku Todar, tolong", kata Andri.
"Hmm, kalau boleh tahu, berapa hutangmu pada mereka ?" tanya Todar.
"Itulah, aku salah memang. Aku terlalu banyak berhutang," jawab Andri dengan wajah yang putus asa.
"Iya, banyak sih banyak, tapi berapa ? Yang jelas lah kau, macam politikus saja mbulet ndak jelas," kata Todar kemudian.
"Aku punya hutang di beberapa bank, lewat kartu kredit yang aku gunakan. Ada 4 kartu kredit, masing-masing sudah tembus 3 juta. Lalu aku berhutang lewat temanku ke koperasi, 7 juta. Dan istriku berhutang 30 juta ke bank. Ahhh, tolong aku Todar. Aku benar-benar bingung ini." keluh Andri.
"Hahhh ? Kamu hutang sebanyak itu ? Berapa gajian kau ini per bulan ? Gila kau ini ! Sampai tua, juga tidak akan bisa kau lunasi hutang kau ini."
Judul tulisan ini terinspirasi dari sebuah audio karya Anthony Dio Martin, Vampire Emotion. Di dalam audio tersebut, beliau menjelaskan secara gamblang tentang keberadaan orang-orang yang bisa menjadi pemicu terjadinya konflik emosi di dalam diri kita, atau bahkan diri kita sendiri yang secara tidak sadar telah menjadi penyedot emosi bagi orang lain. Hal ini mudah terjadi karena kita tidak hidup sendiri di muka bumi ini.
Dan boleh percaya, boleh tidak percaya, tapi harus percaya .... saya mengalaminya dan sedang belajar untuk mengelolanya. Dan saya berani katakan, ini adalah proses yang sulit bagi orang-orang seperti saya. Mungkin tidak bagi Anda :)
Dalam kehidupan pekerjaan saya, tidak mungkin bagi saya untuk mengatur ritme orang-orang yang lalu lalang di sekitar saya. Tidak mungkin juga bagi saya untuk merubah apapun yang ada di dalam diri mereka yang tidak saya sukai, demikian juga hal itu berlaku untuk saya.
Dan boleh percaya, boleh tidak percaya, tapi harus percaya .... saya mengalaminya dan sedang belajar untuk mengelolanya. Dan saya berani katakan, ini adalah proses yang sulit bagi orang-orang seperti saya. Mungkin tidak bagi Anda :)
Dalam kehidupan pekerjaan saya, tidak mungkin bagi saya untuk mengatur ritme orang-orang yang lalu lalang di sekitar saya. Tidak mungkin juga bagi saya untuk merubah apapun yang ada di dalam diri mereka yang tidak saya sukai, demikian juga hal itu berlaku untuk saya.
Kejadian lama.
"Eh Mas, piye kabare mas. Yok opo, wis munggah pangkat tah. Saiki pangkate opo, wis Kapten tah ?". Cerca om Pon.
"Hahaha, yo ngono iku lah". Jawab malas om Mal.
Kejadian baru.
"Yok opo, takon kok pangkat'e wis opo, wis Kapten tah ?. Wis .. wis. Saiki aku iki nak wis Kolonel se" Om Mal kepada ponakannya.
"Hahaha, terus ... ?". Jawab ponakannya ambek ndomblong lan nggobloki.
"Eh Mas, piye kabare mas. Yok opo, wis munggah pangkat tah. Saiki pangkate opo, wis Kapten tah ?". Cerca om Pon.
"Hahaha, yo ngono iku lah". Jawab malas om Mal.
Kejadian baru.
"Yok opo, takon kok pangkat'e wis opo, wis Kapten tah ?. Wis .. wis. Saiki aku iki nak wis Kolonel se" Om Mal kepada ponakannya.
"Hahaha, terus ... ?". Jawab ponakannya ambek ndomblong lan nggobloki.
Hitam Putih, adalah salah satu acara favoritku bersama keluarga. Bukan karena latah, namun anak dan istriku sama-sama menyukai sang pembawa acara - Deddy Corbuzier, sang pianis - si Anu dan sang beatbox - Billy. Juga bintang tamu pengisi acara yang memiliki banyak cerita spektakuler, yang kadang mempunyai nilai kehidupan yang luar biasa. Yang jelas, celetukan, candaan, sindiran dari sang pembawa acara juga menjadi daya tarik tersendiri bagi kami, yang membuat kami kadang berkata "hmmm, bener juga yah ".
Di salah satu sesinya, dia pernah berkata "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Jadi bangsa kita adalah bangsa yang kecil, karena tidak menghargai para pahlawan". Hehe, Ded, kamu benar.
Di salah satu sesinya, dia pernah berkata "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Jadi bangsa kita adalah bangsa yang kecil, karena tidak menghargai para pahlawan". Hehe, Ded, kamu benar.
Ingatanku kembali beberapa tahun silam. Saat itu aku bersama istriku sedang melihat acara kuis di TV yang cukup terkenal, karena menawarkan hadiah hingga 1 milyar, Who Wants To Be A Millionaire. Acara yang dipandu oleh Tantowi Yahya, saat itu menghadirkan seorang peserta baru. Aku lupa namanya, namun dia adalah orang Cina.
Yang membuatku kagum saat itu adalah kepintaran dia dalam menjawab semua pertanyaan, hingga dia harus berhenti di level uang 500 juta, setelah dia diberi pertimbangan oleh orang tuanya untuk berhenti. Dan di akhir keputusannya tersebut, dia diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan terakhir yang bernilai 1 milyar, tanpa memperoleh hadiah jika jawabannya benar. Dan di luar dugaan, jawabannya benar. Tanpa menunjukkan raut muka penyesalan, dia menyalami Tantowi Yahya untuk kembali ke tempat duduknya sebagai penonton.
Yang membuatku kagum saat itu adalah kepintaran dia dalam menjawab semua pertanyaan, hingga dia harus berhenti di level uang 500 juta, setelah dia diberi pertimbangan oleh orang tuanya untuk berhenti. Dan di akhir keputusannya tersebut, dia diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan terakhir yang bernilai 1 milyar, tanpa memperoleh hadiah jika jawabannya benar. Dan di luar dugaan, jawabannya benar. Tanpa menunjukkan raut muka penyesalan, dia menyalami Tantowi Yahya untuk kembali ke tempat duduknya sebagai penonton.
Dulu saat aku pertama kali bekerja, sebelum akhirnya aku ditempatkan di pabrik, aku sempat menempati kantor di rumah salah satu owner perusahaanku. Disana aku membantu di bagian desain stiker. Sekitar 1 tahun kemudian, muncullah seorang pimpinan yang telah lama bergabung di grup ini dan entah bagaimana dia mengajakku untuk bergabung di pabrik yang sekarang aku tempati.
Awalnya beliau memberiku tugas untuk membuat layout format surat menyurat dan kelengkapan administrasi. Semuanya kukerjakan dengan senang hati, karena memang inilah spesialisasiku saat itu. Mungkin dari sanalah beliau tertarik dan mengajakku ngobrol kemudian mengajakku untuk bergabung dalam divisinya yang baru.
Beliau mendekatiku dengan hati. Bukan dengan uang.
