Rabu, 25 Januari 2012

Berjalan Bersama Dia

Satu kali aku sedang berjalan-jalan denganNya.
Menyusuri jalanan beraspal yang cukup bagus.
Di kanan dan di kiri jalan, pohon-pohon besar tumbuh dengan lebatnya.
setelah hujan semalam, suasana semakin terasa dingin menusuk kulit.
Mengetahui aku kedinginan, Dia lepas jaketnya, Dia berikan kepadaku.
Aku masih ragu-ragu untuk memakainya.
"Apakah Engkau sendiri tidak kedinginan ?"
Lembut Dia menatapku, tersenyum lalu berkata "Kenakanlah, Aku berikan untukmu."
Segera kupakai jaket tersebut.

"Ah, pagi yang dingin ini membuatku lapar. Tidakkah Engkau lapar juga ?" tanyaku.
"Aku bawa roti, makanlah. Dan ini sebotol air minum, untukmu juga".
"Apakah Engkau tidak memerlukannya ?"
Kembali dengan senyuman dan tatapan mata yang lembut, Dia berkata, "Untukmu saja."

Sambil kukunyah roti pemberianNya, aku berkata, "Pagi ini aku senang sekali bisa berjalan-jalan denganMu."
Di rangkulnya bahuku sambil berkata, "Terlebih lagi Aku."
"Aku senang kau datang dan mengajakKu berjalan-jalan di pagi hari ini." lanjutNya kemudian.
Terasa hangat tangannya di bahuku.
Setelah selesai memakan roti, kubuang bungkus plastiknya di jalan.
Tiba-tiba Dia menghentikan langkah.
Dia berjongkok dan memungut bungkus plastik yang kubuang sambil berkata, "Biarlah Aku yang membuangnya nanti."
Lalu Dia kembali berjalan bersamaku.
Aku heran dengan apa yang Dia lakukan, akhirnya aku bertanya, "Untuk apa Engkau pungut sampah tersebut ?"
Dengan penuh kelembutan, Dia menjawab pertanyaanku,
"Aku tidak ingin engkau mengotori jalan yang telah kau lalui."
Aku memandangNya penuh keheranan.
Namun aku tidak bertanya lagi, hanya aku masih heran dengan apa yang Dia lakukan.
Kupandangi botol minuman yang masih aku pegang.
Aku berpikir, bila aku meminumnya kemudian aku buang botolnya, pasti Dia akan mengambilnya lagi.
Kalau begitu lebih baik aku tidak meminumnya. Biarlah kutahan saja hausku ini, pikirku.
Dia tahu apa yang aku pikirkan.
Tetap dengan senyumanNya yang lembut, Dia berkata "Minumlah, biarlah Aku yang membawa botolnya."
Kembali aku terheran.
Apa sebenarnya maksudNya, tanyaku dalam hati.
Akhirnya kuminum air di dalam botol itu, dan kuserahkan botol yang telah kosong kepadaNya.

Kembali kami menyusuri jalanan, sambil menikmati udara uang semakin hangat, karena matahari mulai muncul dari timur.

Bukan hanya sekedar sebungkus roti dan sebotol air minum yang Dia sediakan bagiku.
Namun hingga penyediaan diriNya untuk menjadi penanggung kekotoran akibat perbuatanku.
Hal ini menghiasi ruang pikiranku sepanjang perjalanan.
Sekali lagi Dia mengetahui jalan pikiranku.

Kali ini Dia mengajakku berhenti di tepi jalan.
Dengan lembut Dia merangkul bahuku, serta mengajakku berbalik, melihat jalanan yang telah kami lewati.
"Lihatlah, sepanjang jalan hidupmu, Aku senantiasa menyertaimu. Aku paling mengerti tentang isi hatimu.
Tentang apa yang kau pikirkan. Aku ingin menjadi teman baikmu yang selalu mau menyediakan diri bagimu.
Bahkan dalam saat-saat tersulitmu sekalipun."

Aku diam, aku merenungi kata-kataNya.

"Sekarang lihatlah ke depan", pintaNya dengan lembut.
Aku balikkan badanku, melihat jalan di depan yang belum aku lalui.
"Aku akan tetap menemanimu melalui jalan-jalan ini, hingga kau sampai di tempat terakhir.
Itulah perhentianmu. Disanalah kau akan menghabiskan waktumu selamanya, bersama-sama denganKu," kataNya lembut.

Tak terasa air mataku mengalir. Rasa damai, teduh dan bahagia yang selama ini aku cari, telah aku temukan.
Aku temukan di dalam Dia.
Aku pegang tanganNya, sambil berkata "Kalau begitu, mari kita lekas berjalan. Jika perlu kita berlari, agar segera sampai."
Dengan senyum dan kelembutan Dia menjawab permintaanku,
"Ikutlah Aku, percayalah pada cara dan waktu yang telah Kutentukan bagimu."

"Baiklah, aku ikut denganMu."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
;