Kamis, 27 Oktober 2011

Itu adalah Anugerah

Pergumulanku dalam memerangi "penyakit"ku belumlah berakhir. Kadang terasa amat sangat berat lawanku hari ini, namun kadang aku merasa yakin telah menang "WO" atasnya. Dan banyak pula di antara waktu-waktu tersebut aku tidak mempunyai keyakinan, bahwa aku bisa mempencundangi lawanku hari ini dan ingin rasanya segera lari lalu meloncat dari ring pertandingan tanpa sempat mempertontonkan jurus ular, jurus monyet, jurus semut, jurus kutu dan jurus-jurus lainnya yang telah aku pelajari sebelumnya. Kalah WO rasanya lebih enak untukku, sehingga aku bisa kembali duduk dan bersembunyi dalam kengerian serta ketakutan.

Dan dalam segala hari-hari yang aku lalui tersebut, aku menemukan satu kata, yakni "Anugerah". Aku tak tahu, mana yang benar, "anugrah" atau "anugerah, yang pasti "si anu" aku libatkan dalam hal ini. Di dalam penemuanku, aku tidak bisa menjelaskan secara detil apa artinya. Mungkin karena aku malas untuk menghidupkan internet dan mencari artiannya di kamus online Indonesia, namun aku berusaha untuk menggamblangkannya menurut pengalamanku dan pengertian yang aku peroleh secara tidak langsung.




Sering aku melihat di TV banyak acara-acara yang memberikan "anugerah" kepada seseorang atas apa yang telah dilakukannya, baik untuk sesama, maupun untuk instansi atau lembaga tertentu.
Contoh : Malam Penganugerahan bagi artis-artis film kelas dunia. Tentunya artis-artis film tersebut telah melakukan segala hal yang terbaik dalam hidupnya dan dicurahkannya segala macam usaha dan pikiran untuk memberikan yang terbaik pada bidang yang dilakoninya, dalam hal ini berakting. Atau mungkin anugerah yang diberikan kepada seseorang atas jerih payahnya dalam memperjuangkan kebersihan di daerah tempat tinggalnya.
Dan masih banyak lagi acara-acara penganugerahan yang diadakan sebagai bentuk apresiasi terhadap "sesuatu" yang dilakukan oleh seseorang.

Di luar acara-acara tersebut, kadangkala aku juga melihat beberapa manusia yang berbuat kebaikan tertentu untuk memperoleh suatu anugerah dari Tuhan yang dia percaya dan dia sembah. Mungkin anugerah pengampunan atas dosa-dosanya, mungkin anugerah kesembuhan dari sakit penyakit, mungkin juga anugerah keselamatan berupa Surga saat dia mati kelak.
Kemudian aku bertanya-tanya sendiri dalam pikiranku yang kadang berjalan tak tentu arah, "mungkin nggak sih, pengampunan dosa, kesembuhan, bahkan keselamatan dan Surga itu diberikan Tuhan sebagai anugerah dan cuma-cuma alias gratis, tanpa aku harus melakukan perbuatan apapun juga kepada sesama di dunia ?"
Pertanyaanku dipicu, sekali lagi oleh pikiranku, bahwa rasanya tidak mungkin bila aku harus menghitung-hitung berapa jumlah perbuatan baikku kepada sesama dan berapa jumlah dosaku kepada sesama dan Tuhan, kemudian bila hasil penjumlahan itu aku hitung selisihnya, kira-kira aku masuk Surga atau Neraka ? Kok rasanya sulit yah.
Contoh, aku berbuat baik kepada sesama, karena memberikan 50% hartaku bagi hidup dia, kira-kira berapa nominalnya perbuatan baikku di mata Tuhan ?
Lalu saat aku mengambil 1 CD dari puluhan CD yang aku beli lewat perusahaan, apakah itu mencuri ? Jika itu mencuri, berapa nominal perbuatan mencuriku itu di mata Tuhan ?
Belum lagi bila aku mencuri uang istriku ? Berapa lagi nominalnya ? Lalu timbul "pembenaran", lho aku kan tidak mencuri uang istriku, aku cuma menambah uang jajanku saja, lagipula uangku uangmu, uangmu uangku juga kan ? Ck ck ck ...