Awalnya beliau memberiku tugas untuk membuat layout format surat menyurat dan kelengkapan administrasi. Semuanya kukerjakan dengan senang hati, karena memang inilah spesialisasiku saat itu. Mungkin dari sanalah beliau tertarik dan mengajakku ngobrol kemudian mengajakku untuk bergabung dalam divisinya yang baru.
Beliau mendekatiku dengan hati. Bukan dengan uang.
Satu malam istriku berbicara, "Pa, jangan marah ya, aku cuma mau cerita saja".
Otakku cepat tanggap untuk hal-hal seperti itu, pasti ada sesuatu yang tidak beres pikirku.
"Ibu tadi cerita, papamu minta ibu untuk menasehati kamu, karena kamu tidak pernah ke gereja.
Yah, ibu cuma senyum saja. Karena ibu tahu seperti apa papamu dan alasan kamu". Diam sejenak.
Karena istriku melihat ekspresi tidak senang di wajahku, sebab ini adalah kedua kalinya, aku mendengar kata-kata tersebut.
"Ibu tadi juga "diceritani" sama Bu Titik, kalau dia ditegur Papa karena aku sama kamu didaftar di kelompok 3."
"Terus Papa juga bilang, ya wis, wong sampeyan juga ketuane, terus mbiyen juga saksi manten'e. Bimbingen wis."
Otakku cepat tanggap untuk hal-hal seperti itu, pasti ada sesuatu yang tidak beres pikirku.
"Ibu tadi cerita, papamu minta ibu untuk menasehati kamu, karena kamu tidak pernah ke gereja.
Yah, ibu cuma senyum saja. Karena ibu tahu seperti apa papamu dan alasan kamu". Diam sejenak.
Karena istriku melihat ekspresi tidak senang di wajahku, sebab ini adalah kedua kalinya, aku mendengar kata-kata tersebut.
"Ibu tadi juga "diceritani" sama Bu Titik, kalau dia ditegur Papa karena aku sama kamu didaftar di kelompok 3."
"Terus Papa juga bilang, ya wis, wong sampeyan juga ketuane, terus mbiyen juga saksi manten'e. Bimbingen wis."
Aku bosan dengan kebohongan, aku tidak butuh dibohongi, aku hanya ingin ketulusan dan kejujuran
Aku bosan dengan kata-kata manis, aku tidak butuh pujian, aku hanya ingin kejujuran dalam kesederhanaan
Aku bosan dipermainkan, aku tidak butuh guyon kebablasan, aku hanya ingin sukacita tulus
Aku bosan dengan kata-kata kotor, aku tidak butuh kata-kata bersih juga, aku hanya ingin kata-kataku di dengar
Aku bosan dengan diriku, aku tidak butuh otak kotorku, aku hanya ingin mengasihi dengan tulus
Aku hanya butuh kejujuran dalam setiap gerakan tubuh, dalam setiap kata, dalam setiap pikiran
Aku hanya butuh berbicara dengan baik, berbicara antara manusia dengan manusia, bukan berbicara sendiri ataupun kotbah membosankan
Aku hanya butuh kasih sayang yang tulus, tanpa penghakiman, tanpa motivasi tersembunyi, tanpa celaan, tanpa kebohongan.
Aku hanya butuh mendengar kata-kata yang mendamaikan hati, tanpa mengorbankan telinga untuk mendapatkan kegembiraan
Aku hanya butuh diriku, apa adanya aku
Timbul pertanyaan : benarkah aku seperti ini ?
Aku bosan dengan kata-kata manis, aku tidak butuh pujian, aku hanya ingin kejujuran dalam kesederhanaan
Aku bosan dipermainkan, aku tidak butuh guyon kebablasan, aku hanya ingin sukacita tulus
Aku bosan dengan kata-kata kotor, aku tidak butuh kata-kata bersih juga, aku hanya ingin kata-kataku di dengar
Aku bosan dengan diriku, aku tidak butuh otak kotorku, aku hanya ingin mengasihi dengan tulus
Aku hanya butuh kejujuran dalam setiap gerakan tubuh, dalam setiap kata, dalam setiap pikiran
Aku hanya butuh berbicara dengan baik, berbicara antara manusia dengan manusia, bukan berbicara sendiri ataupun kotbah membosankan
Aku hanya butuh kasih sayang yang tulus, tanpa penghakiman, tanpa motivasi tersembunyi, tanpa celaan, tanpa kebohongan.
Aku hanya butuh mendengar kata-kata yang mendamaikan hati, tanpa mengorbankan telinga untuk mendapatkan kegembiraan
Aku hanya butuh diriku, apa adanya aku
Timbul pertanyaan : benarkah aku seperti ini ?
Tuhan, pagi ini aku berdoa kepadamu, sekali lagi. Dan aku masih belum bisa mengerti apa kehendakMu bagiku. Bahkan aku tidak tahu, bagian mana dari hidupku adalah kehendakMu dan bagian mana dari hidupku adalah keinginanku. Pun juga aku tidak tahu, bagaimana dan kenapa sesuatu hal disebut manusia sebagai kehendakMu.
Maaf Tuhan Yesus, aku tidak bermaksud komplain, cuma aku merasa ada yang ganjil, mungkin bukan denganMu, namun dengan berbagai macam jawaban-jawaban manusia dan berbagai-bagai macam penghakiman manusia atas manusia dan atasMu, Tuhanku. Yang membuat aku semakin bingung.
Engkau ciptakan Adam dan Hawa sebagai manusia pertama yang ada di atas bumi. Engkau memberikan perintah kepada mereka untuk
Maaf Tuhan Yesus, aku tidak bermaksud komplain, cuma aku merasa ada yang ganjil, mungkin bukan denganMu, namun dengan berbagai macam jawaban-jawaban manusia dan berbagai-bagai macam penghakiman manusia atas manusia dan atasMu, Tuhanku. Yang membuat aku semakin bingung.
Engkau ciptakan Adam dan Hawa sebagai manusia pertama yang ada di atas bumi. Engkau memberikan perintah kepada mereka untuk
Non,
Tidak ingin kumelihat air mata menetes lagi membasahi wajahmu
Tidak ingin kumelihat kesedihan terlukis di kedua matamu
Tidak ingin kumelihat kegundahan menghiasi hidupmu
Tidak ingin kumelihat rasa bersalah menghantuimu

Ning,
Aku tidak memiliki sapu tangan untuk menghapus air matamu,
tapi aku punya dua tangan untuk menampungnya.
Tidak ingin kumelihat air mata menetes lagi membasahi wajahmu
Tidak ingin kumelihat kesedihan terlukis di kedua matamu
Tidak ingin kumelihat kegundahan menghiasi hidupmu
Tidak ingin kumelihat rasa bersalah menghantuimu

Ning,
Aku tidak memiliki sapu tangan untuk menghapus air matamu,
tapi aku punya dua tangan untuk menampungnya.
Pergumulanku dalam memerangi "penyakit"ku belumlah berakhir. Kadang terasa amat sangat berat lawanku hari ini, namun kadang aku merasa yakin telah menang "WO" atasnya. Dan banyak pula di antara waktu-waktu tersebut aku tidak mempunyai keyakinan, bahwa aku bisa mempencundangi lawanku hari ini dan ingin rasanya segera lari lalu meloncat dari ring pertandingan tanpa sempat mempertontonkan jurus ular, jurus monyet, jurus semut, jurus kutu dan jurus-jurus lainnya yang telah aku pelajari sebelumnya. Kalah WO rasanya lebih enak untukku, sehingga aku bisa kembali duduk dan bersembunyi dalam kengerian serta ketakutan.
