Aku mengenalnya saat kami masih sama-sama beraktifitas di gereja. Aktifitas kepemudaan gerejalah yang akhirnya membuat kami selalu bersama, karena kami berada pada satu komisi yang sama, komisi pendanaan yang bertujuan mencari dana untuk setiap kegiatan pemuda gereja saat itu. Aktifitas yang ... jujur dalam hati aku tentang, karena banyak hal dan banyak alasan yang mungkin cukup aku sendiri yang mengetahui.
Kami selalu bersama, saat kami harus mengumpulkan barang-barang untuk kami jual, maupun saat kami harus menghitung jumlah uang yang harus kami bayar ke pihak supplier untuk seterusnya disetorkan ke kas pemuda. Sungguh satu kegiatan yang cukup melelahkan dan tidak satu peserpun dari hasil penjualan tersebut yang kami nikmati, karena kami yakin, kerja keras ini adalah untuk aktifitas pemuda gereja, meskipun pada akhirnya aku simpulkan sebagai satu kegiatan yang kurang maksimal dan hampir mendekati titik sia-sia. Namun kembali kami berpikir, tidak ada yang sia-sia untuk Tuhan. That's it.
Satu malam, setelah seharian kami jalan bersama, aku mengajaknya ke sebuah Warung yang menjual STMJ di daerah Kawi. Sebenarnya ini hanya "taktik"-ku saja, karena aku merencanakan untuk menyatakan isi hatiku kepadanya malam itu. Setelah memesan 2 gelas STMJ, aku mulai mengawali pembicaraan. Hal-hal yang ringan, yang selalu bisa membuatnya tersenyum dan tertawa. Hahhhh, senyum dan tertawa yang membuatku harus menahan degup jantung yang kuat, saat aku menyatakan, jika aku menyukainya dan ingin dia menjadi pacarku. Sejurus kemudian, dia terdiam, aku terdiam, kami sama-sama terdiam. Aku menanti jawabannya. Benar kata orang-orang, laki-laki itu menang dalam hal memilih pasangan, namun perempuan menang dalam hal menolak pasangan. Dan, itulah hal terpahit yang aku alami sejak aku memiliki pacar pertama kali, ... jujur dia bukan yang pertama, tapi yang keempat, itupun yang resmi, kalau yang tidak resmi ... hehehehe ... tidak tahu deh :)
Ahh, ingin aku mempercepat malam ini yang terasa lambat, dingin dan membuatku pusing. Segera aku bayar STMJ yang belum kami habiskan malam itu. Aku tidak peduli, ingin rasanya segera pulang, masuk kamar dan meluapkan kekecewaanku karena di tolak. Hahhh, baru kali ini aku di tolak. Campur aduk rasanya isi kepalaku, satu ingin pulang segera, satu ingin tetap bersamanya, siapa tahu dia akan berubah pikiran atau hanya menggodaku, namun hingga saat aku mengantarnya pulang, aku tetap ditolak. Malangnya aku, malangnya STMJ yang belum sempat aku habiskan.
Beberapa hari setelah kejadian tersebut, aku mengajaknya ke rumah tinggalku, rumah milik kakek dan nenekku. Sebenarnya ini adalah hal yang biasa aku lakukan bersamanya, karena hampir setiap kegiatan yang berhubungan dengan aktifitas kepemudaanku di gereja, selalu aku lakukan di rumah. Namun hari itu, aku ingin menanyakan kembali perasaannya kepadaku. Senyumannya, tertawanya, pandangan matanya, ternyata tidak bisa membuatku berpaling darinya.
Ah, kebetulan hari itu Mamaku membuat rujak gobet atau rujak serut kesukaanku, segera aku mengambil gelas kosong dan mengisinya dengan rujak gobet tersebut. Aku bawa 2 buah gelas yang berisi rujak ke ruang tamu, tempat dimana dia sedang menungguku. Hmmm, semoga ini adalah awal yang baik, pikirku. Sambil mengobrol, aku habiskan rujak gobet tersebut, wah segar sekali rasanya, setelah dibakar panasnya matahari siang.
Pelan-pelan aku awali pembicaraanku. Aku tidak mau membuatnya tersinggung, aku menyayanginya, makanya aku harus berhati-hati. Salah sedikit, wah bisa ditolak lagi. Bayang-bayang penolakan di malam itu masih terbersit sekilas, dua kilas, tiga kilas, aduh ... ngomong tidak ??
