Selasa, 17 Januari 2012

Akhir 15 Januari 2012

Setelah aku menulis semua yang aku rasakan di 15 Januari 2012 pagi, aku beranjak menuju kamar. Istriku menyusul dan duduk disampingku. Aku ungkapkan semua apa yang aku rasakan. Kegelisahanku, apa yang aku rasakan dan apa yang aku pikirkan. Namun semuanya tak kunjung pergi. Hingga aku beranjak dari kursi di kamar tidurku, mengambil helm dan jaket. Sementara aku telah bersiap, aku melihat istriku tetap seperti biasanya, santai dan tidak ada kesan ingin menyusulku dengan cepat. Wajahnya terlihat aneh untukku, pikiranku berkata, mungkin dia sedang sedih dengan apa yang aku alami.
Kubuka pintu ruang tamu dan segera aku menuju pagar rumah lalu melihat keadaaan di rumah tetanggaku yang mengundangku. Sepi, lengang. Segera aku ingin kesana, namun istriku masih belum bersiap. Setengah kesal aku memanggil istriku, "Ma, ayo cepat !".
Cukup lama bagiku untuk menunggu istriku dan cukup membuatku kesal menunggu,
sebelum akhirnya dia keluar. Aku merasa, ah tadi aku merasa bisa segera datang ke rumah tetanggaku, tapi karena menunggu istriku, kekuatan tersebut serasa hilang. Kuturunkan sepeda motorku dari halaman rumah, lalu kunyalakan setelah sampai di jalan.

Istriku keluar dari rumah bersama anakku. Mereka kemudian naik di boncenganku, satu persatu. Entah bagaimana dan apa yang aku pikirkan atau aku rasakan, aku mengendarai sepeda motorku menuju rumah tetanggaku. Kuminta anakku untuk tetap di luar menjaga motor, sementara aku masuk menuju rumah tetanggaku bersama istriku.
Setelah bersalaman dengan tetanggaku, istriku memberikan amplop kepada anaknya yang telah dikhitan. Basa basi yang tidak lama, kemudian kami berpamitan. Kurang dari 5 menit kami berada disana.

Pagi ini, aku mengatakan kepada istriku, aku mulai merasa putus asa lagi dengan apa-apa yang aku alami. Istriku memberikan pendapatnya. Yah pendapatnya benar, seperti yang sering aku dengarkan. Namun bagaimana aku bisa melakukannya itu terasa cukup menyulitkan.
Dia berpendapat, bahwa aku tidak perlu memikirkan lagi apa yang aku alami kemarin atau kejadian yang dulu-dulu pernah aku alami.
Benar pendapatnya, aku tidak perlu lagi memikirkan kejadian kemarin dan yang telah lampau, tetapi rasanya seperti trauma yang sulit untuk aku buang. Dan akan berulang lagi. Paling tidak, rasa mual dan tidak enak ini, seperti akan bersiap menderaku di awal-awal. Dan saat aku mulai bertambah tidak enak, mulai panik, maka akan lebih sulit lagi bagiku untuk mengendalikannya, sehingga 10 permen di kantong celanaku pun tidak akan ada fungsinya.

Terlalu banyak nasihat dan ajaran yang aku terima tentang hal ini :
1. Aku akan menemukan treatment sendiri, untuk mengatasi masalahku ini.
2. Apa yang aku pikirkan, itulah yang akan terjadi.
3. Aku adalah perwira, bukan lagi prajurit biasa, sudah semestinya seorang perwira berpikir sebagai seorang perwira.
4. Aku tidak boleh memikirkan masalahku, lebih baik memikirkan kuasa Tuhan yang lebih besar dari masalahku.
5. Belajar bersyukur untuk semua hal yang aku alami.
6. Aku adalah orang ungu menurut fotokarakter.com, dan terbukti orang ungu, adalah orang-orang yang selalu mengumpulkan bukti atas suatu kejadian yang dialami, dengan kata lain akan selalu mudah trauma.
Dan masih banyak lagi, nasihat-nasihat dari psikiater/psikolog serta dari hypnotherapist, yang belum bisa satupun aku jalani. Semuanya hampir mirip. Semuanya hampir sama. Dan intinya adalah kembali pada diri sendiri.

Susah. Kadang aku hanya ingin ditemani untuk melewati saat-saat sulit ini. Saat-saat aku butuh seseorang teman yang tidak memandangku sebagai orang yang penuh salah, teman yang tulus menemani aku terutama di masa-masa kritisku. Istriku ? Entahlah, kadang aku merasa dia sudah cukup merasa bosan denganku. Kadang aku berharap lebih kepadanya untuk beberapa hal yang belum bisa aku lakukan secara utuh, namun sepertinya aku terlalu berlebihan berharap.
Tuhan ? Dia ada di benakku, di pikiranku. Setiap saat aku bisa bergumam dan berdoa kepadanya. Namun permohonanku untuk meminta 1 saja mukjizat agar aku bisa lepas dari ini semua, belum Tuhan kabulkan. Mungkin belum waktunya. Tetapi aku benar-benar membutuhkannya agar aku bisa melanjutkan hidupku di tengah dunia ini.

Saat ini aku sendiri, karena istri dan anakku telah berangkat. Dan di saat seperti inilah aku mulai merasa sepi dan sendirian. Perasaan sesak, kadang datang. Biasanya yang aku lakukan adalah bertanya pada diri sendiri, untuk apa aku harus merasakan hal tersebut. Ini juga kadang aku lakukan saat panik itu datang. Namun akan hilang tertelan kepanikanku.
Ya Tuhan, aku lelah. Tunjukkan aku caramu dan kapan waktumu, agar aku bisa keluar dari ini semua. Aku tidak berani memikirkan cara-cara apa yang kira-kira akan Tuhan lakukan. Terlalu banyak aku mendikte Tuhan. Sudah saatnya sekarang aku diam. Diam menunggu waktu dan caranya. Tinggal ini keyakinanku, semoga tidak ada seorang manusiapun yang akan menyalahkan apa yang aku yakini saat ini. Atau aku akan menjadi nol lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
;