Dan dalam segala hari-hari yang aku lalui tersebut, aku menemukan satu kata, yakni "Anugerah". Aku tak tahu, mana yang benar, "anugrah" atau "anugerah, yang pasti "si anu" aku libatkan dalam hal ini. Di dalam penemuanku, aku tidak bisa menjelaskan secara detil apa artinya. Mungkin karena aku malas untuk menghidupkan internet dan mencari artiannya di kamus online Indonesia, namun aku berusaha untuk menggamblangkannya menurut pengalamanku dan pengertian yang aku peroleh secara tidak langsung.
Dan dalam segala hari-hari yang aku lalui tersebut, aku menemukan satu kata, yakni "Anugerah". Aku tak tahu, mana yang benar, "anugrah" atau "anugerah, yang pasti "si anu" aku libatkan dalam hal ini. Di dalam penemuanku, aku tidak bisa menjelaskan secara detil apa artinya. Mungkin karena aku malas untuk menghidupkan internet dan mencari artiannya di kamus online Indonesia, namun aku berusaha untuk menggamblangkannya menurut pengalamanku dan pengertian yang aku peroleh secara tidak langsung.
Cukup lama aku menunda untuk menulis ide tentang iman, bukan karena malas, namun lebih banyak karena pekerjaan-pekerjaan yang minta untuk didahulukan. Tetapi dorongan untuk menuliskan ide lama ini terus menerus mencuat, hingga pagi ini, 18 Oktober 2011 aku mulai menuliskannya. Dengan diiringi lagu-lagu dari Jeffry S Tjandra, aku mulai menuliskannya. Aku mulai yah :)
Dalam benakku, terlintas pertanyaan yang mungkin saya tidak yakin jawabannya, mungkin saya butuh jawaban dari pembaca, mungkin juga tidak akan pernah terjawab sampai kita "game over" (meminjam istilah kawanku Diana VR).
Pertanyaannya adalah ; "Iman, apakah anugerah atau pilihan manusia ?" pertanyaan tersebut kemudian berlanjut menjadi "Apabila iman adalah anugerah, apakah yang dapat diperbuat oleh manusia ? Menunggu ?", dan "Apabila iman itu adalah pilihan, salahkah aku bila memilih sesuatu berdasarkan garis batas imanku saat itu ? Berdasarkan pemikiranku ? Berdasarkan hati nuraniku ?". Lalu akan semakin berlanjut menjadi "Bila iman itu adalah anugerah atau adalah pilihan, bagaimana mungkin manusia saling mengukur iman manusia yang lain ? Dan menetapkan bahwa mereka itu beriman atau tidak beriman ?".
Dalam benakku, terlintas pertanyaan yang mungkin saya tidak yakin jawabannya, mungkin saya butuh jawaban dari pembaca, mungkin juga tidak akan pernah terjawab sampai kita "game over" (meminjam istilah kawanku Diana VR).
Pertanyaannya adalah ; "Iman, apakah anugerah atau pilihan manusia ?" pertanyaan tersebut kemudian berlanjut menjadi "Apabila iman adalah anugerah, apakah yang dapat diperbuat oleh manusia ? Menunggu ?", dan "Apabila iman itu adalah pilihan, salahkah aku bila memilih sesuatu berdasarkan garis batas imanku saat itu ? Berdasarkan pemikiranku ? Berdasarkan hati nuraniku ?". Lalu akan semakin berlanjut menjadi "Bila iman itu adalah anugerah atau adalah pilihan, bagaimana mungkin manusia saling mengukur iman manusia yang lain ? Dan menetapkan bahwa mereka itu beriman atau tidak beriman ?".
Hubungan komunikasi antar manusia tidak bisa dipungkiri, meskipun kecil kapasitasnya, pasti akan melibatkan "emosi". Emosi-emosi tersebut terbentuk saat kita mulai melakukan percakapan, gerakan tubuh, bahkan saat kita hanya sedang berpandangan mata, tanpa melakukan aktifitas lainnya.
Contoh 1 :
Si A berkenalan dengan si B melalui si C yang lebih dahulu mengenal mereka berdua. Ini merupakan contoh komunikasi melalui percakapan, yang biasa kita lakukan sehari-hari.
Contoh 2 :
Si A melambaikan tangan kepada si B yang baru saja turun dari kereta api. Maksudnya, si A memberitahu si B tentang keberadaannya dan meminta si B untuk datang kepadanya.
Hal ini juga merupakan contoh sederhana komunikasi melalui gerakan tubuh.
Contoh 3 :
saat sedang menaiki sepeda motor dengan kecepatan tinggi, si A berpapasan dengan si B yang sedang memelototinya dari pinggir jalan, karena merasa terganggu. Merasa tidak enak, si A menghentikan laju kendaraannya, lalu turun dari kendaraan bermotornya dan serta merta menempeleng si B.
Contoh 1 :
Si A berkenalan dengan si B melalui si C yang lebih dahulu mengenal mereka berdua. Ini merupakan contoh komunikasi melalui percakapan, yang biasa kita lakukan sehari-hari.
Contoh 2 :
Si A melambaikan tangan kepada si B yang baru saja turun dari kereta api. Maksudnya, si A memberitahu si B tentang keberadaannya dan meminta si B untuk datang kepadanya.
Hal ini juga merupakan contoh sederhana komunikasi melalui gerakan tubuh.
Contoh 3 :
saat sedang menaiki sepeda motor dengan kecepatan tinggi, si A berpapasan dengan si B yang sedang memelototinya dari pinggir jalan, karena merasa terganggu. Merasa tidak enak, si A menghentikan laju kendaraannya, lalu turun dari kendaraan bermotornya dan serta merta menempeleng si B.
Kadang aku heran dan lebih banyak tidak dapat menerima, mengapa kisah hidupku berjalan seperti saat ini. Saat-saat dimana aku merasa tidak bisa hidup normal seperti orang pada umumnya. Kadangkala aku bisa merasa cukup banyak alasan untuk bersukacita, misal karena anggota badanku yang lengkap, karena anak dan istriku, karena pekerjaanku, karena hal-hal yang bisa aku pikirkan. Namun banyak kala, aku tidak bisa bersukacita dan terkurung dalam penjara kesedihan yang cukup dalam, saat aku melihat orang lain bisa melakukan hal-hal kecil yang tidak bisa aku lakukan dan hal-hal itu adalah benar-benar hal yang kecil.
Kemarin saat aku sedang dalam perjalan pulang dari tempatku bekerja, sekilas terbayang hal-hal menyedihkan dan menyakitkan yang dilakukan orang tuaku kepadaku.
Kemarin saat aku sedang dalam perjalan pulang dari tempatku bekerja, sekilas terbayang hal-hal menyedihkan dan menyakitkan yang dilakukan orang tuaku kepadaku.
