Dia dilahirkan sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Adik-adiknya semua adalah wanita. Sang ayah adalah seorang pensiunan instansi militer. Dulu saat dilahirkan, dia didakwa oleh orang-orang yang merasa dirinya normal, sebagai penyandang Tuna Grahita. Sehingga memaksanya untuk bersekolah di Sekolah Luar Biasa kelas B, khusus untuk anak-anak penyandang Tuna Grahita.
Saat aku masih kecil, dia sering aku goda. Aku bilang, kok mau sih sekolah di SLB. Dan selalu dia jawab, oh ndak apa-apa, itu sekolah biasa.
Selalu demikian jawabannya. Seolah dia telah diprogram
Aku tidak tahu arti pengampunan yang sebenarnya. Mungkin aku terlalu bodoh seperti kata mereka dulu membandingkan aku dengan yang lain, atau mungkin aku terlalu munafik dan menganggap semuanya tiada arti. Namun aku tahu satu hal, bahwa Dia telah ada untuk aku, bahkan sebelum aku ada. Dia mau dan selalu mengampuni aku.
Mungkin kamu, mereka dan yang lain tidak akan mau meminta maaf atas apa yang kalian semua lakukan kepadaku. Aku tak hendak mengasihani diriku. Aku tak hendak melihat kalian lagi menyiksa sisa hidupku. Dengan semua sisa kekuatanku dan anugerahNya, aku mengampuni kalian semua. Dan aku mempersilahkan kalian keluar dari sisa hidupku, untuk selamanya. Jangan kembali dan jangan berharap kalian bisa membuatku menderita ... for the rest of my life. Kalian tidak akan lagi memiliki kesempatan untuk membuatku merasa bersalah, bahkan hingga satu titik kecilpun. Tidak.
Bersama Yesus, aku bisa.
Mungkin kamu, mereka dan yang lain tidak akan mau meminta maaf atas apa yang kalian semua lakukan kepadaku. Aku tak hendak mengasihani diriku. Aku tak hendak melihat kalian lagi menyiksa sisa hidupku. Dengan semua sisa kekuatanku dan anugerahNya, aku mengampuni kalian semua. Dan aku mempersilahkan kalian keluar dari sisa hidupku, untuk selamanya. Jangan kembali dan jangan berharap kalian bisa membuatku menderita ... for the rest of my life. Kalian tidak akan lagi memiliki kesempatan untuk membuatku merasa bersalah, bahkan hingga satu titik kecilpun. Tidak.
Bersama Yesus, aku bisa.
Kemarin malam aku menerima selembar kertas yang memberitahukan, agar aku dan istriku datang ke kantor kecamatan untuk melakukan pendaftaran E-KTP. Satu hal yang sudah aku dengar dari berita di koran dan juga dari salah seorang teman yang sudah melakukannya terlebih dahulu. Malam itu juga aku putuskan untuk tidak menghadirinya. Terlalu banyak alasan yang benar-benar timbul dari hatiku, maupun alasan yang mungkin aku buat di saat-saat sebelum undangan ini datang.
Aku masih merasa tidak pas untuk datang di tempat-tempat seperti itu. Rasanya trauma itu masih saja menghantuiku, kemanapun aku pergi. Dan kemudian alasan-alasan tambahan mulai muncul.
Aku masih merasa tidak pas untuk datang di tempat-tempat seperti itu. Rasanya trauma itu masih saja menghantuiku, kemanapun aku pergi. Dan kemudian alasan-alasan tambahan mulai muncul.
Malam ini benar-benar menyenangkan. Ini malam Natal yang selalu dirayakan bersama-sama dengan keluarga dan teman. Selepas ibadah Natal di gereja, semua saling memberi ucapan selamat, bersalaman, cipika cipiki dan bercanda, sambil melepas kangen, karena mungkin telah lama tidak bertemu sebab masing-masing tinggal di kota yang berjauhan. Terasa damai dan menyenangkan. Meskipun udara dingin menusuk tulang, namun tidak cukup mampu mematahkan semangat Natal, seperti kotbah Pendeta saat ibadah.
Namun, semua ini hanya kebahagiaan sesaat.
Namun, semua ini hanya kebahagiaan sesaat.
Langganan:
Postingan (Atom)