Rabu, 15 Februari 2012

Surat untuk Sang Pemimpin

Selamat sore bapak.
Cukup lama saya menunda keinginan saya untuk menulis surat bagi Bapak.
Bukan karena saya tidak cukup banyak waktu untuk menulis, tapi saya ingin mendahulukan sesuatu yang lebih penting, daripada sekadar perasaan dan pikiran yang ingin saya lontarkan kepada Bapak.

Cukup lama saya berkenalan dengan Bapak, namun mungkin tidak cukup baik saya mengenal Bapak, demikian juga sebaliknya.
Cukup banyak perjalanan hidup, pekerjaan dan hal-hal lain yang sering saya ceritakan kepada Bapak, demikian juga sebaliknya.
Semuanya itu membuat saya amat sangat kagum dan mengagumi Bapak,
yang membuat saya berpikir, bahwa Bapak bukan saja pimpinan saya, namun juga pemimpin untuk saya.

Terlalu banyak uneg-uneg di dalam hati saya, minta maaf jika bahasanya tidak teratur. Apa yang saya ingat, apa yang ingin saya sampaikan, itulah yang akan saya tuliskan.

Kali ini saya ingin ngrasani salah satu anak buah Bapak ya :) ... boleh donk ? :)
Anak buah Bapak yang satu ini cukup unik. Suka cemberut, suka cerewet dan ujung-ujungnya cemberut lagi. Tapi tak apalah, kalau tidak ada dia, tidak lengkap dunia ini :)
Satu kali saya mendatangi dia, dan menerangkan keinginan saya untuk membeli salah satu produk keluaran terbaru. Namun tak disangka, bukan sambutan baik yang saya terima, bukan pula hitungan-hitungan njlimet, tetapi saya malah disarankan untuk membelinya melalui pihak pembiayaan. Ah.
Jujur saat itu, terasa kecut hati saya. Terbayang saat owner menawarkan produknya untuk saya beli, di bulan pertama saya ikut dia, tetapi saya malah dapat perlakuan seperti itu dari anak buah Bapak.
Ya, sudah. Saya anggap ini petunjuk buat Tuhan, agar saya membelanjakan uang muka tersebut, untuk saya belikan 3 sepeda pancal sekaligus. Yah itung-itung olah raga untuk saya, istri dan anak saya. :)
Yah, Bapak juga pernah kan melihat saya mengayuh sepeda tersebut ke rumah Bapak.

Di lain waktu, anak buah Bapak ini juga pernah membandingkan saya dengan saudaranya yang seorang fotografer. Saat itu saya diminta untuk menemani salah satu tim ke Gunung Bromo. Saya katakan tidak mau. Alasan saya :
1. Gunung Bromo saat itu sedang batuk, saya tidak cukup berani untuk membawa kamera saya, karena saya pernah mengalami kekotoran di sensor. Dan itu membuat saya harus mengeluarkan uang untuk membersihkannya.
2. Saya hanya memiliki 1 lensa produk. Lensa tersebut saya pergunakan untuk pemotretan khusus produk di studio. Jika lensa tersebut mengalami kerusakan juga, dengan apa saya harus memotret lagi.
3. Keinginan saya untuk memotret di outdoor dengan perlengkapan yang pas menurut saya. Hal inilah yang akhirnya dibandingkan dengan saudara anak buah Bapak ini. Dengan perkataan yang cukup unik di telinga saya "Lho, saudaraku gak pakai alat-alat itu bisa motret dengan bagus kok". Wow. Jujur ini yang akhirnya membuat saya cukup tersinggung.

Namun siapalah saya dibandingkan anak buah Bapak yang unik ini :) Saya hanya bisa diam, dan menuliskannya saat ini.
Mungkin masih cukup banyak keunikan-keunikan yang dia lakukan atas saya, namun saya tidak pernah ingat dengan jelas, kecuali 2 hal di atas, karena cukup membuat saya terpana untuk beberapa hari.