Aku hanyalah satu dari ratusan ribu bahkan mungkin jutaan atau ratusan juta penggemar grup musik Bon Jovi. Salah satu lagunya menggelitik sedikit tentang sesuatu yang disebut hidup. Secara lugas, dia mengatakan "ini adalah hidupku, sekarang atau tidak sama sekali, karena aku tidak akan hidup selamanya". Salah seorang motivator yang aku pernah ikuti seminarnya pernah berkata "Success is my right", sukses adalah hakku, hidup adalah hakku, apa yang akan aku lakukan di dalam hidup ini adalah hakku.
Beberapa waktu yang lalu, aku pernah berbicara dengan seorang adik sepupu,
Beberapa waktu yang lalu, aku pernah berbicara dengan seorang adik sepupu,
Apa yang kutulis ini adalah sesuatu yang aku alami, bukan merupakan penilaian semata, bukan pula rekaan dan rekayasa. Aku tidak menuliskannya untuk membandingkan dengan gereja lain, namun secara tidak langsung, siapapun yang membaca akan mempunyai gambaran pembanding, baik karena pengalaman sendiri, maupun pengalaman orang lain.
Aku menulis ini bukan sebagai luapan emosiku, namun lebih kepada jeritan pikiranku yang merasa kurang pas dengan semua yang aku alami, di Grejaku. Jadi sori yah kalau ada kata-kata yang pedas, tapi bukankah yang pedas itu yang bikin pengen lagi. Hehehe :)
Pengalaman pertamaku bersekolah Minggu,
Aku menulis ini bukan sebagai luapan emosiku, namun lebih kepada jeritan pikiranku yang merasa kurang pas dengan semua yang aku alami, di Grejaku. Jadi sori yah kalau ada kata-kata yang pedas, tapi bukankah yang pedas itu yang bikin pengen lagi. Hehehe :)
Pengalaman pertamaku bersekolah Minggu,
Guru adalah sosok pertama di luar keluarga yang cukup aku takuti di awal pertemuan. Bukan karena wajahnya yang "sangar", namun lebih kepada berbedanya harapanku akan sosok seorang guru yang ramah, yang mendamaikan, yang mau dan bisa mengerti aku. Mungkin lebih daripada keluargaku sendiri.
Taman Kanak Kanak menjadi tempat pertamaku bertemu dengan seorang guru. Aku tidak menyimpan banyak kenangan manis di TK, atau bahkan aku tidak mempunyai kenangan manis. Hal yang menggelikan adalah saat orang tuaku dipanggil, yang akhirnya diwakili oleh adik Papa, gara-gara aku berkata "grombyangan ae yo",
Taman Kanak Kanak menjadi tempat pertamaku bertemu dengan seorang guru. Aku tidak menyimpan banyak kenangan manis di TK, atau bahkan aku tidak mempunyai kenangan manis. Hal yang menggelikan adalah saat orang tuaku dipanggil, yang akhirnya diwakili oleh adik Papa, gara-gara aku berkata "grombyangan ae yo",
Minggu, 25 September 2011
Tulisan
0
komentar
Aku tertawa, tertawa keras dalam kedukaan dan cibiranku
Sambungan : "Ini aku ... dulu sekali"
Ini adalah sepenggal kegundahanku yang belum bisa aku lontarkan secara langsung lewat kata-kata. Yang selalu membuatku marah. Marah di dalam pikiranku. Sehingga selalu terjadi dialog dalam pikiranku.
Aku lontarkan lewat tulisanku yah. Siapa tahu, diantara kalian yang membaca, ada yang mengenali sosok-sosok yang aku sebutkan di cerita ini atau bahkan kalian sendiri adalah sosok-sosok yang aku tulis disini.
Chap 1.
Kalau kalian selalu mengatakan harus ke gereja, dan seolah-olah menyalahkan aku karena tidak seperti kalian, yang setiap minggu ke gereja, aku tanya yah, apa alasan utama kalian ke gereja ?
Apakah seperti kata-kata ndak masuk akal yang pernah aku denger, yang diucapkan oleh orang-orang di levelku (sepupu, ipar, dll) yang mungkin kalian ajarkan pada mereka ? Seperti ....
"Kenapa kok ndak ke gereja, wah kok males sich, bagaimana kalo Tuhan juga males sama kalian"
Ini adalah sepenggal kegundahanku yang belum bisa aku lontarkan secara langsung lewat kata-kata. Yang selalu membuatku marah. Marah di dalam pikiranku. Sehingga selalu terjadi dialog dalam pikiranku.
Aku lontarkan lewat tulisanku yah. Siapa tahu, diantara kalian yang membaca, ada yang mengenali sosok-sosok yang aku sebutkan di cerita ini atau bahkan kalian sendiri adalah sosok-sosok yang aku tulis disini.
Chap 1.
Kalau kalian selalu mengatakan harus ke gereja, dan seolah-olah menyalahkan aku karena tidak seperti kalian, yang setiap minggu ke gereja, aku tanya yah, apa alasan utama kalian ke gereja ?
Apakah seperti kata-kata ndak masuk akal yang pernah aku denger, yang diucapkan oleh orang-orang di levelku (sepupu, ipar, dll) yang mungkin kalian ajarkan pada mereka ? Seperti ....
"Kenapa kok ndak ke gereja, wah kok males sich, bagaimana kalo Tuhan juga males sama kalian"
" Aku merasa tidak berdaya, tidak punya kemampuan untuk berkata "tidak", bahkan kepada hal-hal yg aku tidak sukai."
Kenapa saat kecil aku harus ke gereja setiap hari Minggu. Dan bila aku tidak ke gereja, aku seperti mendapatkan neraka di rumah Lahor. Aku tidak digubris dan tidak disapa oleh Papaku. Malukah Papaku kepada Eyangku, karena mungkin dianggap tidak bisa mendidik aku dengan baik ?
Kenapa aku harus berkomunikasi dengan mereka dengan bahasa Krama Inggil ?
Kenapa saat kecil aku harus ke gereja setiap hari Minggu. Dan bila aku tidak ke gereja, aku seperti mendapatkan neraka di rumah Lahor. Aku tidak digubris dan tidak disapa oleh Papaku. Malukah Papaku kepada Eyangku, karena mungkin dianggap tidak bisa mendidik aku dengan baik ?
Kenapa aku harus berkomunikasi dengan mereka dengan bahasa Krama Inggil ?
Gangguan suasana hati ayunan dapat menjadi bagian dari gangguan bipolar. Gangguan suasana hati ayunan adalah perubahan dalam suasana hati, perbedaan mood swing pada orang biasa dan mood swing pada gangguan bipolar, adalah keparahan dan durasi. Mood swing ditandai oleh periode, biasanya disebut sebagai episode, mania dan depresi. Selama episode mania, seseorang mungkin mengalami suasana hati yang abnormal, lekas marah, penurunan kebutuhan untuk tidur, meningkatkan berbicara dan balap pikiran. Selama episode depresi, salah satu mungkin mengalami suasana hati sedih dan kosong terus-menerus, hilangnya minat dalam aktivitas, perasaan bersalah, perasaan tidak berharga dan penyakit fisik seperti sakit kepala, nyeri kronis atau gangguan pencernaan. Penyebab lain dari ayunan mood akibat perubahan hormonal yang sementara dapat mengganggu kimia otak. Sebagai hormon yang terlibat menormalkan, suasana hati ayunan ini umumnya mereda sendiri
Kupejamkan mata.
Kutarik nafasku dalam-dalam. Lama.
