Sabtu, 21 Mei 2011

Namaku Michele, Aku Anak Pungut

Anak pungut, demikian orang-orang mengenaliku. Aku ceritakan sedikit tentang kehidupanku. Aku diambil oleh seorang keluarga kecil, yang hanya memiliki 1 orang anak, Daniel namanya. Sehari-harinya Daniel bersekolah di sekolah dasar yang tidak terlalu jauh jaraknya dari rumah. Setiap pagi Sang Mama, dengan penuh cinta selalu membangunkan Daniel dari tidur nyenyaknya semalam. Dengan senyum dan kasih Mama Daniel membangunkannya untuk segera mandi dan memakan sarapannya. Apapun makanan hari itu yang mereka miliki, mereka nikmati dengan penuh syukur, meskipun terkadang tak ada satupun yang bisa mereka nikmati untuk sarapan. Tak ada guratan kesedihan,
ataupun murung meskipun mereka hidup dalam kondisi yang pas-pasan. Oh iya, aku lupa menceritakan tentang Papa Daniel. Sang Papa sudah terlebih dahulu berangkat kerja, saat Daniel masih terlelap dalam tidurnya, karena beliau harus ikut mobil yang setiap hari berangkat ke Kota Blitar pada pagi hari. Setiap pagi, meskipun kadang terlihat masih letih Papa Daniel sudah bersiap untuk berjalan kaki menuju jalan raya dan menunggu mobil yang siap mengantarnya menuju kantornya yang berjarak sekitar 9 km.

Saat Mama Daniel siap mengantar Daniel pergi ke sekolah, Mama dan Daniel selalu mengucapkan salam perpisahannya kepadaku. Sedih rasanya di tinggal mereka semua setiap pagi, namun aku tahu, sore nanti mereka akan pulang semua dan menemani aku. Itu yang selalu aku harapkan setiap hari, saat sore datang menjelang.

Siang hari menjelang sore, Daniel pulang sekolah dengan diantar oleh mobil antar jemput. Riuh sekali teman-temannya saat Daniel membuka pintu mobil, mereka saling berteriak dan mengucapkan salam perpisahan. Senang rasanya, melihat Daniel yang selalu tersenyum kepada teman-temannya dan tentunya kepada setiap orang yang dikenalnya. Buat aku, Daniel adalah sosok anak yang periang, suka bercanda dan mudah sekali tertawa pada hal-hal kecil yang dianggapnya lucu. Dia tidak suka mendendam dan mudah akrab dengan siapa saja yang dikenalnya. Adakalanya dia akan memulai perkenalan dahulu dengan teman-teman sebayanya. Menyenangkan sekali.
Saat memasuki pintu rumah, dengan riang pula Daniel selalu menyapaku. Tidak pernah sekalipun dia lupa, meskipun terlihat lelah di wajahnya setelah seharian dia harus belajar dan pulang di bawah teriknya sinar matahari yang menyengat kulit. Setelah mandi, pekerjaan yang kadang-kadang malas ia lakukan, Daniel segera menyiapkan tugas-tugas dan buku-buku pelajaran untuk esok. Selesai semua, sambil menonton TV, Daniel mengisi perutnya, sebelum akhirnya dia terlelap tidur karena lelah.

Sore harinya Mama Daniel tiba di rumah. Sambil mendorong sepeda motornya menaiki halaman rumah, tak lupa Mama Daniel menyapaku dan tersenyum. Wah, senangnya aku. Sebentar lagi waktunya makan dan bermain. Kubalas senyuman Mama Daniel dengan senyuman khasku yang tak kalah manisnya. Hatiku benar-benar gembira. Dengan senyum yang tersungging di bibirnya, Mama Daniel membuka pintu kamar Daniel, memeluk dan menciumnya sambil membangunkan Daniel. Dengan wajah masih mengantuk, Daniel membalas ciuman dan pelukan Sang Mama, mesra sekali mereka berdua itu.
Setelah merapikan dan membersihkan rumah, Mama Daniel menyibukkan diri dengan memasak. Bahan apapun yang ada di lemari penyimpanan, akan disulap menjadi makanan yang lezat, yang selalu membuat Daniel dan Papanya tak henti-hentinya memuji kehebatan Sang Mama. Meskipun kadang aku juga merasakan kesedihan Mama Daniel, saat lemari penyimpanan makanan mulai kosong. Aku tahu, Mama Daniel selalu ingin bisa menyuguhkan yang terbaik untuk anak dan suami tercinta. Namun sekali lagi, kesedihan itu selalu hanya berlangsung selama sepersekian detik saja, saat Sang Mama menemukan sesuatu untuk bisa mereka nikmati bersama. Seperti hari ini. Mama Daniel mengolah wortel dan sawi untuk di tumis dengan bumbu seadanya. Dengan penuh keyakinan, wortel dan sawi dipotong-potong untuk kemudian dimasukkan ke dalam penggorengan dan di tumis dengan bumbu-bumbu yang ada. Sesaat setelah Mama Daniel selesai memasak, Papa Daniel membuka pintu, sambil menyapaku, dia menuju dapur dan mencium harumnya masakan Sang Mama. Hemmmmm, baunya benar-benar membuat naga di perutku memberontak Mam, demikian kata Papa Daniel. Bergegas dia mandi, tak lupa menyapa Daniel dan sesaat kemudian bunyi cebar cebur dari kamar mandi telah terdengar.

Acara makan malampun dimulai. Makan malam sederhana, tanpa meja makan, hanya duduk di atas tempat tidur kecil yang mereka miliki dari pemberian orang tua, namun tak sedikitpun mengurangi keceriaan keluarga kecil ini. Papa, Mama dan Daniel saling bercerita tentang kesibukkan mereka hari ini. Suka dan duka mereka bagikan bersama. Televisi menjadi teman mereka dalam menyelesaikan santap malam bersama itu.
Aku ingin sekali bergabung bersama mereka, aku ingin sekali ikut bercerita bersama mereka, aku ingin sekali menikmati apa yang mereka nikmati, aku ingin sekali merasakan suka dan duka yang mereka rasakan selama sehari ini, aku ingin sekali. Ingin sekali.

Namun aku hanyalah anak pungut yang selalu setia menemani mereka, yang selalu mengharapkan kedatangan mereka setiap sore, yang selalu menyapa mereka dengan penuh keriang riaan, yang selalu menunggu belaian mereka, yang selalu ingin mereka ajak bermain setiap sore hari, yang selalu ingin membahagiakan mereka saat mereka sedih dan lelah, yang akan selalu setia menjaga mereka sampai nanti.
Aku bangga, meskipun aku hanyalah seekor anjing. Karena aku Michele, anjing kesayangan mereka.

Maxell - Golden Retriever pertama kami
yang selalu penuh keceriaan dan keriang riaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
;