Malam sudah turun dan menggantikan sore. Cukup larut Tanto dan Yahya pulang dari sekolah, usai mengerjakan beberapa tugas OSIS untuk esok hari. Di tengah jalan, tiba-tiba Tanto terdiam. Dia menarik tangan Yahya sambil berkata, "Rasanya aku harus pulang lewat jalan lain, tidak mungkin aku lewat jalan yang biasanya aku lalui." Terlihat kecemasan di wajah Tanto.
"Ada apa ? Mengapa kamu terlihat takut ?" tanya Yahya kemudian, sambil menenangkan temannya.
"Jalan yang biasa aku lalui bila malam hari, selalu banyak anak-anak nakal yang mabuk-mabukan. Aku tidak senang kepada mereka, karena mereka selalu meminta uang dan tidak segan-segan menyakiti siapapun juga yang lewat," jelas Tanto yang masih terlihat ketakutan.
"Namun jika aku harus berputar lewat kuburan, jalannya penuh lubang dan gelap sekali. Bukan aku takut, namun sulit sekali buatku untuk melihat di kegelapan," lanjut Tanto.
"Hmm, kamu tenang saja. Lebih baik aku temani kamu lewat kuburan. Kebetulan aku membawa handphoneku dilengkapi dengan senter. Meskipun kecil tapi cukup terang. Bagaimana ?" kata Yahya sambil tersenyum untuk menenangkan sahabatnya tersebut.
Tanto terlihat senang mendengar perkataan Yahya. "Wah, untung aku pulang bersama kamu. Terima kasih ya," kata Tanto penuh senyum.
Jalan yang akan mereka tempuh kemudian adalah jalan yang lebih jauh, berputar dan
Dengan tergopoh-gopoh dan keringat bercucuran Andri berlari menuju ruang kerja temannya, Todar.
"Todar, tolong aku. Aku butuh uang segera", kata Andri sambil terengah-engah dan nafas tak beraturan.
"Hei, tenang bung. Pelan-pelan. Easy man, easy," sahut Todar sambil berdiri dari kursi yang didudukinya seraya menghampiri Andri.
"Bagaimana aku bisa tenang, beberapa debt collector telah mendatangi rumahku. Istriku sampai ketakutan. Tolong aku Todar, tolong", kata Andri.
"Hmm, kalau boleh tahu, berapa hutangmu pada mereka ?" tanya Todar.
"Itulah, aku salah memang. Aku terlalu banyak berhutang," jawab Andri dengan wajah yang putus asa.
"Iya, banyak sih banyak, tapi berapa ? Yang jelas lah kau, macam politikus saja mbulet ndak jelas," kata Todar kemudian.
"Aku punya hutang di beberapa bank, lewat kartu kredit yang aku gunakan. Ada 4 kartu kredit, masing-masing sudah tembus 3 juta. Lalu aku berhutang lewat temanku ke koperasi, 7 juta. Dan istriku berhutang 30 juta ke bank. Ahhh, tolong aku Todar. Aku benar-benar bingung ini." keluh Andri.
"Hahhh ? Kamu hutang sebanyak itu ? Berapa gajian kau ini per bulan ? Gila kau ini ! Sampai tua, juga tidak akan bisa kau lunasi hutang kau ini."
"Todar, tolong aku. Aku butuh uang segera", kata Andri sambil terengah-engah dan nafas tak beraturan.
"Hei, tenang bung. Pelan-pelan. Easy man, easy," sahut Todar sambil berdiri dari kursi yang didudukinya seraya menghampiri Andri.
"Bagaimana aku bisa tenang, beberapa debt collector telah mendatangi rumahku. Istriku sampai ketakutan. Tolong aku Todar, tolong", kata Andri.
"Hmm, kalau boleh tahu, berapa hutangmu pada mereka ?" tanya Todar.
"Itulah, aku salah memang. Aku terlalu banyak berhutang," jawab Andri dengan wajah yang putus asa.
"Iya, banyak sih banyak, tapi berapa ? Yang jelas lah kau, macam politikus saja mbulet ndak jelas," kata Todar kemudian.
"Aku punya hutang di beberapa bank, lewat kartu kredit yang aku gunakan. Ada 4 kartu kredit, masing-masing sudah tembus 3 juta. Lalu aku berhutang lewat temanku ke koperasi, 7 juta. Dan istriku berhutang 30 juta ke bank. Ahhh, tolong aku Todar. Aku benar-benar bingung ini." keluh Andri.