Anak buah Bapak yang lain.
Yang satu ini senang menjerembabkan dirinya ke dalam lumpur emosi dan kemarahan yang meledak-ledak. Hari ini untuk kesekian kalinya saya mendapat masalah karena laporannya :)
Kali ini saya dilaporkan karena tidak mau membantu programnya dia. Saya tidak mau mendesain. Dan saya benar-benar terkena masalah karena hal tersebut. Entah sudah berapa kali dalam hitungan saya, apa yang dia lakukan cukup menyakitkan perasaan saya. Saya ingat pernah menjaga jarak dengan dia, karena satu masalah yang jujur saya sudah lupa :) .... namun saat saya merasakan dia mulai santai lagi, mulai hangat, saya mulai membuka diri saya sendiri, tapi ternyata hal itu adalah hal yang salah, minimal untuk pemikiranku saat ini.
Dia tidak mengenal aku, aku juga tidak mengenal dia. Kadang aku berpikir, apakah hal-hal seperti bantuan yang aku berikan kepada dia, di luar pekerjaan, itu bukan sesuatu yang membuat dia berpikir, bahwa aku ... ya .. aku seperti aku, seperti itu. Tapi rasanya, harapanku salah.
Bahkan karena perbuatan dia, dan beberapa kroninya dulu, sempat membuat aku berpikir, bahwa di tempatku tidak ada yang namanya teman, sahabat atau apalah. Semua itu hanya bull shit. (Tai kebo). Paling tidak, teman itu hanya sebatas, tertawa saat senang, kalau pas ada salah, ya urusanmu lah. Kalau pas teman salah, yah kita laporkan rame-rame, kita injek sama-sama. Sepertinya itu yang terjadi :)
Maaf ya Bapak. Yang satu ini juga sama uniknya. Mengutip Mas Indro (Warkop DKI) sebagai juri Stand Up Comedy, .... Kompor Gas :)


Masih banyak, masih banyak lagi mereka-mereka yang unik.
Masih banyak lagi, tikus-tikus pengerat.
Masih bejibun rayap-rayap perusak.

Namun tidak sedikit pula yang berusaha tampil apa adanya. Jujur, terbuka, bekerja keras, saling mendukung, saling memberi semangat, saling terlibat meskipun hanya sebatas ide. Tapi mereka-mereka yang tampil apa adanya ini, rasanya tidak menarik mata Bapak.
Mungkin karena letak mereka yang jauh dari meja Bapak. Mungkin karena mereka tidak tahu harus ngomong apa jika bertemu Bapak, selain bisa mengucapkan "Selamat Pagi Pak". Atau bisa jadi karena suara mereka tertutupi oleh bisingnya suara-suara di atas yang lebih dekat dengan meja Bapak.

Bapak.
Saya mungkin sedikit lebih beruntung dari mereka-mereka yang tampil apa adanya, karena saya sedikit bisa berteriak kepada Bapak. Dan lebih beruntung lagi, karena saya bukan orang-orang unik, meskipun dengan kekurangan dan kelemahan yang Bapak tahu, karena saya pernah ceritakan.

Bapak.
Saya berharap suatu saat nanti, telinga Bapak bisa mendengarkan celoteh mereka-mereka yang apa adanya ini. Saya berharap suatu saat nanti, mata Bapak bisa melihat bagaimana mereka tampil apa adanya.
Mereka tidak bisa berkata-kata manis, mereka tidak bisa memakai make up, mereka juga tidak tahu cara memakai topeng kondom, namun mereka lebih banyak jumlahnya daripada yang unik.
Bisa Bapak bayangkan, jika mereka ada 150 orang, dan tiap hari mereka mendoakan Bapak, apa tidak sumpek Tuhan ?
Bisa Bapak hitung, jika orang-orang unik yang hanya berjumlah 6 orang, dan tidak setiap hari berdoa untuk Bapak, bukankah akan membuat Tuhan bisa istirahat siang ?

Bapak.
Saya tidak meminta Bapak menangis bersama mereka-mereka yang apa adanya. Biarlah itu jadi tugas mereka untuk menangis dan berdoa, agar Tuhan sumpek.
Saya tidak meminta Bapak meninggalkan mereka ber-6 dan membuang mereka seperti sampah, sebab karena merekalah Tuhan bisa beristirahat.

Namun,
maukah Bapak membuka hati Bapak yang tertutup kata-kata manis ?

Namun,
maukah Bapak membakar semangat Bapak yang telah padam, oleh laporan-laporan yang belum tentu benar adanya ?

Karena Bapaklah kami bisa belajar banyak. Karena Bapaklah kami bisa mengenal siapa pemimpin dan siapa pimpinan. Karena Bapaklah kami bisa bersemangat. Terutama saya pribadi.

Terutama saya, yang memulai segalanya dari nol buuueeessssaaarrr.

Sekali ini saja Bapak. Mohon, lakukan sesuatu. Bapak adalah pemimpin kami. Pemimpin bukan saja anugerah dari Tuhan, namun kepercayaan kami untuk mengikuti.
Mohon Bapak, lakukan sesuatu.

Ini kerinduan saya pribadi. Bukan kerinduan untuk lebih dekat dengan Bapak. Biarlah saya jauh. saya masih tetap bisa berdoa untuk Bapak, dan itu yang akan mendekatkan kita. Tapi saya rindu saat Bapak memimpin kami dengan lantang dan gagah berani. Biarlah orang lain berkata sesuatu yang buruk tentang Bapak, namun kami tetap akan bersama-sama dengan Bapak, melalui onak duri ini.

Please Bapak, please. Do it something.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
;