Ceritanya nih, kemarin pagi aku ingin segera bertemu dengan salah seorang temanku. Aku berniat untuk menjual helm sepeda istriku, agar bisa dia pakai. Lama aku menunggu, dan penanda waktu untuk masuk kantor telah berbunyi. Setengah penasaran, aku menuruni anak tangga di kantorku, mengapa temanku ini belum datang, aneh sekali, pikirku. Saat aku tengah menuruni anak tangga, aku berpapasan dengannya.
"Hei, aku mau jual helm sepeda istriku. Kamu mau ?"
Dia melihatku, terdiam sejenak, lalu berkata "Aku sudah tidak ada sepeda, buat apa helm sepeda ?".
"Lho, sepedamu yang kemarin, kemana ?" tanyaku .... wah gak jadi laku deh helmku :)
"Aku lho sudah putus sama pacarku", dan terlihat di pelupuk matanya
sudah tergenang air mata.
Tak berapa lama, dia mulai bercerita.
Di salah satu bagian kalimatnya, dia berkata "Aku itu lho sudah baik sama dia, kenapa dia tidak baik sama aku!".
Stop.
Aku penggal dulu ceritanya yah, nanti malah gosip .. hehehe :)
Berbuat baik untuk bisa mendapatkan kebaikan juga, itu adalah hal yang amat sangat biasa kita lakukan dalam berhubungan dengan sesama manusia. Dengan asumsi orang lain akan berbuat baik kepada kita, seperti saat kita berbuat baik kepada dia. MUngkin analoginya bisa disamakan dengan, orang lain akan berbuat jahat kepada kita, saat kita berbuat jahat juga kepada orang lain.
Repotnya, kadang kita mengukur hal-hal kebaikan dan kejahatan yang kita lakukan atau orang lain lakukan, dengan parameter abstrak yang kita miliki.
Contoh, aku tiap hari saat aku berangkat kerja, selalu menyapa orang-orang yang aku temui. Namun mengapa, mereka hanya tersenyum saja jika lewat di depan rumahku. Kurang baik apa sih aku ini ... hufffffftttt.
Contoh, aku cuma memukul dia dengan pelan, tapi kenapa dia menempeleng aku dengan kuat. Sakit tahu .... huuuffffttt.
Abstrak kan ?
Menurut aku, orang-orang tersebut tidak baik kepadaku, karena hanya tersenyum saja jika bertemu, tidak "say something" - lah, seperti aku. HUffttt.
Menurut aku, saat aku memukul dia, itu tidak terlalu keras kok, kenapa dia keras sekali.
Kebaikan harus dibalas dengan kebaikan, mata dibalas dengan mata, gigi dibalas dengan gigi, lha kalau nyawa ... apa harus dibalas dengan nyawa ? Hehehe.
Tuhan yang amat agung, adalah sosok pertama kali yang aku yakini berbuat kebaikan kepadaku. Dia baik membuatku lahir di dunia. Dia baik karena memberiku hidup hingga saat ini, bahkan aku bisa bernapas, aku bisa sehat, aku bisa menulis, aku bisa melakukan hal-hal yang mungkin tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Buatku itu adalah sebagian kecil anugerah kebaikan terbesar yang Dia berikan untuk aku, untuk Anda juga, untuk kita semua.
Namun pernahkah terpikir kita harus membalas kebaikannya ? Kenapa malah kita sering menangis dalam doa, karena dosa-dosa alias kejahatan kita kepada Dia.
Tidak adil donk :)
Bukankah seharusnya kita juga harus berbuat kebaikan kepada Tuhan ?
Jujur, aku tidak tahu jawabannya. Yang aku pahami hanyalah, Dia yang lebih besar dari semua yang ada di dunia dan di dunia lain, tidaklah memerlukan kebaikan-kebaikan kita. Karena Dia lebih kaya dari siapapun :) Apalagi kita hanyalah makhluk kecil ciptaan-Nya.
Aku tawarkan sebuah ide untuk kita lakukan sama-sama :)
Bagaimana kalau mulai sekarang kita berbuat baik kepada orang lain karena Dia sudah lebih dulu baik kepada kita ?
Bagaimana kalau mulai sekarang kita tidak memikirkan balasan dari manusia atas perbuatan baik kita, karena Dia juga tidak memikirkan balasan dari kita atas kebaikanNya ?
Bagaimana kalau mulai sekarang kita tidak membalas perbuatan jahat orang lain setimpal dengan apa yang telah orang lain perbuat kepada kita, karena Dia juga tidak pernah membalas kejahatan kita setimpal dengan apa yang kita lakukan ?
Jika kita mendapat kebaikan, karena kita berbuat baik juga kepada sesama, itu adalah anugerah Tuhan, itu adalah kebaikan Tuhan, itu adalah hak mutlak Tuhan untuk memberikannya kepada kita, bukan karena usaha kita.
Jika kita mendapat sesuatu yang buruk karena perlakuan orang lain, kenapa kita harus membalasnya, bukankah pembalasan dan apapun juga itu namanya, adalah hak mutlak Tuhan ?
Tuhan adalah hakim yang agung dan adil. Baik dan jahat, balasan dan hukuman, biarlah Dia yang menentukan atas kita. Apa hak kita menghakimi sesama kita ? Bukan kita yang menciptakan sesama kan ?
Tapi jujur, itu sulit. Aku tidak tahu mengapa, tapi jujur saja itu sulit. Tapi mungkin akan lebih baik, bila kita coba lakukan sesulit apapun. Penilaiannya ? Kita serahkan kepada Dia. Dia yang paling tahu bagian terdalam dari hati kita, yang bahkan kita sendiri juga tidak menyadarinya. Minimal kita belajar untuk "menjajal" kesulitan tersebut, dan tanpa terasa kita sudah menaiki satu lagi anak tangga :)
Berbuat baik ... yukkkk.
Memikirkan balasan kebaikan .... huffftttt.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.