"Hahhh ? Kamu hutang sebanyak itu ? Berapa gajian kau ini per bulan ? Gila kau ini ! Sampai tua, juga tidak akan bisa kau lunasi hutang kau ini."
Judul tulisan ini terinspirasi dari sebuah audio karya Anthony Dio Martin, Vampire Emotion. Di dalam audio tersebut, beliau menjelaskan secara gamblang tentang keberadaan orang-orang yang bisa menjadi pemicu terjadinya konflik emosi di dalam diri kita, atau bahkan diri kita sendiri yang secara tidak sadar telah menjadi penyedot emosi bagi orang lain. Hal ini mudah terjadi karena kita tidak hidup sendiri di muka bumi ini.
Dan boleh percaya, boleh tidak percaya, tapi harus percaya .... saya mengalaminya dan sedang belajar untuk mengelolanya. Dan saya berani katakan, ini adalah proses yang sulit bagi orang-orang seperti saya. Mungkin tidak bagi Anda :)
Dalam kehidupan pekerjaan saya, tidak mungkin bagi saya untuk mengatur ritme orang-orang yang lalu lalang di sekitar saya. Tidak mungkin juga bagi saya untuk merubah apapun yang ada di dalam diri mereka yang tidak saya sukai, demikian juga hal itu berlaku untuk saya.
Dan boleh percaya, boleh tidak percaya, tapi harus percaya .... saya mengalaminya dan sedang belajar untuk mengelolanya. Dan saya berani katakan, ini adalah proses yang sulit bagi orang-orang seperti saya. Mungkin tidak bagi Anda :)
Dalam kehidupan pekerjaan saya, tidak mungkin bagi saya untuk mengatur ritme orang-orang yang lalu lalang di sekitar saya. Tidak mungkin juga bagi saya untuk merubah apapun yang ada di dalam diri mereka yang tidak saya sukai, demikian juga hal itu berlaku untuk saya.
Kejadian lama.
"Eh Mas, piye kabare mas. Yok opo, wis munggah pangkat tah. Saiki pangkate opo, wis Kapten tah ?". Cerca om Pon.
"Hahaha, yo ngono iku lah". Jawab malas om Mal.
Kejadian baru.
"Yok opo, takon kok pangkat'e wis opo, wis Kapten tah ?. Wis .. wis. Saiki aku iki nak wis Kolonel se" Om Mal kepada ponakannya.
"Hahaha, terus ... ?". Jawab ponakannya ambek ndomblong lan nggobloki.
"Eh Mas, piye kabare mas. Yok opo, wis munggah pangkat tah. Saiki pangkate opo, wis Kapten tah ?". Cerca om Pon.
"Hahaha, yo ngono iku lah". Jawab malas om Mal.
Kejadian baru.
"Yok opo, takon kok pangkat'e wis opo, wis Kapten tah ?. Wis .. wis. Saiki aku iki nak wis Kolonel se" Om Mal kepada ponakannya.
"Hahaha, terus ... ?". Jawab ponakannya ambek ndomblong lan nggobloki.
Hitam Putih, adalah salah satu acara favoritku bersama keluarga. Bukan karena latah, namun anak dan istriku sama-sama menyukai sang pembawa acara - Deddy Corbuzier, sang pianis - si Anu dan sang beatbox - Billy. Juga bintang tamu pengisi acara yang memiliki banyak cerita spektakuler, yang kadang mempunyai nilai kehidupan yang luar biasa. Yang jelas, celetukan, candaan, sindiran dari sang pembawa acara juga menjadi daya tarik tersendiri bagi kami, yang membuat kami kadang berkata "hmmm, bener juga yah ".
Di salah satu sesinya, dia pernah berkata "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Jadi bangsa kita adalah bangsa yang kecil, karena tidak menghargai para pahlawan". Hehe, Ded, kamu benar.
Di salah satu sesinya, dia pernah berkata "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Jadi bangsa kita adalah bangsa yang kecil, karena tidak menghargai para pahlawan". Hehe, Ded, kamu benar.
Ingatanku kembali beberapa tahun silam. Saat itu aku bersama istriku sedang melihat acara kuis di TV yang cukup terkenal, karena menawarkan hadiah hingga 1 milyar, Who Wants To Be A Millionaire. Acara yang dipandu oleh Tantowi Yahya, saat itu menghadirkan seorang peserta baru. Aku lupa namanya, namun dia adalah orang Cina.
