" Aku merasa tidak berdaya, tidak punya kemampuan untuk berkata "tidak", bahkan kepada hal-hal yg aku tidak sukai."
Kenapa saat kecil aku harus ke gereja setiap hari Minggu. Dan bila aku tidak ke gereja, aku seperti mendapatkan neraka di rumah Lahor. Aku tidak digubris dan tidak disapa oleh Papaku. Malukah Papaku kepada Eyangku, karena mungkin dianggap tidak bisa mendidik aku dengan baik ?
Kenapa aku harus berkomunikasi dengan mereka dengan bahasa Krama Inggil ?
Sehingga saat aku tidak bisa ngomong, aku tidak diajak berbicara selama lebih dari seminggu.
Kenapa aku harus belajar berenang ? Dengan alasan, kalau nanti Malang banjir, aku jadi bisa berenang ? Itu alasan yang benar atau hanya untuk guyonan sih ?
Karena aku tidak bisa membedakan Mamaku, saat guyonan dan saat serius. Itu yang sering terjadi. Aku tidak bisa membedakannya. Sepertinya hanya saat aku melakukan kesalahan, lalu aku dimarahi oleh Mama, itu adalah saat paling serius.
Kenapa saat SD, aku tidak boleh ikut karate seperti teman-temanku yang lain ? Kenapa aku harus ikut melukis ? aku tidak bisa melukis sebaik Papa. Hingga saat inipun aku tidak bisa melukis. Meskipun aku bekerja di bidang design, bahkan menurutku lebih baik anakku daripada aku dalam hal melukis ini.
Kenapa saat aku masih kecil, makan pun harus di atur sedemikian rupa ? Yang tua harus didahulukan, anak-anak belakangan. Mengapa sebuah mangga saja, harus dibagi untuk sebegitu banyak orang ? Tidak bolehkah aku mendapat sedikit lebih banyak, aku masih ingin. Apakah orang-orang tua jaman dulu tidak cukup makan saat masih kecil ? Sehingga saat sudah tua pun, merasa harus tetap didahulukan ? Ataukah karena mereka yang bekerja mencari uang, sedangkan aku hanya "penumpang gelap" ?
Kenapa saat aku masih kecil, saat liburan sekolah tiba, aku tidak bisa bangun siang ? Kenapa aku harus tetap melakukan rutinitas menyapu rumah, menyapu halaman dan tidak ada kegiatan lain yang bisa aku lakukan ? Meskipun hanya untuk bangun siang. Tabukah bangun siang di keluarga besarku di Lahor ? Apa alasannya ? Apa Papa Mamaku malu lagi, melihat anaknya tidak membantu Eyangnya bekerja ? Aku cuma ingin menikmati saja, satu hari kebebasan tanpa ada beban belajar, seperti teman-temanku yang lain.
"Aku selalu dipersalahkan untuk semua hal, tanpa aku bisa menjelaskan alasanku bertindak demikian."
Kenapa saat aku menyapu halaman rumah Lahor, dan aku menggunakan sepatu rodapun, itupun menjadi suatu hal yang dipandang tidak serius untuk bekerja ? Bukankah yang penting aku bantu membersihkan halaman rumah dari daun-daunan ?
Kenapa saat Suami baru tanteku, mengepel rumah Lahor, aku dipandang bersalah oleh Tanteku ? Sambil berkata, "delok'en, mosok omah'e kotor gak kok pel, sampek wong liyo sing nge-pel, gak isin tah". Padahal saat itu, aku menyapu halaman rumah, dengan sepatu rodaku. Apa sih salahnya Suami Tante yang mengepel ? Bukankah ini juga menjadi rumahnya ? Bukankah dia juga tinggal disini ? Kenapa harus malu ? Itu suamimu kan ?
Kenapa saat aku masih kecil, saat aku menangis, tidak ada satu orang pun yang memeluk aku? Kenapa aku harus diikat dengan handuk di tiang rumah, di depan dapur rumah Lahor ?
Kenapa saat aku kecil, aku tidak boleh keluar untuk mencari laron bersama teman-teman satu kampung di Cidanau ? Sehingga saat aku keluar rumah, Papa mengunci pintu dan tidak mengijinkan aku untuk masuk. Mereka juga punya orang tua, mereka diijinkan, kenapa aku tidak ? Apakah tidak terhormat ataukah Papa Mamaku merasa, jika aku di luar sana, aku seperti anak yang tidak terdidik dengan benar ? Apakah didikan yang benar itu, anak harus menurut dan diam di dalam rumah terus ? Belajar terus ?
" Aku selalu merasa malu dan dipermalukan "
Kenapa Mama, harus mengatakan keburukanku di depan teman-temanku saat mereka main di rumah ?
Kenapa Mama, harus mengatakan sesuatu hal yang memalukan buat aku, kepada teman-temanku ?
Meskipun aku masih kecil, aku sudah punya perasaan malu. Apakah memang dengan aku dipermalukan di depan teman-teman, maka aku bisa berubah ?
Tidak adakah dalam diriku, sesuatu yang bisa Papa Mama banggakan kepada orang lain ? Ataukah mengatakan kebanggaan itu adalah suatu kesombongan ?
" Aku selalu merasa dihakimi, tanpa ada hakim yang jelas "
Kenapa orang tua yang bersalah, tidak pernah mau mengakui kesalahannya ? Malukah ? Bukankah kalian bisa memberiku pengertian, bahwa orang tua seperti kalian juga manusia biasa, yang bisa salah dan tidak selalu benar, dan juga butuh belajar ? Apakah orang tua selalu benar ?
Hal-hal ini menjadikan aku keras dalam mendidik anakku, dan aku sadari, saat semuanya telah terlambat, bahwa aku SALAH.
Inilah jalan cerita pelengkap penderitaanku hingga saat ini. Sekali lagi aku katakan, tolong, jaga anak-anak kalian. Aku sangat peduli tentang masa depan anak-anak yang seharusnya ceria tanpa ada sunggingan kesedihan, kekecewaan, ketakutan di mata dan di bibir.
Cukup satu Wendhi saja di dunia ini yah. Jangan ada yang lain.
Doakan, agar caraku yang salah mengajar anakku selama ini, tidak menjadikan dia ... seperti aku.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.