Padang Gurun

Apakah ini proses Padang Gurun yang harus aku jalani ?

Saat pagi mulai menjelang, desiran angin sisa semalam lembut menyusuri kulitku. Rasanya berat mata ini untuk membuka. Letih, penat, lelah masih menggelayuti setiap sendi-sendiku. Aku kuatkan diriku untuk memulai proses di hari ini.

Siang menjelang.
Matahari mulai menyengat seluruh permukaan kulitku. Sengatnya sedemikian kuatnya, hingga bulir-bulir keringat mulai membasahi sekujur tubuhku. Dari atas kepala, hingga ujung jemari kakiku, semua terasa panas.
Aku bahkan tidak bisa menggambarkan lagi rasa sakit yang aku alami. Sesak menyerang dadaku, pusing menemani kepalaku.



Rasa-rasanya tidak ada satu bagianpun dalam tubuhku yang tidak merasakan sakit yang luar biasa ini.
Pikiranku bahkan tidak lagi bisa membedakan realita dan fatamorgana.

Hingga ......
Kepanikan datang beruntun.
Ketakutan mulai menancapkan kuku-kuku tajamnya.
Kecemasan menyeringai, menunjukkan gigi-giginya yang seram.

Mual menemani.


Siang berganti sore, sore digantikan sang malam.
Hawa dingin menembus kulitku, seolah ingin berkenalan dengan tulang-tulangku.
Aku kuatkan diriku.
Berdiam diri, dibawah lindungan-Nya, agar aku bisa melewati hari ini ....
dan menyapa pagi.

Tetap di tengah-tengah padang gurun.

Saat Dia, menyediakan manna untuk makananku.
Saat kubuktikan ketamakankanku dan manna pun menjadi serpihan-serpihan tak berwujud.

Saat Dia menjadi tiang awan di siang hari dan menjadi tiang api di malam hari.
Saat Dia menuntunku menuju Tanah Perjanjian.
Saat Dia mengajarku untuk bersabar dan mengikuti Dia sepenuhnya.


Padang Gurun, saat Dia ingin aku memiliki pengalaman pribadi dengan-Nya.
Padang Gurun, bukan sesuatu yang terburuk.
Karena bagian terburuknya adalah saat aku menghujat, menghina, memandang rendah orang lain yang masih berputar, yang masih kepanasan, yang masih kedinginan ... di Padang Gurun.

Dan yang paling terburuk diantara yang terburuk, saat aku merasa bisa dan mampu, ... tanpaNya.