Yang membuatku kagum saat itu adalah kepintaran dia dalam menjawab semua pertanyaan, hingga dia harus berhenti di level uang 500 juta, setelah dia diberi pertimbangan oleh orang tuanya untuk berhenti. Dan di akhir keputusannya tersebut, dia diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan terakhir yang bernilai 1 milyar, tanpa memperoleh hadiah jika jawabannya benar. Dan di luar dugaan, jawabannya benar. Tanpa menunjukkan raut muka penyesalan, dia menyalami Tantowi Yahya untuk kembali ke tempat duduknya sebagai penonton.
Yang membuatku kagum saat itu adalah kepintaran dia dalam menjawab semua pertanyaan, hingga dia harus berhenti di level uang 500 juta, setelah dia diberi pertimbangan oleh orang tuanya untuk berhenti. Dan di akhir keputusannya tersebut, dia diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan terakhir yang bernilai 1 milyar, tanpa memperoleh hadiah jika jawabannya benar. Dan di luar dugaan, jawabannya benar. Tanpa menunjukkan raut muka penyesalan, dia menyalami Tantowi Yahya untuk kembali ke tempat duduknya sebagai penonton.
Dulu saat aku pertama kali bekerja, sebelum akhirnya aku ditempatkan di pabrik, aku sempat menempati kantor di rumah salah satu owner perusahaanku. Disana aku membantu di bagian desain stiker. Sekitar 1 tahun kemudian, muncullah seorang pimpinan yang telah lama bergabung di grup ini dan entah bagaimana dia mengajakku untuk bergabung di pabrik yang sekarang aku tempati.
Awalnya beliau memberiku tugas untuk membuat layout format surat menyurat dan kelengkapan administrasi. Semuanya kukerjakan dengan senang hati, karena memang inilah spesialisasiku saat itu. Mungkin dari sanalah beliau tertarik dan mengajakku ngobrol kemudian mengajakku untuk bergabung dalam divisinya yang baru.
Beliau mendekatiku dengan hati. Bukan dengan uang.
Awalnya beliau memberiku tugas untuk membuat layout format surat menyurat dan kelengkapan administrasi. Semuanya kukerjakan dengan senang hati, karena memang inilah spesialisasiku saat itu. Mungkin dari sanalah beliau tertarik dan mengajakku ngobrol kemudian mengajakku untuk bergabung dalam divisinya yang baru.
Beliau mendekatiku dengan hati. Bukan dengan uang.
Satu malam istriku berbicara, "Pa, jangan marah ya, aku cuma mau cerita saja".
Otakku cepat tanggap untuk hal-hal seperti itu, pasti ada sesuatu yang tidak beres pikirku.
"Ibu tadi cerita, papamu minta ibu untuk menasehati kamu, karena kamu tidak pernah ke gereja.
Yah, ibu cuma senyum saja. Karena ibu tahu seperti apa papamu dan alasan kamu". Diam sejenak.
Karena istriku melihat ekspresi tidak senang di wajahku, sebab ini adalah kedua kalinya, aku mendengar kata-kata tersebut.
"Ibu tadi juga "diceritani" sama Bu Titik, kalau dia ditegur Papa karena aku sama kamu didaftar di kelompok 3."
"Terus Papa juga bilang, ya wis, wong sampeyan juga ketuane, terus mbiyen juga saksi manten'e. Bimbingen wis."
Otakku cepat tanggap untuk hal-hal seperti itu, pasti ada sesuatu yang tidak beres pikirku.
"Ibu tadi cerita, papamu minta ibu untuk menasehati kamu, karena kamu tidak pernah ke gereja.
Yah, ibu cuma senyum saja. Karena ibu tahu seperti apa papamu dan alasan kamu". Diam sejenak.
Karena istriku melihat ekspresi tidak senang di wajahku, sebab ini adalah kedua kalinya, aku mendengar kata-kata tersebut.
"Ibu tadi juga "diceritani" sama Bu Titik, kalau dia ditegur Papa karena aku sama kamu didaftar di kelompok 3."
"Terus Papa juga bilang, ya wis, wong sampeyan juga ketuane, terus mbiyen juga saksi manten'e. Bimbingen wis."
