Rabu, 21 Desember 2011

Pribadi yang Nanggung

Kemarin malam aku menerima selembar kertas yang memberitahukan, agar aku dan istriku datang ke kantor kecamatan untuk melakukan pendaftaran E-KTP. Satu hal yang sudah aku dengar dari berita di koran dan juga dari salah seorang teman yang sudah melakukannya terlebih dahulu. Malam itu juga aku putuskan untuk tidak menghadirinya. Terlalu banyak alasan yang benar-benar timbul dari hatiku, maupun alasan yang mungkin aku buat di saat-saat sebelum undangan ini datang.

Aku masih merasa tidak pas untuk datang di tempat-tempat seperti itu. Rasanya trauma itu masih saja menghantuiku, kemanapun aku pergi. Dan kemudian alasan-alasan tambahan mulai muncul.
Mungkin terbit dari rasa tidak puasku pada pemerintah, mungkin pula timbul dari rasa engganku. Antara lain :
- Mengundang kok se-enak udelnya sendiri, malam mengundang, besok sudah harus datang. Emange gak kerja apa aku. Emange kecamatan yang ngasih aku gaji apa ?
- Di TV masih banyak masyarakat yang hidupnya carut marut, baik karena tidak tersentuh program pemerintah, maupun suaranya yang tidak di dengar oleh orang-orang "gemuk dan tambun" yang duduk di kantor pemerintahan. Kok ya masih buang-buang uang untuk hal seperti ini. Berapa duit yang dibuang untuk pengadaan alat-alat ini. Bergunakah untuk mereka yang kelaparan ?
- dan segudang alasan kecil-kecil lainnya.

Namun, aku dapati pada pagi harinya, masih ada rasa bersalah. Mirip dengan rasa bersalah karena aku tidak pernah ke gereja setiap hari Minggu, mirip dengan rasa bersalah karena aku tidak bisa membantu temanku dalam pemotretan pre weddingnya, mirip dengan rasa bersalah karena aku susah dan belum bisa bersosialisasi seperti manusia pada umumnya. Mirip.

Meskipun aku telah putuskan untuk berkata "tidak", namun aku seolah merasa ada tanggungan dan hukuman atas perbuatan yang aku lakukan tersebut. Rasanya tidak bisa lepas.
Benar-benar, pribadi yang nanggung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
;