Beberapa waktu yang lalu, aku lupa tepatnya hari apa, aku membaca Renungan Harian tentang imam-imam bangsa Israel, yang karena mengalami kekalahan dalam berperang, akhirnya mereka bersepakat untuk bertanya kepada Tuhan. Namun mereka juga mengadakan kesepakatan untuk mengambil Tabut Perjanjian, untuk ditaruh di tengah-tengah mereka, agar mereka bisa memperoleh kemenangan dalam berperang.
Pada awalnya, mereka telah benar dalam menyikapi keadaan sulit yang tengah mereka alami. Mereka ingin datang kepada Tuhan. Namun kemudian mereka membenarkan diri mereka sendiri, bahwa dengan mendatangkan Tabut Perjanjian, mereka telah melakukan perbuatan yang mengandung unsur "kebenaran Tuhan".
Di jaman sekarang, banyak orang-orang Kristen yang melakukan hal-hal demikian.
Satu kali aku sedang berjalan-jalan denganNya.
Menyusuri jalanan beraspal yang cukup bagus.
Di kanan dan di kiri jalan, pohon-pohon besar tumbuh dengan lebatnya.
setelah hujan semalam, suasana semakin terasa dingin menusuk kulit.
Mengetahui aku kedinginan, Dia lepas jaketnya, Dia berikan kepadaku.
Aku masih ragu-ragu untuk memakainya.
"Apakah Engkau sendiri tidak kedinginan ?"
Lembut Dia menatapku, tersenyum lalu berkata "Kenakanlah, Aku berikan untukmu."
Segera kupakai jaket tersebut.
Menyusuri jalanan beraspal yang cukup bagus.
Di kanan dan di kiri jalan, pohon-pohon besar tumbuh dengan lebatnya.
setelah hujan semalam, suasana semakin terasa dingin menusuk kulit.
Mengetahui aku kedinginan, Dia lepas jaketnya, Dia berikan kepadaku.
Aku masih ragu-ragu untuk memakainya.
"Apakah Engkau sendiri tidak kedinginan ?"
Lembut Dia menatapku, tersenyum lalu berkata "Kenakanlah, Aku berikan untukmu."
Segera kupakai jaket tersebut.
Setelah aku menulis semua yang aku rasakan di 15 Januari 2012 pagi, aku beranjak menuju kamar. Istriku menyusul dan duduk disampingku. Aku ungkapkan semua apa yang aku rasakan. Kegelisahanku, apa yang aku rasakan dan apa yang aku pikirkan. Namun semuanya tak kunjung pergi. Hingga aku beranjak dari kursi di kamar tidurku, mengambil helm dan jaket. Sementara aku telah bersiap, aku melihat istriku tetap seperti biasanya, santai dan tidak ada kesan ingin menyusulku dengan cepat. Wajahnya terlihat aneh untukku, pikiranku berkata, mungkin dia sedang sedih dengan apa yang aku alami.
Kubuka pintu ruang tamu dan segera aku menuju pagar rumah lalu melihat keadaaan di rumah tetanggaku yang mengundangku. Sepi, lengang. Segera aku ingin kesana, namun istriku masih belum bersiap. Setengah kesal aku memanggil istriku, "Ma, ayo cepat !".
Cukup lama bagiku untuk menunggu istriku dan cukup membuatku kesal menunggu,
Kubuka pintu ruang tamu dan segera aku menuju pagar rumah lalu melihat keadaaan di rumah tetanggaku yang mengundangku. Sepi, lengang. Segera aku ingin kesana, namun istriku masih belum bersiap. Setengah kesal aku memanggil istriku, "Ma, ayo cepat !".
Cukup lama bagiku untuk menunggu istriku dan cukup membuatku kesal menunggu,
Pagi ini, aku mendapat undangan untuk hadir dalam acara syukuran khitanan, salah seorang tetangga di perumahanku, Tirtasari Sukun. Jujur dari tadi malam perasaanku, pikiranku, tidak karuan. Masih ada rasa gugup, grogi, takut, panik yang kembali menyerang. Hingga semalam aku bermimpi tentang acara syukuran tersebut.
Pagi ini kutuliskan apa yang aku rasakan. Seperti ada rasa menyerah. Sedikit pusing di kepala, sakit perut, belum sampai mual, namun kepala bagian belakangku rasanya sudah sangat berat. Dan sekarang sudah mulai datang rasa tidak enak diperutku.
Pagi ini, rasanya tidak enak bagiku. Aku berusaha meyakinkan diriku, bahwa aku bisa, namun rasanya semakin berat saja. Aku berusaha menenangkan diri dengan mendengarkan lagu-lagu rohani, namun aku benar-benar tidak bisa mengalihkan rasa tidak nyaman ini.
Rasanya seperti mau menangis saja,
Pagi ini kutuliskan apa yang aku rasakan. Seperti ada rasa menyerah. Sedikit pusing di kepala, sakit perut, belum sampai mual, namun kepala bagian belakangku rasanya sudah sangat berat. Dan sekarang sudah mulai datang rasa tidak enak diperutku.