Aku bosan dengan kebohongan, aku tidak butuh dibohongi, aku hanya ingin ketulusan dan kejujuran
Aku bosan dengan kata-kata manis, aku tidak butuh pujian, aku hanya ingin kejujuran dalam kesederhanaan
Aku bosan dipermainkan, aku tidak butuh guyon kebablasan, aku hanya ingin sukacita tulus
Aku bosan dengan kata-kata kotor, aku tidak butuh kata-kata bersih juga, aku hanya ingin kata-kataku di dengar
Aku bosan dengan diriku, aku tidak butuh otak kotorku, aku hanya ingin mengasihi dengan tulus
Aku hanya butuh kejujuran dalam setiap gerakan tubuh, dalam setiap kata, dalam setiap pikiran
Aku hanya butuh berbicara dengan baik, berbicara antara manusia dengan manusia, bukan berbicara sendiri ataupun kotbah membosankan
Aku hanya butuh kasih sayang yang tulus, tanpa penghakiman, tanpa motivasi tersembunyi, tanpa celaan, tanpa kebohongan.
Aku hanya butuh mendengar kata-kata yang mendamaikan hati, tanpa mengorbankan telinga untuk mendapatkan kegembiraan
Aku hanya butuh diriku, apa adanya aku
Timbul pertanyaan : benarkah aku seperti ini ?
Aku bosan dengan kata-kata manis, aku tidak butuh pujian, aku hanya ingin kejujuran dalam kesederhanaan
Aku bosan dipermainkan, aku tidak butuh guyon kebablasan, aku hanya ingin sukacita tulus
Aku bosan dengan kata-kata kotor, aku tidak butuh kata-kata bersih juga, aku hanya ingin kata-kataku di dengar
Aku bosan dengan diriku, aku tidak butuh otak kotorku, aku hanya ingin mengasihi dengan tulus
Aku hanya butuh kejujuran dalam setiap gerakan tubuh, dalam setiap kata, dalam setiap pikiran
Aku hanya butuh berbicara dengan baik, berbicara antara manusia dengan manusia, bukan berbicara sendiri ataupun kotbah membosankan
Aku hanya butuh kasih sayang yang tulus, tanpa penghakiman, tanpa motivasi tersembunyi, tanpa celaan, tanpa kebohongan.
Aku hanya butuh mendengar kata-kata yang mendamaikan hati, tanpa mengorbankan telinga untuk mendapatkan kegembiraan
Aku hanya butuh diriku, apa adanya aku
Timbul pertanyaan : benarkah aku seperti ini ?
Tuhan, pagi ini aku berdoa kepadamu, sekali lagi. Dan aku masih belum bisa mengerti apa kehendakMu bagiku. Bahkan aku tidak tahu, bagian mana dari hidupku adalah kehendakMu dan bagian mana dari hidupku adalah keinginanku. Pun juga aku tidak tahu, bagaimana dan kenapa sesuatu hal disebut manusia sebagai kehendakMu.
Maaf Tuhan Yesus, aku tidak bermaksud komplain, cuma aku merasa ada yang ganjil, mungkin bukan denganMu, namun dengan berbagai macam jawaban-jawaban manusia dan berbagai-bagai macam penghakiman manusia atas manusia dan atasMu, Tuhanku. Yang membuat aku semakin bingung.
Engkau ciptakan Adam dan Hawa sebagai manusia pertama yang ada di atas bumi. Engkau memberikan perintah kepada mereka untuk
Maaf Tuhan Yesus, aku tidak bermaksud komplain, cuma aku merasa ada yang ganjil, mungkin bukan denganMu, namun dengan berbagai macam jawaban-jawaban manusia dan berbagai-bagai macam penghakiman manusia atas manusia dan atasMu, Tuhanku. Yang membuat aku semakin bingung.
Engkau ciptakan Adam dan Hawa sebagai manusia pertama yang ada di atas bumi. Engkau memberikan perintah kepada mereka untuk
Non,
Tidak ingin kumelihat air mata menetes lagi membasahi wajahmu
Tidak ingin kumelihat kesedihan terlukis di kedua matamu
Tidak ingin kumelihat kegundahan menghiasi hidupmu
Tidak ingin kumelihat rasa bersalah menghantuimu

Ning,
Aku tidak memiliki sapu tangan untuk menghapus air matamu,
tapi aku punya dua tangan untuk menampungnya.
Tidak ingin kumelihat air mata menetes lagi membasahi wajahmu
Tidak ingin kumelihat kesedihan terlukis di kedua matamu
Tidak ingin kumelihat kegundahan menghiasi hidupmu
Tidak ingin kumelihat rasa bersalah menghantuimu

Ning,
Aku tidak memiliki sapu tangan untuk menghapus air matamu,
tapi aku punya dua tangan untuk menampungnya.
Langganan:
Postingan (Atom)