Kurasakan angin menyapu seluruh permukaan kulitku. Kadang pelan, kadang keras.
Kubuka mata ini.
Kulangkahkan kakiku, merasakan lembutnya pasirmu.
Kurasakan air mulai menggelitik jari jemariku, sebelum akhirnya membasahi seluruh kakiku.
Dan, akhirnya kuputuskan untuk menjajal kekuatanku.
Kuberanikan diri untuk merengkuh setiap gelombang kecil.
Kutatap berani gelombang besar.
Namun, sesuatu mendorongku untuk menyerah.
Kusadari melakoni ini tanpa tujuan.
Kuyakini bukan ini yang harus kulalui.
Semuanya hampir terlambat.
Saat gelombang besar menghantam seluruh badanku,
mempermainkan seluruh sendi-sendiku yang sedang berjuang,
berjuang untuk kembali ke tepi.
Sesaat setelah kubuktikan sesuatu yang seharusnya tidak perlu aku buktikan.
Kesesakan, keputusasaan, kelelahan, keletihan semua menghujam dadaku, seperti berlaksa-laksa gelombang air di tengah laut.
Dalam keputusasaanku, kuputuskan untuk berharap kepadaNya.
Hingga, kutemukan diriku telah terdampar di pasir halus yang mengantarku, tadi.
*** akan dilanjutkan
Kutarik nafasku dalam-dalam. Lama.
Kurasakan angin menyapu seluruh permukaan kulitku. Kadang pelan, kadang keras.
Kubuka mata ini.
Kulangkahkan kakiku, merasakan lembutnya pasirmu.
Kurasakan air mulai menggelitik jari jemariku, sebelum akhirnya membasahi seluruh kakiku.
Dan, akhirnya kuputuskan untuk menjajal kekuatanku.
Kuberanikan diri untuk merengkuh setiap gelombang kecil.
Kutatap berani gelombang besar.
Namun, sesuatu mendorongku untuk menyerah.
Kusadari melakoni ini tanpa tujuan.
Kuyakini bukan ini yang harus kulalui.
Semuanya hampir terlambat.
Saat gelombang besar menghantam seluruh badanku,
mempermainkan seluruh sendi-sendiku yang sedang berjuang,
berjuang untuk kembali ke tepi.
Sesaat setelah kubuktikan sesuatu yang seharusnya tidak perlu aku buktikan.
Kesesakan, keputusasaan, kelelahan, keletihan semua menghujam dadaku, seperti berlaksa-laksa gelombang air di tengah laut.
Dalam keputusasaanku, kuputuskan untuk berharap kepadaNya.
Hingga, kutemukan diriku telah terdampar di pasir halus yang mengantarku, tadi.
*** akan dilanjutkan
Apakah ini proses Padang Gurun yang harus aku jalani ?
Saat pagi mulai menjelang, desiran angin sisa semalam lembut menyusuri kulitku. Rasanya berat mata ini untuk membuka. Letih, penat, lelah masih menggelayuti setiap sendi-sendiku. Aku kuatkan diriku untuk memulai proses di hari ini.
Siang menjelang.
Matahari mulai menyengat seluruh permukaan kulitku. Sengatnya sedemikian kuatnya, hingga bulir-bulir keringat mulai membasahi sekujur tubuhku. Dari atas kepala, hingga ujung jemari kakiku, semua terasa panas.
Aku bahkan tidak bisa menggambarkan lagi rasa sakit yang aku alami. Sesak menyerang dadaku, pusing menemani kepalaku.
Saat pagi mulai menjelang, desiran angin sisa semalam lembut menyusuri kulitku. Rasanya berat mata ini untuk membuka. Letih, penat, lelah masih menggelayuti setiap sendi-sendiku. Aku kuatkan diriku untuk memulai proses di hari ini.
Siang menjelang.
Matahari mulai menyengat seluruh permukaan kulitku. Sengatnya sedemikian kuatnya, hingga bulir-bulir keringat mulai membasahi sekujur tubuhku. Dari atas kepala, hingga ujung jemari kakiku, semua terasa panas.
Aku bahkan tidak bisa menggambarkan lagi rasa sakit yang aku alami. Sesak menyerang dadaku, pusing menemani kepalaku.
"Ma, ternyata aku ini ndak bisaan yah. Saat aku dikasari orang lain yang biasanya tidak kasar, aku menjadi tidak suka, marah, gelisah dan tidak karuan rasanya. Namun saat orang tersebut, entah kenapa, tiba-tiba menjadi biasa, aku tetap tidak suka. Apakah aku curiga dengan sikapnya, atau aku terlalu waspada, sedang aku sendiri sebenarnya tidak terlalu suka waspada, lebih suka pure ... murni saja .. tanpa tedeng aling-aling ... tanpa tendensi apapun juga."
"Mama, sesak sudah aku rasakan sejak aku berangkat dari rumah. Aku tidak tahu, mungkin masih ada rasa tidak terima dalam diriku.
"Mama, sesak sudah aku rasakan sejak aku berangkat dari rumah. Aku tidak tahu, mungkin masih ada rasa tidak terima dalam diriku.
NA : "Wen, kalau memang kamu sudah tidak menemukan kenyamanan di dalam pekerjaanmu, mungkin ada baiknya kamu mulai memikirkan untuk mengundurkan diri, dan mengatur ulang hal-hal apa yang ingin kamu kerjakan."
Wen : "Yah, mungkin saya memang sudah mulai merasa jenuh, sudah mulai tidak bersemangat, namun saya tidak benar-benar tahu apa yang saya inginkan. Meskipun saya punya impian, yang sangat saya inginkan dalam hidup ini, saya kembali berpikir apakah saya bisa melakukannya, dan apakah hal ini tidak akan mengorbankan istri serta anak saya."
Wen : "Yah, mungkin saya memang sudah mulai merasa jenuh, sudah mulai tidak bersemangat, namun saya tidak benar-benar tahu apa yang saya inginkan. Meskipun saya punya impian, yang sangat saya inginkan dalam hidup ini, saya kembali berpikir apakah saya bisa melakukannya, dan apakah hal ini tidak akan mengorbankan istri serta anak saya."
Beberapa hari yang lalu, istriku dipanggil oleh wali kelas tempat anakku bersekolah. Dari SMS yang dikirimkan istriku, sesaat setelah selesai pertemuan, aku tahu anakku mungkin tidak bisa naik kelas.
Beberapa minggu yang lalu, anakku telah berusaha untuk belajar untuk menghadapi ujian akhir semester. Kadangkala terlihat rasa letih di matanya, bahkan pernah aku jumpai dia sampai tertidur saat belajar. Dalam hati aku berkata, bila ini adalah usaha terbaikmu, aku dukung kamu apapun hasilnya, anakku.
Beberapa bulan yang lalu, kami bertiga pernah terlibat pembicaraan yang cukup serius tentang sekolah Daniel. Aku teringat, aku pernah berkata kepadanya, "Daniel, bila terpaksa kamu tidak naik kelas, Papa harap kamu tidak malu.
Beberapa minggu yang lalu, anakku telah berusaha untuk belajar untuk menghadapi ujian akhir semester. Kadangkala terlihat rasa letih di matanya, bahkan pernah aku jumpai dia sampai tertidur saat belajar. Dalam hati aku berkata, bila ini adalah usaha terbaikmu, aku dukung kamu apapun hasilnya, anakku.