Itu adalah kesulitan-kesulitan sederhana yang terlintas di otakku. Makanya aku terpikir, bagaimana bila Tuhan memberikan semua itu sebagai anugerah yang 100% gratis. Manusia suka yang gratis-gratis toh. Mungkin nggak sih ?
Jika memang Tuhan akan memberikan semua itu sebagai anugerah yang cuma-cuma, apakah manusia akan berhenti berbuat baik ? apakah manusia harus berhenti untuk menolong sesama ? apakah manusia lebih baik tidak berdoa ?
Tidak, itu jawabanku, tidak tahu kalau jawaban orang lain :)
Manusia tetap harus berbuat baik kepada sesama, karena Tuhan telah terlebih dahulu berbuat baik kepadanya. Manusia tetap harus menolong sesama, karena Tuhan telah menyediakan banyak pertolongan untuknya. Manusia tetap harus berdoa, karena dengan berdoa manusia tetap meyakini ada kekuatan tak terbatas di atasnya. Namun lakukanlah itu untuk sesama dan untuk Tuhan, bukan untuk diri sendiri, apalagi bila bertujuan untuk mencari upah dari Tuhan.

Bagaimana dengan Surga ?
Aku tidak memiliki jawaban umum untuk ini, namun aku memiliki jawaban berdasarkan tingkatan imanku dan pikiranku saat ini. Buatku YESUS, yang telah mati di kayu salib, telah menjadi penjamin bahwa aku memiliki anugerah keselamatan, dengan arti sederhana, aku mati pasti akan masuk Surga. Lha, kalau aku dijamin pasti masuk Surga, bisa bebas dong berbuat dosa dan seenaknya sendiri ?
Tidak, itu jawabanku. Aku manusia biasa, tidak mungkin dalam 1 hari hidupku, dalam 1 jam nafasku, aku sama sekali tidak melakukan dosa, meskipun saat itu aku sedang berpuasa seharian. Namun aku akan lebih berhati-hati dalam melakukan segala sesuatu karena aku telah di-anugerahi keselamatan yang diberikan oleh YESUS melalui karya penyaliban-Nya.
Bentuk sederhananya, mungkin aku tidak bisa menghadang banner iklan di internet yang menunjukkan wanita dengan pose bugil atau setengah bugil, namun aku bisa menjauhkan diriku dari film-film porno. Itu masuk kategori berbuat zinah kan ?
Atau, saat aku harus mempergunakan 1 keping CD dari 100 keping CD yang dibeli oleh perusahaanku, maka aku akan menghitungnya sebagai hutang dan besok aku akan membeli gantinya. Jika aku berpura-pura untuk tidak perlu menggantinya, toh hanya 1 keping , itu masuk kategori mencuri toh ?
Hidup penuh kekudusan bukanlah hal yang mudah, namun berusaha untuk menjaga kekudusan adalah sesuatu hal yang lain.

Dan semuanya kembali pada sesuatu yang kita yakini sebagai iman.


***
http://www.renunganharian.net/index.php/2011/9-oktober/56-makin-berkobar

Dalam Perjalanan Seorang Musafir, John Bunyan menceritakan perjalanan Si Kristen ke Celestial City, kota surgawi yang kekal. Saat singgah di rumah Juru Penerang, ia melihat api yang menyala-nyala di muka tembok. Di depannya ada orang yang berdiri sambil berkali-kali menyirami api itu dengan air, tetapi api itu malah semakin berkobar. Juru Penerang  menjelaskan, api itu anugerah yang bekerja di hati orang percaya; orang yang menyiramkan air berusaha memadamkannya adalah si jahat. Lalu, mengapa api itu semakin berkobar? Juru Penerang memperlihatkan apa yang terjadi di balik tembok itu: Seseorang berdiri memegang bejana minyak dan terus-menerus, secara rahasia, menuangkannya ke dalam api itu. “Kristuslah,” kata Juru Penerang, “yang terus-menerus, dengan minyak anugerah-Nya, memelihara pekerjaan yang telah dimulai-Nya di hati seseorang.”

Bunyan berpijak pada penjelasan Rasul Paulus tentang pertumbuhan dan pendewasaan orang percaya. Pekerjaan Allah di dalam diri kita berlangsung seumur hidup dan berakhir saat kita bertemu muka dengan Kristus Yesus. Pekerjaan-Nya bagi kita berlangsung pada saat Kristus disalibkan. Pekerjaan-Nya di dalam diri kita dimulai ketika kita percaya kepada-Nya. Dia mengaruniakan Roh-Nya, yang menyertai kita selama-lamanya (Yohanes 14:16), untuk meneruskan dan menyempurnakan pekerjaan tersebut.

Apabila kadang muncul keraguan, dapatkah kita mengakhiri pertandingan iman ini dengan baik; kiranya nas hari ini meneguhkan keyakinan kita. Kemenangan kita bukan ditentukan oleh usaha kita, melainkan terjamin oleh anugerah-Nya

Mengenai hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus (Filipi 1:6)

APABILA MINYAK ANUGERAHNYA TERUS DICURAHKAN DALAM HATI KITA SIAPAKAH YANG SANGGUP MEMADAMKAN NYALA APINYA?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
;