Hari itu, pagi-pagi benar aku mendapat kabar bahwa mobil yang biasa aku "nunutin" tidak berangkat menuju kota Blitar. Ok, ndak masalah pikirku, aku akan berjalan dari Sukun ke Pakisaji, seperti yang pernah aku lakukan sebelumnya. Pagi itu sangat dingin, cuaca cukup cerah. Aku mengenakan jaketku karena hawa dingin yang kurasakan. Sambil membawa tas ransel merah berisi helm ... yah selalu berisi helm dan jas hujan, agar aku bisa "nunut" waktu pulang ... aku berjalan menyusuri jalanan. Tiba di depan Pabrik Gula Kebon Agung, aku mulai merasakan ada sesuatu yang aneh dalam diriku. Tiba-tiba aku merasa sesak, aku merasa tidak sabar ingin segera sampai, lalu aku merasa jantungku mulai berdetak kencang, dan munculah satu rasa yang selama ini aku takuti, mual. Rasa mual itu kembali menyerangku. Aku mulai panik,
dan mengambil permen yang selalu kubawa di dalam kantong celanaku. Namun rasa mual ini tidak kunjung hilang, rasa takut, tidak nyaman, panik, "ndredeg" semakin kuat menghinggapiku. Aku mengambil handphone, dan aku kirimkan SMS kepada istriku. Ma, tolong aku, aku tidak kuat. Mungkin seperti itulah isi SMS-ku. AKu terus berjalan, aku berusaha menguatkan diriku, aku menarik nafas panjang, aku berusaha rileks, namun sulit sekali. Saat aku berpapasan dengan orang, seolah-olah di dalam pikiranku terlintas, bahwa aku akan mual. Dan benar, itu yang terjadi. Bahkan saat aku berusaha menyeberang jalan. Aku mual.Sesaat terlintas, biarlah aku mati terlindas truk atau mobil yang lewat, aku sudah tidak peduli. Aku cuma ingin lari, pergi dan menghindar dari orang-orang yang berpapasan denganku. Saat itu, aku merasa putus asa, sendirian, dan berharap istriku segera datang dan menjemputku. Dan benar, istriku menjemputku dengan wajah penuh kecemasan. Mungkin karena dia tidak tahu apa yang aku alami, mungkin karena aku tidak mau beristirahat dulu sejenak seperti saran dia di telepon, atau mungkin karena aku telah terlalu jauh berjalan. Karena saat dia menjemputku aku sudah dekat dengan pasar Pakisaji. Jarak yang cukup jauh untukku berjalan dalam suasana yang tidak menyenangkan ini.
Aku pulang.
Saat aku sendirian di dalam rumah, putus asa, kecewa, marah, dan berbagai rasa yang tidak jelas datang silih berganti dan berjejalan memenuhi otakku. Sampai akhirnya aku berpikir untuk mencari racun tikus yang pernah kami beli beberapa waktu yang lalu, untuk membasmi tikus-tikus yang kadang berseliweran di belakang rumah. Namun aku tidak temukan. Marah rasanya. Aku sudah tidak kuat lagi. Aku ingin mengakhiri hidupku yang terasa sia-sia ini. Karena aku cuma pengecut, yang bahkan tidak berani lagi untuk melanjutkan pencarian racun tikus yang ingin aku gunakan untuk mengakhiri hidupku.Tuhan, aku berdoa kepadamu, aku hanya ingin hidup normal. Seperti orang lain, yang bisa saling bertemu, yang bisa saling bertamu, yang bisa saling mengunjungi, yang bisa akrab satu dengan lainnya, tanpa rasa takut, cemas dan ... mual.
Aku menyerah.
Sore menjelang, dengan wajah lelah, istriku tiba di rumah. Aku merasa kasihan melihatnya. Dia begitu sukarela dan tulus untuk membantu keuangan keluargaku. Membantu sosok laki-laki yang tidak berguna ini. Kapan aku bisa membalasnya ? Kapan aku bisa membahagiakannya ? Kapan aku bisa membuatnya tertawa, seperti saat aku dulu berkenalan dengan dia ?Dulu aku selalu berhasil membuat dia tertawa, dulu aku selalu bisa mengatakan "jangan banyak ketawa kamu non, nanti gigimu kering lho", karena aku selalu bisa mengarang cerita lucu atau mengomentari apapun juga yang terlewat sehingga membuat dia tertawa.Aku ingin membuat dia tertawa seperti dahulu lagi, namun itu tidak bisa lagi aku lakukan, karena aku merasa lelah, tegang, capek, malas, putus asa dan tidak tahu lagi apa yang kurasakan.Aku bercerita kepadanya, tentang apa yang aku ingin lakukan siang tadi. Aku melihat istriku cukup terkejut. Sedih rasanya melihat dia seperti itu, namun aku hanya ingin jujur dan bercerita tentang semua hal yang aku rasakan, meski kadang tidak tega melihat ekspresi wajahnya.Dengan lembut dia berkata, "Pa, kalau papa mau bunuh diri, coba pikirkan aku sama anakmu, apakah kira-kira kami tidak malu nantinya ?", kira-kira seperti itulah kata-katanya dan masih banyak lagi yang dia katakan. Kata-kata yang membuat pikiranku semakin tidak menentu.