Beberapa bulan yang lalu, kami bertiga pernah terlibat pembicaraan yang cukup serius tentang sekolah Daniel. Aku teringat, aku pernah berkata kepadanya, "Daniel, bila terpaksa kamu tidak naik kelas, Papa harap kamu tidak malu.
Kadangkala ada rasa tidak tega saat melihat anakku berjuang sendirian. Entah saat dia sedang belajar, ataupun saat dia sedang menghadapi satu persoalan, yang kecil di mataku, tapi mungkin besar untuk seorang Daniel yang masih berusia 11 tahun.
Sering rasa tidak tega itu menghinggapi aku, mulai dari dia masih kecil hingga saat ini. Aku tidak mengerti kenapa aku bisa mengalami hal tersebut. Aku tidak sedang ingin menengok kehidupanku di masa lampau, namun mau tidak mau hal tersebut sempat melintas di pikiranku.
Apakah Papa dan Mamaku dahulu juga mengalami hal yang sama dengan apa yang aku alami saat ini ?
Sering rasa tidak tega itu menghinggapi aku, mulai dari dia masih kecil hingga saat ini. Aku tidak mengerti kenapa aku bisa mengalami hal tersebut. Aku tidak sedang ingin menengok kehidupanku di masa lampau, namun mau tidak mau hal tersebut sempat melintas di pikiranku.
Apakah Papa dan Mamaku dahulu juga mengalami hal yang sama dengan apa yang aku alami saat ini ?
Saya adalah ibu tiga orang anak (umur 14, 12, dan 3 tahun) dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi.
Sang Dosen sangat inspiratif dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya. Tugas terakhir yang diberikannya diberi nama "Tersenyum". Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan tersenyum kepada tiga orang dan mendokumentasikan reaksi mereka. Saya adalah seorang yang mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang dan mengatakan "hello", jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah.
Segera setelah kami menerima tugas tsb, suami saya, anak bungsu saya, dan saya pergi ke restoran McDonald's pada suatu pagi di bulan Maret yang sangat dingin dan kering.
Sang Dosen sangat inspiratif dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya. Tugas terakhir yang diberikannya diberi nama "Tersenyum". Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan tersenyum kepada tiga orang dan mendokumentasikan reaksi mereka. Saya adalah seorang yang mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang dan mengatakan "hello", jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah.
Segera setelah kami menerima tugas tsb, suami saya, anak bungsu saya, dan saya pergi ke restoran McDonald's pada suatu pagi di bulan Maret yang sangat dingin dan kering.
Sebagian dari kita pasti pernah mengenal satu standar, baik itu di lingkungan pekerjaan, di lingkungan sosial, dan saya rasa hampir di setiap celah kehidupan manusia, pasti selalu ada standar. Meskipun hingga detik ini, saya tidak tahu, siapa yang menciptakan standar-standar tersebut.
Misalkan yang baru saja nge-tren, Standar Nasional Indonesia. Siapa sih yang mencetuskan ? Pemerintah kah ? Bukankah pemerintah terdiri dari manusia-manusia yang cukup banyak, terus manusia yang mana ? Hehehehe :) Jadi saya akhiri dengan, wah saya tidak tahu.
Standar kelulusan siswa. Ramainya UAS, UAN, UUN, UUD (ada tah ? hehehe),
Misalkan yang baru saja nge-tren, Standar Nasional Indonesia. Siapa sih yang mencetuskan ? Pemerintah kah ? Bukankah pemerintah terdiri dari manusia-manusia yang cukup banyak, terus manusia yang mana ? Hehehehe :) Jadi saya akhiri dengan, wah saya tidak tahu.
Standar kelulusan siswa. Ramainya UAS, UAN, UUN, UUD (ada tah ? hehehe),
Malam ini aku duduk sendiri. Tidak ada seorangpun yang menemaniku. Tidak ada gitar, tidak ada teh panas, tidak ada pisang goreng, tidak ada angin, hanya suara jangkrik saja yang bersahutan. Dan bangku teras rumahku menjadi tempat yang paling menyenangkan bagiku malam ini. Sejauh mataku memandang, hanya gelap malam saja yang terlihat. Pekat sekali, karena cahaya bulan yang samar-samar saja terlihat.
Dinginnya malampun seakan enggan membelai kulitku, sehingga kubiarkan saja diriku tanpa terlindungi oleh sweater kesayanganku. Ada rasa kangen yang menyeruak di hatiku. Rasa kangen,
Dinginnya malampun seakan enggan membelai kulitku, sehingga kubiarkan saja diriku tanpa terlindungi oleh sweater kesayanganku. Ada rasa kangen yang menyeruak di hatiku. Rasa kangen,
(diplesetkan Mas Kuss - kawan supplier, menjadi .... mimpi menjadi gila ... hehehe)
Beberapa orang manusia yang hidup di permukaan bumi, mengaku mempunyai mimpi yang hebat, besar dan dahsyat, yang membuat mereka menjadi sukses seperti saat ini.
Mereka merangkai mimpi mereka, menjadikannya semangat untuk meraih tujuan yang hendak mereka capai, dan yang jelas mereka telah berani untuk "bermimpi".
By the way, on the way ...
Saat aku masih kecil aku juga memiliki mimpi,
Beberapa orang manusia yang hidup di permukaan bumi, mengaku mempunyai mimpi yang hebat, besar dan dahsyat, yang membuat mereka menjadi sukses seperti saat ini.
Mereka merangkai mimpi mereka, menjadikannya semangat untuk meraih tujuan yang hendak mereka capai, dan yang jelas mereka telah berani untuk "bermimpi".
By the way, on the way ...
Saat aku masih kecil aku juga memiliki mimpi,
Sister 1 : (Mama yang baik, bertanggung jawab, membesarkan anak sendiri, hidup bersama kedua orangtuanya, bekerja sebagai guru)
"Maxell, ayo sini. Mama ndak mau kalo Maxell nakal gitu. Mama panggilin polisi lho ya. Pak polisi ini lho Maxell nakal, ndak mau makan."
"Maxell, nakal yah. Selalu ndak nurut sama Mama, biar Mama telponin Papa nanti, biar dimarahi sama Papa. Lho berani sama Mama"
"Tuh kan, dengerin ada bunyi petasan. Kapok. Maxell ndak mau nurut, biar saja. Syukurin."
"Hayo. Sudah diem, ndak usah nangis. Salah sendiri jalan ndak hati-hati, syukurin Maxell kalo jatuh."
"Maxell, mama cubit ya.
"Maxell, ayo sini. Mama ndak mau kalo Maxell nakal gitu. Mama panggilin polisi lho ya. Pak polisi ini lho Maxell nakal, ndak mau makan."
"Maxell, nakal yah. Selalu ndak nurut sama Mama, biar Mama telponin Papa nanti, biar dimarahi sama Papa. Lho berani sama Mama"
"Tuh kan, dengerin ada bunyi petasan. Kapok. Maxell ndak mau nurut, biar saja. Syukurin."
"Hayo. Sudah diem, ndak usah nangis. Salah sendiri jalan ndak hati-hati, syukurin Maxell kalo jatuh."
"Maxell, mama cubit ya.