Pagi ini, rasanya tidak enak bagiku. Aku berusaha meyakinkan diriku, bahwa aku bisa, namun rasanya semakin berat saja. Aku berusaha menenangkan diri dengan mendengarkan lagu-lagu rohani, namun aku benar-benar tidak bisa mengalihkan rasa tidak nyaman ini.
Rasanya seperti mau menangis saja,
Di depanku kau bersikap seolah-olah "hero", dengan berbagai pekerjaan tanganmu yang penuh "heroisme".
Di depanku kau bersikap seolah-olah kau adalah yang terhebat, tertenang, tersabar, termengerti.
Di depanku kau berkata semua orang hormat kepadamu.
Di depanku kau berkata senang hidup damai.
Di depanku kau hebat, dan aku bodoh.
Namun,
dibelakangku kau berkata bahwa aku adalah manusia licik
dibelakangku kau berkata bahwa aku adalah orang lugu
dibelakangku kau mengatur kelicikan
dibelakangku kau mengatur kebohongan
dibelakangku kau mengatur strategi yang penuh tipu
Kebohonganmu telah kuketahui
Kebohonganmu telah kuketahui
Kebohonganmu telah kuketahui
dan aku cukup menyesal untuk mengetahuinya
karena aku jadi tahu, bahwa selama ini kau anggap aku ini bodoh dan bisa kau tipu dengan akal muslihatmu
Maaf, aku terpaksa tidak bisa percaya padamu lagi, bukan karena kejadian kemarin.
Namun karena semua kejadian, yang dikatakan semua orang kepadaku.
Aku benci dibohongi.
Aku benci ditipu.
Aku benci "sok".
Aku benci dianggap bodoh.
NB :
Keluarlah dari pikiranku, keluarlah dari sisa hidupku, tak akan kubiarkan seluruh sikap dan kata-kata heroikmu masuk ke otakku.
Keluar dari hidupku, aku akan mencoba mengampunimu, sesuai ajaran Yesus. Aku akan mencoba. Aku tidak bisa berjanji apa-apa.
Karena aku benar-benar kecewa. Untuk pertama dan terakhir kalinya, jancok koen.
Aku pasti akan memaafkanmu.
Inuw, 120105
Di depanku kau bersikap seolah-olah kau adalah yang terhebat, tertenang, tersabar, termengerti.
Di depanku kau berkata semua orang hormat kepadamu.
Di depanku kau berkata senang hidup damai.
Di depanku kau hebat, dan aku bodoh.
Namun,
dibelakangku kau berkata bahwa aku adalah manusia licik
dibelakangku kau berkata bahwa aku adalah orang lugu
dibelakangku kau mengatur kelicikan
dibelakangku kau mengatur kebohongan
dibelakangku kau mengatur strategi yang penuh tipu
Kebohonganmu telah kuketahui
Kebohonganmu telah kuketahui
Kebohonganmu telah kuketahui
dan aku cukup menyesal untuk mengetahuinya
karena aku jadi tahu, bahwa selama ini kau anggap aku ini bodoh dan bisa kau tipu dengan akal muslihatmu
Maaf, aku terpaksa tidak bisa percaya padamu lagi, bukan karena kejadian kemarin.
Namun karena semua kejadian, yang dikatakan semua orang kepadaku.
Aku benci dibohongi.
Aku benci ditipu.
Aku benci "sok".
Aku benci dianggap bodoh.
NB :
Keluarlah dari pikiranku, keluarlah dari sisa hidupku, tak akan kubiarkan seluruh sikap dan kata-kata heroikmu masuk ke otakku.
Keluar dari hidupku, aku akan mencoba mengampunimu, sesuai ajaran Yesus. Aku akan mencoba. Aku tidak bisa berjanji apa-apa.
Karena aku benar-benar kecewa. Untuk pertama dan terakhir kalinya, jancok koen.
Aku pasti akan memaafkanmu.
Inuw, 120105
Berapa 1 + 1 ?
Pasti 2. Simple kan ?
Apa ciri makhluk hidup ?
Bernafas. Simple kan ?
Siapakah yang menciptakan manusia ?
Tuhan. Gampang kan ?
Beberapa pertanyaan di atas, pernah aku temui saat masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah dasar. Pertanyaannya mudah, jawabannya sederhana, untukku saat ini. Mungkin tidak bagiku, saat masih SD di saat aku masih mempelajarinya untuk pertama kalinya, namun terasa begitu mudahnya
Pasti 2. Simple kan ?
Apa ciri makhluk hidup ?
Bernafas. Simple kan ?
Siapakah yang menciptakan manusia ?
Tuhan. Gampang kan ?
Beberapa pertanyaan di atas, pernah aku temui saat masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah dasar. Pertanyaannya mudah, jawabannya sederhana, untukku saat ini. Mungkin tidak bagiku, saat masih SD di saat aku masih mempelajarinya untuk pertama kalinya, namun terasa begitu mudahnya
Langganan:
Postingan (Atom)