Guru adalah sosok pertama di luar keluarga yang cukup aku takuti di awal pertemuan. Bukan karena wajahnya yang "sangar", namun lebih kepada berbedanya harapanku akan sosok seorang guru yang ramah, yang mendamaikan, yang mau dan bisa mengerti aku. Mungkin lebih daripada keluargaku sendiri.
Taman Kanak Kanak menjadi tempat pertamaku bertemu dengan seorang guru. Aku tidak menyimpan banyak kenangan manis di TK, atau bahkan aku tidak mempunyai kenangan manis. Hal yang menggelikan adalah saat orang tuaku dipanggil, yang akhirnya diwakili oleh adik Papa, gara-gara aku berkata "grombyangan ae yo",
pada guruku saat ia menjatuhkan kotak penyimpanan alat permainan (lilin / malam).
Bu Guru, boleh aku berterus terang, aku bahkan tidak menyadari sesuatu yang aku katakan tersebut, sesuatu yang meluncur dari mulutku dengan begitu saja. Aku bahkan tidak ingat, bagaimana aku mengatakannya dengan detil, bagaimana aku mendapat perkataan itu, bagaimana aku tidak berharap apa-apa saat aku mengatakannya, hanya kata-kata yang keluar begitu saja dari mulut kecilku. Namun akibatnya, orang tuaku harus dipanggil dan aku harus meminta maaf di hadapanmu, Bu Guruku, dengan disaksikan adik Papa. Jujur, aku benar-benar tidak tahu, mengapa juga aku harus meminta maaf. Dan untuk Ibu tahu, aku baru tahu bahwa aku pernah mengatakan kata-kata tersebut, jauh setelah aku SD.
SD, kedua kalinya aku bertemu dengan guru yang berbeda. Yang kuingat adalah aku mempunyai sosok seorang Guru yang menyeramkan untuk aku kecil. Guru wanita yang pemarah, guru wanita yang mempunyai sorot mata yang dingin dan tak kenal ampun, itu istilahku saat ini. Selain dia, ada satu guru lagi, yang sebenarnya cukup humoris, namun saat menghukum dia tak segan-segan menarik rambut yang tumbuh di sekitar pipi kita (godeg=bahasa jawanya), wuh menyakitkan sekali.
Di SD pula, aku menemui istilah guru yang "ngecingan", sori aku tidak menemukan istilahnya dalam bahasa Indonesia, cuma kurang lebih artinya adalah guru yang selalu mengawasi kita, selalu mencari kesalahan kita dan rasa-rasanya meskipun kita sudah berbuat benar, tetap saja selalu ada salahnya. Hehehe. Belum lagi jika sudah main hukum, wuih, mulai dari berdiri di depan kelas dengan kaki di angkat satu, di lempar rotan, di lempar kapur, rasa-rasanya ingin segera liburan, atau yang paling cepat adalah ingin cepat pulang. Tidak ada enak-enaknya belajar di sekolah.
Dan di SD pula, aku menemui guru yang baik, yang mau mengerti humor-humorku yang tidak pada tempatnya, yang mau mencari kelebihanku di balik kekuranganku, yang mau tersenyum dan mengajakku ngobrol di luar jam sekolah.
Lain lagi dengan di SMP. Mungkin yang dapat aku ingat adalah, para guru di SMPku lebih banyak bertoleransi. Namun bukan berarti mengurangi kedisiplinan.
Demikian pula dengan SMA. Tak banyak berbeda dengan guru-guru SD dan SMP.
Sehingga membuatku berkesimpulan,
Guru, buatku adalah sosok yang selalu ingin di hormati, sosok yang jarang mau mengerti siswanya, bahkan tak jarang yang memperlakukan siswanya menurut kehendak hatinya. Bukankah siswa juga punya kehidupan sendiri, kehidupan di rumah, kehidupan dalam berteman dengan teman-teman seusianya, mengapa kebenaran yang diyakini oleh seorang guru harus di tanamkan (anchor) kepada siswa-siswinya ?
Guru, buatku adalah sosok yang sudah mempunyai nilai kehidupan yang diyakininya benar dan ingin siswa-siswinya bisa meniru nilai kehidupan dia. Bayangkan, di satu sekolah ada lebih dari 5 guru, apakah mungkin aku meniru masing-masing nilai kehidupan mereka ?