Akhirnya kuulangi kembali pertanyaanku kepadanya. Aku benar-benar menyayanginya, aku benar-benar yakin, dia akan jadi yang terakhir untukku. (cieeee :) )
Dan, eng ing eng ... dengan lembut, dengan pandangan yang selalu membuat jantungku berdegup kencang, dengan senyuman, dia berkata "Iya".
Hah, dia terdiam, aku terdiam, kami terdiam lagi. Namun kali ini terdiam dengan penuh perasaan gembira. Dan "geblek"-nya aku bertanya, ... maksudnya bagaimana ? Nah nah nah, geblek kan ... ditolak bingung, sekarang diterima, juga masih bingung ... payah bener :)
Yes, hari itu, tanggal 23 Mei, kami telah menjadi pacar, pasangan kekasih, pasangan yang tengah di mabuk asmara, pasangan yang ingin saling belajar satu dengan lainnya.Apapun itu istilahnya, yang jelas aku senang dan gembira sekali.
Dan tahun ini, telah lebih dari 10 tahun aku bersamanya. Suka duka itu bukan hal yang aneh bagi kami. Kerikil kecil yang kadang membuat kami terjatuh, batu besar yang kadang menggelinding di depan kami, hanyalah satu dari sekian banyak suka dan duka yang kami alami bersama. Hari inipun aku kembali mengenang saat-saat bersamanya, saat aku mengatakan aku mencintainya, saat aku mengucapkan janji di depan Tuhan, saat aku bertengkar dengannya, saat aku melukai perasaannya, saat aku membuatnya gembira dan tertawa, saat aku bergumul menghadapi masalah bersama dengannya, saat aku membesarkan anak kami satu-satunya, saat aku tidak punya apa-apa lagi,saat aku sakit, saat aku ada masalah, saat aku lelah, saat aku frustrasi, saat aku merasa hidup ini tidak ada gunanya lagi, bahkan saat aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku.
Dan hingga semua saat-saat tentang aku itu semua berakhir, dia tetap bersamaku.
Kadang dia akan mengambil posisi di depanku, saat aku merasa tidak sanggup lagi, kadang dia ada di sampingku, saat aku merasa goyah, kadang dia ada di belakangku saat dia ingin aku untuk tetap maju. Di semua saat-saat itu, dia selalu ada.
Dia istriku saat ini, dia tulang rusukku yang telah hilang dan dipertemukan kembali olehNya, dia Aning yang akan selalu aku cintai.
Kami selalu bersama, saat kami harus mengumpulkan barang-barang untuk kami jual, maupun saat kami harus menghitung jumlah uang yang harus kami bayar ke pihak supplier untuk seterusnya disetorkan ke kas pemuda. Sungguh satu kegiatan yang cukup melelahkan dan tidak satu peserpun dari hasil penjualan tersebut yang kami nikmati, karena kami yakin, kerja keras ini adalah untuk aktifitas pemuda gereja, meskipun pada akhirnya aku simpulkan sebagai satu kegiatan yang kurang maksimal dan hampir mendekati titik sia-sia. Namun kembali kami berpikir, tidak ada yang sia-sia untuk Tuhan. That's it.
Satu malam, setelah seharian kami jalan bersama, aku mengajaknya ke sebuah Warung yang menjual STMJ di daerah Kawi. Sebenarnya ini hanya "taktik"-ku saja, karena aku merencanakan untuk menyatakan isi hatiku kepadanya malam itu. Setelah memesan 2 gelas STMJ, aku mulai mengawali pembicaraan. Hal-hal yang ringan, yang selalu bisa membuatnya tersenyum dan tertawa. Hahhhh, senyum dan tertawa yang membuatku harus menahan degup jantung yang kuat, saat aku menyatakan, jika aku menyukainya dan ingin dia menjadi pacarku. Sejurus kemudian, dia terdiam, aku terdiam, kami sama-sama terdiam. Aku menanti jawabannya. Benar kata orang-orang, laki-laki itu menang dalam hal memilih pasangan, namun perempuan menang dalam hal menolak pasangan. Dan, itulah hal terpahit yang aku alami sejak aku memiliki pacar pertama kali, ... jujur dia bukan yang pertama, tapi yang keempat, itupun yang resmi, kalau yang tidak resmi ... hehehehe ... tidak tahu deh :)
Ahh, ingin aku mempercepat malam ini yang terasa lambat, dingin dan membuatku pusing. Segera aku bayar STMJ yang belum kami habiskan malam itu. Aku tidak peduli, ingin rasanya segera pulang, masuk kamar dan meluapkan kekecewaanku karena di tolak. Hahhh, baru kali ini aku di tolak. Campur aduk rasanya isi kepalaku, satu ingin pulang segera, satu ingin tetap bersamanya, siapa tahu dia akan berubah pikiran atau hanya menggodaku, namun hingga saat aku mengantarnya pulang, aku tetap ditolak. Malangnya aku, malangnya STMJ yang belum sempat aku habiskan.