Tanpa isak tangis yang keras dan hampir tanpa basa basi, anakku terlahir di dunia. Aku ingat, detik-detik dan menit-menit menjelang anakku merasakan dinginnya hawa udara Malang, setelah selama 8 bulan lebih sedikit dia "ndusel" dalam perut istriku.
Tanggal 3 April, malam hari, saat itu aku masih bertugas menjaga warnet M-Cafe di daerah Jalan Raung, tiba-tiba aku diberi kabar bahwa istriku akan melahirkan dan sudah masuk rumah sakit. Dalam kebingunganku, Mas Ayom, pimpinan warnet M-Cafe, dengan setengah memaksa memintaku untuk tidak berangkat ke rumah sakit sendirian, namun ditemani olehnya. Walah, tidak kebayang buat aku, seorang pimpinan mengantarkan anak buahnya saat itu.
Tanggal 3 April, malam hari, saat itu aku masih bertugas menjaga warnet M-Cafe di daerah Jalan Raung, tiba-tiba aku diberi kabar bahwa istriku akan melahirkan dan sudah masuk rumah sakit. Dalam kebingunganku, Mas Ayom, pimpinan warnet M-Cafe, dengan setengah memaksa memintaku untuk tidak berangkat ke rumah sakit sendirian, namun ditemani olehnya. Walah, tidak kebayang buat aku, seorang pimpinan mengantarkan anak buahnya saat itu.
(diambil dari peribahasa rumput tetangga lebih indah dari rumput di rumah sendiri)
Hidup bersama istriku, Aning, selama lebih dari 10 tahun, bukanlah hal yang mulus, lancar dan baik-baik saja.Aku masih ingat di awal-awal pernikahan kami, bumbu pernikahan yang sering orang katakan, yaitu pertengkaran adalah satu hal yang mudah terjadi. Mungkin hanya diawali dari hal-hal sepele, misalkan kata-kata dia yang tidak pernah lembut di telingaku, tidak ada mesra-mesranya, terdengar seperti seorang militer, kapan romantisnya ... itu pikiranku. Belum lagi soal masakan, fiuhhh .... boleh percaya dan harus percaya, (hehehehe...) dia mempunyai spesialisasi oseng-oseng dengan berbagai macam sayuran yang bisa diganti-ganti, namun bumbu dasar dan olahannya tetap sama dari hari ke hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, hingga tahun berubah pun ... selalu tetap sama.
Hidup bersama istriku, Aning, selama lebih dari 10 tahun, bukanlah hal yang mulus, lancar dan baik-baik saja.Aku masih ingat di awal-awal pernikahan kami, bumbu pernikahan yang sering orang katakan, yaitu pertengkaran adalah satu hal yang mudah terjadi. Mungkin hanya diawali dari hal-hal sepele, misalkan kata-kata dia yang tidak pernah lembut di telingaku, tidak ada mesra-mesranya, terdengar seperti seorang militer, kapan romantisnya ... itu pikiranku. Belum lagi soal masakan, fiuhhh .... boleh percaya dan harus percaya, (hehehehe...) dia mempunyai spesialisasi oseng-oseng dengan berbagai macam sayuran yang bisa diganti-ganti, namun bumbu dasar dan olahannya tetap sama dari hari ke hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, hingga tahun berubah pun ... selalu tetap sama.
Aku mengenalnya saat kami masih sama-sama beraktifitas di gereja. Aktifitas kepemudaan gerejalah yang akhirnya membuat kami selalu bersama, karena kami berada pada satu komisi yang sama, komisi pendanaan yang bertujuan mencari dana untuk setiap kegiatan pemuda gereja saat itu. Aktifitas yang ... jujur dalam hati aku tentang, karena banyak hal dan banyak alasan yang mungkin cukup aku sendiri yang mengetahui.
Kami selalu bersama, saat kami harus mengumpulkan barang-barang untuk kami jual, maupun saat kami harus menghitung jumlah uang yang harus kami bayar ke pihak supplier untuk seterusnya disetorkan ke kas pemuda. Sungguh satu kegiatan yang cukup melelahkan dan tidak satu peserpun dari hasil penjualan tersebut yang kami nikmati, karena kami yakin, kerja keras ini adalah untuk aktifitas pemuda gereja, meskipun pada akhirnya aku simpulkan sebagai satu kegiatan yang kurang maksimal dan hampir mendekati titik sia-sia. Namun kembali kami berpikir, tidak ada yang sia-sia untuk Tuhan. That's it.
Kami selalu bersama, saat kami harus mengumpulkan barang-barang untuk kami jual, maupun saat kami harus menghitung jumlah uang yang harus kami bayar ke pihak supplier untuk seterusnya disetorkan ke kas pemuda. Sungguh satu kegiatan yang cukup melelahkan dan tidak satu peserpun dari hasil penjualan tersebut yang kami nikmati, karena kami yakin, kerja keras ini adalah untuk aktifitas pemuda gereja, meskipun pada akhirnya aku simpulkan sebagai satu kegiatan yang kurang maksimal dan hampir mendekati titik sia-sia. Namun kembali kami berpikir, tidak ada yang sia-sia untuk Tuhan. That's it.
Sebagai seorang designer, meskipun "asline" tidak bisa menggambar, tidak mengerti tentang kombinasi warna, tidak mempunyai darah seni, dll dll dll, saya selalu mencoba untuk mendesain apapun juga. Kegemaran saya mendesain brosur, iklan, spanduk, website, dll dll dll. Namun saya juga pernah "melihat" seorang teman melakukan desain rumah dan saat itu saya terlibat, walau hanya sedikit. Sebutlah nama teman saya itu Ir. Didik Budiono (saya masih menggunakan nama samaran ya). Dari dialah saya mulai belajar mendesain tampilan rumah, layout, potongan, dll dll dll dll dll.
Dan berbekal pengetahuan yang sedikit tersebut, mulailah saya memberanikan diri mendesain tampilan rumah kami.
Eng eng, dan mulailah saya "sok tahu".
Dan berbekal pengetahuan yang sedikit tersebut, mulailah saya memberanikan diri mendesain tampilan rumah kami.
Eng eng, dan mulailah saya "sok tahu".
Hari ini mendung masih menggelayut di atas kantorku dan hawa dingin menjadi salah satu kawan yang baik, yang setia menemani pagi.Sesaat setelah aku melakukan kewajibanku untuk absen, melintas seekor burung dengan warna bulu yang cukup menarik. Biru, warna favoritku. Menurut salah seorang penjaga, burung itu adalah jenis pemakan bangkai-bangkai hewan kecil atau mungkin serangga. Aku tidak tahu benar atau tidaknya, karena aku juga bukan ahli burung, meskipun aku .... hehehehe :)
Namun ada satu hal yang cukup menarik buatku, untuk bertanya lebih jauh. Kok ada burung sebagus itu,
Namun ada satu hal yang cukup menarik buatku, untuk bertanya lebih jauh. Kok ada burung sebagus itu,
"Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna."
Saat aku merasa "bisa", aku tidak mengandalkan Tuhan.
Saat aku merasa "mampu", aku meninggalkan Tuhan.
Saat aku merasa "yakin", aku melupakan Tuhan.
***
Jam kehidupanku. Saat aku merasa bisa, mampu dan yakin.