Guru, buatku adalah sosok manusia biasa. Namun mereka tidak pernah mau mengakui jika mereka adalah manusia biasa. Yang aku lihat, mereka selalu meyakini bahwa mereka benar, mereka tidak pernah meminta maaf jika bersalah, atau andaikata mereka bersalah, mereka akan menanggapinya dengan guyon yang "diguyon-guyonkan", coba kalau aku yang salah, aku beri mereka guyonan, runyam pasti ... heheheh :)
Guru, buatku adalah sosok yang akan menderita seumur hidupnya. Saat mereka mengajari atau mengatakan sesuatu yang harus kita dengar, dan ternyata suatu saat ditemukan bahwa sesuatu itu adalah salah, secara tidak langsung mereka telah berdosa karena mengajari sesuatu yang salah. Dan aku yakin, mereka akan ingat kesalahan tersebut seumur hidupnya, tanpa bisa mempunyai kesempatan untuk merubahnya, untuk mengatakannya kepada aku muridnya.
Guru, buatku adalah sosok yang baik. Dia mau mengerti bahwa di usiaku saat itu, aku masih membutuhkan bimbingan, aku masih membutuhkan panutan, aku masih gamang dalam menjalani hidup ini, aku masih tidak tahu tujuanku hidup, bahkan hingga saat inipun. Satu kali dengan pandangan mata keibuannya, dia akan mendamaikan hatiku yang gundah karena rasa bersalah. Dia tahu, bahwa di saat aku tidak mengerjakan tugas, ada rasa tak karuan di hati dan pikiranku. Dia juga bisa tahu, aku sedang mengalami masalah di rumah ataupun di sekolah dengan teman-temanku.
Sayangnya, guruku yang baik ini, tidak bisa menjadi ibuku. Aku hanya bisa membayangkan jika dia adalah ibuku. Mungkin setiap pagi aku akan bersemangat untuk bersekolah dan tidak mempedulikan sorot sadis guru-guru yang lain, karena aku lupa mengerjakan tugasku.
Bu Guru dan Pak Guruku saat TK dan SD, maaf, aku cuma murid biasa yang juga kadang mempunyai masalah di rumah, tolong jangan ditambahi lagi di sekolah. Kadang aku juga tidak tahu mengapa aku melakukan hal-hal tersebut, semuanya terjadi begitu saja tanpa aku sadari. Tolong pahami aku sedikit saja. Aku juga mempunyai kebingungan, kekuatiran dan ketakutan saat aku merasa, bahwa aku tidak bisa mengerjakan satu tugas, ulangan atau apapun yang Anda berikan. Jujur aku cuma ingin memberikan yang terbaik bagi Anda, agar nilaiku juga baik, supaya aku bisa naik kelas dan lulus. Maukah kalian sebentar saja menjadi Papa dan Mamaku di sekolah ? Aku takut sekali di sekolah, aku merasa tidak memiliki siapa-siapa disana.
Bu Guru dan Pak Guruku saat SMP dan SMA, sori, aku kadang ingin kalian menjadi teman buatku. Teman ngobrol, teman bercanda, teman yang mau mengerti masalah remaja seusiaku. Tidakkah itu menyenangkan buat Anda semua, bahwa aku bisa terbuka, percaya dan bercerita kepada Anda semua, tentang apa yang aku alami ? Apakah Anda lebih mementingkan keberhasilan Anda di dalam mengajar, ataukah Anda peduli pada nasib kami selepas sekolah ? Pernahkah Anda mencari tahu, menjadi apakah siswa-siswi yang Anda ajari dulu ? Ingatkah Anda pada siswa-siswi yang pendiam, yang tidak berprestasi, yang selalu membuat keonaran, yang unik ataukah yang hebat dan pintar serta mengharumkan nama sekolah tempat Anda mengajar ?
Maaf, tidak ada maksud mendeskriditkan semua guru, sekali lagi ini hanya pengalaman hidupku bertemu dengan Guru. Aku hanya berharap tulisanku bisa dibaca oleh para guru. Aku hanya berharap mereka bisa memahami murid-muridnya lebih lagi. Mungkin pekerjaan Guru untuk mengajar sudah cukup berat, namun percayalah, jerih payah Anda akan berbuah suatu saat nanti. Nanti, saat anak didik Anda, kembali kepada Anda, tersenyum dan menemani Anda di usia yang semakin senja. Hormatku untukmu guru-guruku. Maafkan polah tingkahku dulu. Aku hanya siswa biasa, yang ingin mencari perhatian Anda.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.