Sabtu, 21 Mei 2011

Sister dan Istri Orang lain

Sister 1 : (Mama yang baik, bertanggung jawab, membesarkan anak sendiri, hidup bersama kedua orangtuanya, bekerja sebagai guru)

"Maxell, ayo sini. Mama ndak mau kalo Maxell nakal gitu. Mama panggilin polisi lho ya. Pak polisi ini lho Maxell nakal, ndak mau makan."

"Maxell, nakal yah. Selalu ndak nurut sama Mama, biar Mama telponin Papa nanti, biar dimarahi sama Papa. Lho berani sama Mama"

"Tuh kan, dengerin ada bunyi petasan. Kapok. Maxell ndak mau nurut, biar saja. Syukurin."

"Hayo. Sudah diem, ndak usah nangis. Salah sendiri jalan ndak hati-hati, syukurin Maxell kalo jatuh."

"Maxell, mama cubit ya.
Nih .. nih ... sakit ndak ? Selalu nakal ya. Tangannya itu lho, nggak bisa diem tah. Tuh, pecah kan, biar dimarahi sama Eyang nanti. Biar saja"


Sister 2 : (Mama yang baik, sabar, bertanggung jawab, bekerja sebagai guru, membesarkan anak bareng suami dan bibi pembantu, hidup di rumah sendiri)

"Ini anak, kok ndak bisa diem yah kalo lagi maem. Ndak suka Mama ah. Mily sini"

"Naaaahhhhhh, kan, jatuh ... ndak hati-hati sih, makanya tah .. diem disini saja, ndak usah lari-lari kalau main."

"Mily, cewek satu ini lho ya, kok seneng pencilakan. Ndak suka Mama ach."

"Papa, Mily nakal tuh, semua diberantakin, duh kotor semua kan. Heran Mama"


Istri orang : (Mama yang baik, bisa cerewet, bisa marah, bisa malas, bisa rajin, membesarkan anak dengan suami, bekerja, orang yang easy going)

"Don, Mama bangga dengan nilai kamu, Matematika 60, Bahasa Indonesia 70, Bahasa Inggris 65, IPS 72, bagus. Kalo misalnya Doni belajar lebih baik lagi daripada kemarin, Mama yakin, Doni pasti bisa dapat nilai yang lebih tinggi lagi. Itu pilihan Doni yah. Yang jelas Mama sama Papa bangga dengan apa yang sudah Doni lakukan."

"Nah, Doni tadi waktu main tidak pakai sandal yah. Ya sudah, kakinya di obatin dulu. Lain kali lebih hati-hati dan pakai sandal yah. Itu juga pilihan yang baik kan ?"

"Boleh, Mama tidak melarang Doni kalau mau main. Mandi dulu yah, setelah itu main sampai jam 7. Nanti Mama temani belajar kalau Doni mau. Ok ?"

"Bukankah mainan Doni sudah banyak ? Bagaimana kalau di tabung dulu uangnya ? Sekarang kita ke KFC dulu saja, yukk, sekalian beli memori card untuk handphonemu."

"Mama dan Papa sayang sama Doni, apapun yang Doni lakukan dan Doni sudah pilih, pasti Mama - Papa dukung, karena Mama - Papa yakin Doni tahu yang terbaik untuk Doni. Mama dan Papa akan terus membimbing Doni dan membantu Doni. Pilihannya di tangan Doni."


Perbincangan di atas sempat terngiang dan terekam di otak saya. Jujur saat saya mendengar 2 perbincangan teratas (Sister 1 dan Sister 2) tersebut, ada perasaan sedih. Terlebih saat saya mulai menuliskannya, seperti saat ini. Sedih sekali. Ingatan saya kembali ke masa kecil saya.
Kadang saya menyalahkan Angkatan Babe Gue (ABG), kenapa cara berkata, cara mendidik anak, dan lain sebagainya penuh dengan kata-kata negatif yang selalu di ulang-ulang. Apa yang sebenarnya terjadi saat itu ? Apakah para ABG itu, saat masih kecil juga mengalami kata-kata negatif yang berulang-ulang, apakah mereka juga diajari dengan ketakutan atau ditakut-takuti? Sehingga akhirnya para ABG tersebut mencekoki anak-anaknya dengan hal-hal tersebut, karena mereka merasa hal itu benar, buktinya mereka ada dan baik-baik saja hingga saat ini. Para ABG itu merasa benar dengan tata cara dan aturan mereka, sebab mereka memperoleh "pembenaran" tentang tata cara dan aturan tersebut dari para ABG-ABG sebelum mereka, dan itu berulang-ulang hingga saat ini.

Yah, hari ini saya sedang ingin memprotes sebagian ABG yang masih menggunakan tata cara dan aturan yang menurut saya "jadul". Kata-kata negatif yang berulang, marah yang tidak dijelaskan dengan baik, bersabar tanpa pemahaman yang baik, menakut-nakuti dan banyak hal lainnya yang mereka lakukan kepada anak bahkan cucunya, karena konsep pembenaran diri yang berulang-ulang dan turun temurun, tanpa mau membuka diri untuk wacana yang "maybe" lebih baik.
Jujur saya "mumet" saat memikirkan hal ini, semumet Anda saat membaca tulisan saya ini kali ya ... heheheh :)

Tidak, saya yakin ini tidak terjadi di keluarga Anda, pasti ini hanya terjadi di dalam tubuh keluarga besar saya. Dan sayangnya, saya melihat kenyataan positif dari "istri orang lain". Begitu mesranya, begitu nikmatnya mendengar percakapan mereka sehari-hari dan menyenangkan membayangkan kira-kira akan seperti apa anaknya nanti saat dewasa dan harus terjun dalam dunia yang fana ini.

Pasti anaknya akan menjadi anak yang berani memilih (karena tidak pernah ditakut-takuti, tidak over protect).

Pasti anaknya akan menjadi anak yang memiliki kebanggaan diri (karena orang tuanya saja bangga kepada dia, bahkan kepada hal-hal yang dianggap remeh oleh orang lain, seperti nilai yang di bawah angka sempurna)

Pasti anaknya akan menjadi anak yang kreatif (karena tangannya tidak pernah berhenti diarahkan oleh orang tuanya untuk melakukan semua hal-hal kecil dan besar, bahkan bila itu akhirnya akan merepotkan kedua orang tuanya)

Pasti anaknya akan menjadi anak yang penuh kasih (karena telinganya senantiasa mendengar ucapan cinta dan kasih dari kedua orang tuanya)

Pasti anaknya akan menjadi anak yang penuh pengertian (karena tidak pernah didikte untuk melakukan atau untuk tidak melakukan sesuatu)

Paling tidak kepastian ini adalah pengulangan positif dari si "Istri orang lain" dan suaminya. Andai terjadi hal-hal yang diluar perkiraan mereka, mereka masih mempunyai pengharapan yang "pasti" lebih baik.
** Ini bayanganku lho yah :)

Tidak, saya tidak sedang membandingkan 2 orang sister tersebut dengan istri orang lain, namun saya sedang mengajak Anda yang lagi kelebihan waktu karena membaca tulisan ini (hehehehe .. jangan kapok yah), untuk lebih memperhatikan apa yang keluar dari mulut Anda dan bahasa tubuh Anda, yang "maybe" akan terekam di memori anak Anda, dan kelak akan keluar menjadi sesuatu yang positif atau sesuatu yang negatif.

Pilihan Anda.


*ting *ting ;)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
;