Kadang aku heran dan lebih banyak tidak dapat menerima, mengapa kisah hidupku berjalan seperti saat ini. Saat-saat dimana aku merasa tidak bisa hidup normal seperti orang pada umumnya. Kadangkala aku bisa merasa cukup banyak alasan untuk bersukacita, misal karena anggota badanku yang lengkap, karena anak dan istriku, karena pekerjaanku, karena hal-hal yang bisa aku pikirkan. Namun banyak kala, aku tidak bisa bersukacita dan terkurung dalam penjara kesedihan yang cukup dalam, saat aku melihat orang lain bisa melakukan hal-hal kecil yang tidak bisa aku lakukan dan hal-hal itu adalah benar-benar hal yang kecil.
Kemarin saat aku sedang dalam perjalan pulang dari tempatku bekerja, sekilas terbayang hal-hal menyedihkan dan menyakitkan yang dilakukan orang tuaku kepadaku.
Timbul rasa marah, marah sekali, mengapa mereka harus melakukan itu kepadaku. Mengapa mereka tidak bisa merasakan betapa aku tidak ingin diperlakukan seperti itu. Cukup lama hal-hal tersebut keluar dari celah-celah pikiranku yang terdalam, sebelum akhirnya aku berkata dalam hati, "Semoga aku tidak melakukan hal-hal tersebut kepada anakku, Daniel Dandy". Dan apabila aku melakukannya, semoga itu hanya sedikit dan tidak berpengaruh kepada kehidupan anakku selanjutnya. Kata-kata itu saja yang aku ulang-ulang, entah aku sedang berdoa atau aku hanya sedang menyemangati diriku sendiri, hingga aku tiba di ujung jalan menuju rumahku.
Beberapa hari sebelumnya aku sempat bercakap-cakap dengan salah seorang Manager di tempatku bekerja. Dia menceritakan tentang anaknya yang diikutkan les gitar dengan alasan untuk menenangkan emosi anaknya yang kadang meletup. Aku bertanya, seperti apa emosi yang ditunjukkannya. Dan dia bercerita,
"Jika anakku marah, dia selalu seperti menahan amarahnya, tidak bisa langsung keluar. Istilahnya "getem-getem" (ndak tahu aku apa bahasa Indonesia yang tepat untuk istilah ini). Namun setelah aku ajak berbicara, baru kemarahannya bisa keluar dan dia bisa menangis".
Aku sempat tanyakan juga, sejak kelas berapa dia mengamati perubahan anaknya tersebut, dan dia menjawab "Kelas 6 SD".
Wow, kelas 6 SD. Aku juga mengalami sesuatu yang akhirnya menjadi "hantu" bagi hidupku saat ini, saat aku kelas 6 SD. Sebenarnya apa yang terjadi dengan anak-anak di usia-usia tersebut. Dan aku kembali teringat kepada anakku, dia saat ini juga sedang menempuh pendidikan di bangku kelas 6 SD.
Ada rasa takut.
Rasa takut bila aku salah dalam mendidik anakku. Rasa takut bila aku melukai perasaannya. Aku tidak tahu apa-apa tentang kelas perkembangan anak, salah satu konsep pendidikan yang dilontarkan kakak iparku yang dulu kuliah di Psikologi. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa untuk anakku. Aku hanya bisa menyemangatinya, aku hanya bisa mengajaknya untuk lebih bisa bertanggung jawab dengan pilihannya sendiri, aku hanya bisa menegurnya dengan lembut saat aku merasakan sesuatu yang tidak sesuai, namun aku sendiri tidak yakin apakah hal yang tidak sesuai ini, karena memang tidak sesuai ataukah hanya karena didikanku di masa lalu.
Aku benar-benar tidak punya nilai sendiri untuk apa yang lakukan, aku benar-benar tidak punya keyakinan pada semua hal yang aku lakukan. Aku tidak punya alasan tepat, mengapa aku harus melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal. Aku tidak punya kekuatan untuk mengatakan iya atau tidak pada hal-hal di sekitarku. Aku merasa lelah, letih, penat, keningku rasanya penat sekali dan mataku terasa berat untuk membuka.
Hari ini, aku benar-benar tidak enak.
20 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.