3 hari aku lewati di rumah dengan rasa yang tidak enak. Kadang rasa sesak menyerang, kadang rasa mual, kadang rasa yang tidak menentu. Hingga pernah suatu hari seorang kawan baik, datang berkunjung ke rumahku. Di satu sisi aku senang, namun di sisi lain aku merasakan ketakutan, jantungku berdebar, aku tidak tahu mengapa ini terjadi. Maafin aku kawan, aku tidak bermaksud mengusirmu atau membuatmu tidak nyaman, aku sendiri tidak tahu apa yang aku alami dan mengapa aku mengalami ini. Aku berusaha menenangkan diri sambil menemani kawanku mengotak-atik "sepeda pancal" istriku. Perasaanku tidak karuan. Aku keluar masuk dapur, aku bingung, aku memasak mie, aku benar-benar seperti orang yang tidak tahu, harus bagaimana. Hingga akhirnya kawanku tersebut pulang, untuk menjemput pacarnya yang sedang mengikuti ujian PNS.Ada rasa menyesal, mungkin aku telah berlaku yang tidak menyenangkan terhadapnya, sehingga dia pulang. Ada sedikit rasa lega, karena mungkin dia tidak tahu apa yang aku alami. Namun yang paling besar, aku merasa sangat sangat bersalah kepada dia.
Aku ingin mati saja.
Hingga akhirnya, istriku mengambil inisiatif untuk menghubungi saudaranya, yang baru aku ketahui telah mengikuti pelatihan hipnoterapi. Oh ya, aku belum bercerita, sebelumnya aku juga sudah datang kepada seorang ahli hipnoterapi. Namun karena masalah ekonomi yang sedikit terganggu, aku hanya bisa 2 kali berkonsultasi dengan beliau. Beliau sangat baik, bahkan di sesi kedua beliau hanya meminta separuh dari biaya yang sebelumnya aku keluarkan di sesi 1.Baiklah, aku mengikuti saran istriku untuk berkonsultasi dengan saudaranya, yang dulu juga pernah mengambil kuliah Psikologi hingga S-2 dan sekarang telah menambah kemampuan dirinya dengan hipnoterapi.Jujur aku malu, aku malu untuk bercerita, aku malu karena aku tidak mau dianggap "gila", namun aku ingin sembuh. Sesi pertama aku jalani. Aku tidak merasakan sesuatu perubahan yang mungkin sangat aku harapkan terjadi.Mungkin di dalam pikiranku terbayang, aku ikut hipnoterapi, aku langsung sembuh dari mual, aku jadi percaya diri, aku sembuh dari sesak, dll dll dll. Namun itu tidak terjadi. Aku benar-benar tidak sabar. Rasa sesak dan mual ini menyiksaku. Aku lelah.
Tuhan, untuk apa aku dilahirkan ke dunia ini, jika aku tidak berguna untuk orang lain, bahkan untuk orang-orang terdekatku, istriku dan anakku. Namun, Tuhan tidak menjawab pertanyaanku. Aku menjalani saat-saat ini dengan penuh kesendirian, meskipun istri dan anakku berada di dekatku. Namun saat aku berpisah dengan mereka, aku benar-benar merasa sendirian, bahkan kawanku pun aku tidak miliki.Kadangkala, aku kangen dengan saat-saat aku SMP - SMA dulu. Aku bisa ke rumah teman-temanku atau ke rumah calon-calon saudara iparku, hanya sekedar untuk "cangkrukan". Tidak ada kepentingan apapun juga. Tapi saat ini, semuanya sudah tidak bisa aku lakukan. Bahkan, jika dihitung, aku tidak memiliki kawan di dunia ini. Mungkin hanya tinggal satu orang, yang mau menemani aku bersepeda, atau menolongku memotret. Namun sebentar lagi, diapun juga akan mengakhiri masa lajangnya dan pasti aku akan sendirian lagi.Tidak, aku tidak menuntut orang lain untuk terus menemani aku. Aku sadar akupun juga telah berkeluarga, dan aku juga sadar waktu telah berlalu begitu cepat, bahkan terlalu cepat untukku.
Tuhan, apakah rencanamu ? Apa yang harus aku lakukan lagi ? Tidak maukah Engkau mengambilku saat ini ? Saat semuanya terasa sesak bagiku. Jika bunuh diri tidak Engkau ijinkan, apakah Engkau mau mengambilku dengan sukarela ... Tuhan ?
PS :
* My Notes "Mual-ku"
Aku hanya ingin berbagi, agar semua orang bisa menjaga diri dan pikirannya, dan mau memberikan sesuatu yang lebih positif untuk anak-anaknya, agar tidak mengalami seperti yang aku alami. Mungkin untuk inilah Tuhan menjadikan aku, agar bisa menjadi saksi hidup dari ... "banyaknya kopi didalam cangkir pikiranku, yang harus aku buang dengan menuang susu yang lebih banyak lagi" ... itu sangat berat, jadi .. jagalah anak Anda, calon anak Anda, atau siapapun yang Anda kasihi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.