05.00 : Tuhan, terima kasih karena aku boleh bangun pada hari ini. Bimbing aku untuk melalui hari ini dengan baik. Terima kasih Tuhan. Amin.
Saat aku merasa "bisa", aku tidak mengandalkan Tuhan.
Saat aku merasa "mampu", aku meninggalkan Tuhan.
Saat aku merasa "yakin", aku melupakan Tuhan.
***
Jam kehidupanku. Saat aku merasa bisa, mampu dan yakin.
05.00 : Tuhan, terima kasih karena aku boleh bangun pada hari ini. Bimbing aku untuk melalui hari ini dengan baik. Terima kasih Tuhan. Amin.
Tuhan, bolehkah aku menuruni gunung yang terlalu terjal ini, yang telah aku pilih tanpa bertanya kepadaMu dan aku akan menuju gunung yang telah Tuhan tunjukkan bagiku, untuk aku daki. Aku akan menjalaninya lagi Tuhan, dari nol. Aku mau menerimanya."
Semasa SMA, aku aktif dalam kegiatan Pecinta Alam, yang selalu membawaku ke berbagai kegiatan yang berbau petualangan untuk menyusuri jalan-jalan setapak menuju suatu tempat, gunung, bukit maupun air terjun. Karena keaktifan dan mungkin pengalamankulah yang membuatku menjadi pemandu bagi beberapa orang teman di gereja untuk menyusuri jalan setapak menuju Bukti Panderman.
Dengan penuh keyakinan, aku memilih jalan yang terbuka dengan jelas di depan mata.
Semasa SMA, aku aktif dalam kegiatan Pecinta Alam, yang selalu membawaku ke berbagai kegiatan yang berbau petualangan untuk menyusuri jalan-jalan setapak menuju suatu tempat, gunung, bukit maupun air terjun. Karena keaktifan dan mungkin pengalamankulah yang membuatku menjadi pemandu bagi beberapa orang teman di gereja untuk menyusuri jalan setapak menuju Bukti Panderman.
Dengan penuh keyakinan, aku memilih jalan yang terbuka dengan jelas di depan mata.
Ya Tuhan, ingin aku bisa merasakan saat-saat dulu aku belum terbelenggu dalam mual, ketakutan, kepanikan, ketidakyakinan, kecemasan, kekuatiran, ketidakpercayaan, ketidaksabaran.
Ya Tuhan, aku teringat saat-saat itu semua, namun aku juga ingat bahwa saat itu aku dicap sombong. Dicap tidak mau bergaul, dicap “kakeyan cangkem”, dicap sebagai orang yang “easy going”, dicap sebagai orang yang tidak mau memperhatikan orang lain, dicap sebagai orang yang tidak enak untuk diajak berteman.
Ya Tuhan, aku ingat saat SD aku bisa menjadi seorang pemimpin defile baris berbaris saat perlombaan PKS di Surabaya.
Ya Tuhan, aku teringat saat-saat itu semua, namun aku juga ingat bahwa saat itu aku dicap sombong. Dicap tidak mau bergaul, dicap “kakeyan cangkem”, dicap sebagai orang yang “easy going”, dicap sebagai orang yang tidak mau memperhatikan orang lain, dicap sebagai orang yang tidak enak untuk diajak berteman.
Ya Tuhan, aku ingat saat SD aku bisa menjadi seorang pemimpin defile baris berbaris saat perlombaan PKS di Surabaya.
Tuhan, terima kasih karena aku Engkau ciptakan. Karena Engkau pulalah, aku bisa menghirup udara segar pada 22 Juli, 32 tahun yang lalu. Maafkan aku Tuhan, karena aku tidak pandai mengucap syukur. Mohon, jangan sakit hati Tuhan, karena di bawah ini, akan banyak sekali komplain-komplainku, yang kadang bisa aku jawab, kadang aku mendapat jawaban dari orang lain dan masih banyak yang belum terjawab. Why ?
Tuhan, kenapa aku harus dikandung saat orang tuaku belum menikah ?
Tuhan, kenapa aku harus dikandung saat orang tuaku belum menikah ?
Hari itu, pagi-pagi benar aku mendapat kabar bahwa mobil yang biasa aku "nunutin" tidak berangkat menuju kota Blitar. Ok, ndak masalah pikirku, aku akan berjalan dari Sukun ke Pakisaji, seperti yang pernah aku lakukan sebelumnya. Pagi itu sangat dingin, cuaca cukup cerah. Aku mengenakan jaketku karena hawa dingin yang kurasakan. Sambil membawa tas ransel merah berisi helm ... yah selalu berisi helm dan jas hujan, agar aku bisa "nunut" waktu pulang ... aku berjalan menyusuri jalanan. Tiba di depan Pabrik Gula Kebon Agung, aku mulai merasakan ada sesuatu yang aneh dalam diriku. Tiba-tiba aku merasa sesak, aku merasa tidak sabar ingin segera sampai, lalu aku merasa jantungku mulai berdetak kencang, dan munculah satu rasa yang selama ini aku takuti, mual. Rasa mual itu kembali menyerangku. Aku mulai panik,
Kejadian ini awalnya aku alami saat kelas 6 SD. Hari itu, aku "dipaksa" oleh Papa untuk mengikuti kursus berenang di Stadion Gajayana Malang. Aku merasakan mual dan perasaan-perasaan yang tidak menentu, saat aku mulai melihat air. Air yang begitu banyak, di tempat yang sangat luas dan dalam, bagiku.
Dalam keputusaaanku, aku mulai berontak dan tidak mau mengikuti les. Dengan penuh kemarahan, Papa mengajakku untuk segera pulang menaiki motornya, Honda C70. Aku sangat merasakan kemarahan beliau. Hingga saat duduk di atas sepeda motorpun aku tidak diberi tempat yang nyaman. Papaku mengendari sepeda motor dengan kencang, adikku duduk di tengah, sedangkan aku berpegangan dengan ketakutan, sebab aku duduk di ujung sadel bagian belakang.
Dalam keputusaaanku, aku mulai berontak dan tidak mau mengikuti les. Dengan penuh kemarahan, Papa mengajakku untuk segera pulang menaiki motornya, Honda C70. Aku sangat merasakan kemarahan beliau. Hingga saat duduk di atas sepeda motorpun aku tidak diberi tempat yang nyaman. Papaku mengendari sepeda motor dengan kencang, adikku duduk di tengah, sedangkan aku berpegangan dengan ketakutan, sebab aku duduk di ujung sadel bagian belakang.
Anak pungut, demikian orang-orang mengenaliku. Aku ceritakan sedikit tentang kehidupanku. Aku diambil oleh seorang keluarga kecil, yang hanya memiliki 1 orang anak, Daniel namanya. Sehari-harinya Daniel bersekolah di sekolah dasar yang tidak terlalu jauh jaraknya dari rumah. Setiap pagi Sang Mama, dengan penuh cinta selalu membangunkan Daniel dari tidur nyenyaknya semalam. Dengan senyum dan kasih Mama Daniel membangunkannya untuk segera mandi dan memakan sarapannya. Apapun makanan hari itu yang mereka miliki, mereka nikmati dengan penuh syukur, meskipun terkadang tak ada satupun yang bisa mereka nikmati untuk sarapan. Tak ada guratan kesedihan,
Langganan:
Postingan (Atom)