Beberapa hari setelah kejadian tersebut, aku mengajaknya ke rumah tinggalku, rumah milik kakek dan nenekku. Sebenarnya ini adalah hal yang biasa aku lakukan bersamanya, karena hampir setiap kegiatan yang berhubungan dengan aktifitas kepemudaanku di gereja, selalu aku lakukan di rumah. Namun hari itu, aku ingin menanyakan kembali perasaannya kepadaku. Senyumannya, tertawanya, pandangan matanya, ternyata tidak bisa membuatku berpaling darinya.
Ah, kebetulan hari itu Mamaku membuat rujak gobet atau rujak serut kesukaanku, segera aku mengambil gelas kosong dan mengisinya dengan rujak gobet tersebut. Aku bawa 2 buah gelas yang berisi rujak ke ruang tamu, tempat dimana dia sedang menungguku. Hmmm, semoga ini adalah awal yang baik, pikirku. Sambil mengobrol, aku habiskan rujak gobet tersebut, wah segar sekali rasanya, setelah dibakar panasnya matahari siang.
Pelan-pelan aku awali pembicaraanku. Aku tidak mau membuatnya tersinggung, aku menyayanginya, makanya aku harus berhati-hati. Salah sedikit, wah bisa ditolak lagi. Bayang-bayang penolakan di malam itu masih terbersit sekilas, dua kilas, tiga kilas, aduh ... ngomong tidak ??
Akhirnya kuulangi kembali pertanyaanku kepadanya. Aku benar-benar menyayanginya, aku benar-benar yakin, dia akan jadi yang terakhir untukku. (cieeee :) )
Dan, eng ing eng ... dengan lembut, dengan pandangan yang selalu membuat jantungku berdegup kencang, dengan senyuman, dia berkata "Iya".
Hah, dia terdiam, aku terdiam, kami terdiam lagi. Namun kali ini terdiam dengan penuh perasaan gembira. Dan "geblek"-nya aku bertanya, ... maksudnya bagaimana ? Nah nah nah, geblek kan ... ditolak bingung, sekarang diterima, juga masih bingung ... payah bener :)
Yes, hari itu, tanggal 23 Mei, kami telah menjadi pacar, pasangan kekasih, pasangan yang tengah di mabuk asmara, pasangan yang ingin saling belajar satu dengan lainnya.Apapun itu istilahnya, yang jelas aku senang dan gembira sekali.
Dan tahun ini, telah lebih dari 10 tahun aku bersamanya. Suka duka itu bukan hal yang aneh bagi kami. Kerikil kecil yang kadang membuat kami terjatuh, batu besar yang kadang menggelinding di depan kami, hanyalah satu dari sekian banyak suka dan duka yang kami alami bersama. Hari inipun aku kembali mengenang saat-saat bersamanya, saat aku mengatakan aku mencintainya, saat aku mengucapkan janji di depan Tuhan, saat aku bertengkar dengannya, saat aku melukai perasaannya, saat aku membuatnya gembira dan tertawa, saat aku bergumul menghadapi masalah bersama dengannya, saat aku membesarkan anak kami satu-satunya, saat aku tidak punya apa-apa lagi,saat aku sakit, saat aku ada masalah, saat aku lelah, saat aku frustrasi, saat aku merasa hidup ini tidak ada gunanya lagi, bahkan saat aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku.
Dan hingga semua saat-saat tentang aku itu semua berakhir, dia tetap bersamaku.
Kadang dia akan mengambil posisi di depanku, saat aku merasa tidak sanggup lagi, kadang dia ada di sampingku, saat aku merasa goyah, kadang dia ada di belakangku saat dia ingin aku untuk tetap maju. Di semua saat-saat itu, dia selalu ada.
Dia istriku saat ini, dia tulang rusukku yang telah hilang dan dipertemukan kembali olehNya, dia Aning yang akan selalu aku cintai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.