Kejadian ini awalnya aku alami saat kelas 6 SD. Hari itu, aku "dipaksa" oleh Papa untuk mengikuti kursus berenang di Stadion Gajayana Malang. Aku merasakan mual dan perasaan-perasaan yang tidak menentu, saat aku mulai melihat air. Air yang begitu banyak, di tempat yang sangat luas dan dalam, bagiku.
Dalam keputusaaanku, aku mulai berontak dan tidak mau mengikuti les. Dengan penuh kemarahan, Papa mengajakku untuk segera pulang menaiki motornya, Honda C70. Aku sangat merasakan kemarahan beliau. Hingga saat duduk di atas sepeda motorpun aku tidak diberi tempat yang nyaman. Papaku mengendari sepeda motor dengan kencang, adikku duduk di tengah, sedangkan aku berpegangan dengan ketakutan, sebab aku duduk di ujung sadel bagian belakang.
Kejadian kedua yang serupa, aku alami saat duduk di bangku kuliah. Setiap aku memasuki ruang praktikum, aku selalu mual. Hingga diputuskan oleh dokter, aku harus menjalani serangkaian test kesehatan. Mulai test darah, hingga harus USG. Namun tidak diketemukan satupun penyakit di dalam tubuhku.Aku yang tidak mengetahui, apa yang sedang aku alami, tetap melanjutkan aktifitasku. Dan rasa mual itu tetap menyerang. Hingga saat ini, aku menuliskan cerita ini.
Berbagai kejadian yang memicu rasa mualku, mulai muncul. Di pesta pernikahan aku pernah mual saat akan bersalaman dengan mempelai. Disaat mengisi bensin, aku pun pernah mual. Saat di Mall, saat menonton bioskop, saat mengurus SIM, saat berkunjung ke rumah orang yang baru aku kenal, saat aku duduk bersebelahan dengan orang lain di gereja, saat memakai jam tangan, saat memakai celana jeans ketat, saat menghadiri berbagai undangan, saat di rumah dan mungkin masih banyak lagi, yang satu per satu aku tidak ingat. Hingga keputusasaanku pun timbul. Putus asa karena tidak kunjung sembuh, putus asa karena tidak tahu apa lagi yang harus aku lakukan. Sangat putus asa. Bahkan keberanian untuk bunuh diripun aku sudah tidak miliki.
Aku sudah tidak seceria dahulu. Aku sudah tidak bisa membuat istriku tertawa senang, seperti dahulu. Aku sudah tidak bisa lagi menemani anakku untuk bermain di luar. Aku mau sembuh, tapi bagaimana caranya. Mual ini menyiksaku.
Dalam keputusaaanku, aku mulai berontak dan tidak mau mengikuti les. Dengan penuh kemarahan, Papa mengajakku untuk segera pulang menaiki motornya, Honda C70. Aku sangat merasakan kemarahan beliau. Hingga saat duduk di atas sepeda motorpun aku tidak diberi tempat yang nyaman. Papaku mengendari sepeda motor dengan kencang, adikku duduk di tengah, sedangkan aku berpegangan dengan ketakutan, sebab aku duduk di ujung sadel bagian belakang.
Kejadian kedua yang serupa, aku alami saat duduk di bangku kuliah. Setiap aku memasuki ruang praktikum, aku selalu mual. Hingga diputuskan oleh dokter, aku harus menjalani serangkaian test kesehatan. Mulai test darah, hingga harus USG. Namun tidak diketemukan satupun penyakit di dalam tubuhku.Aku yang tidak mengetahui, apa yang sedang aku alami, tetap melanjutkan aktifitasku. Dan rasa mual itu tetap menyerang. Hingga saat ini, aku menuliskan cerita ini.
Berbagai kejadian yang memicu rasa mualku, mulai muncul. Di pesta pernikahan aku pernah mual saat akan bersalaman dengan mempelai. Disaat mengisi bensin, aku pun pernah mual. Saat di Mall, saat menonton bioskop, saat mengurus SIM, saat berkunjung ke rumah orang yang baru aku kenal, saat aku duduk bersebelahan dengan orang lain di gereja, saat memakai jam tangan, saat memakai celana jeans ketat, saat menghadiri berbagai undangan, saat di rumah dan mungkin masih banyak lagi, yang satu per satu aku tidak ingat. Hingga keputusasaanku pun timbul. Putus asa karena tidak kunjung sembuh, putus asa karena tidak tahu apa lagi yang harus aku lakukan. Sangat putus asa. Bahkan keberanian untuk bunuh diripun aku sudah tidak miliki.
Aku sudah tidak seceria dahulu. Aku sudah tidak bisa membuat istriku tertawa senang, seperti dahulu. Aku sudah tidak bisa lagi menemani anakku untuk bermain di luar. Aku mau sembuh, tapi bagaimana caranya. Mual ini menyiksaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.