Dulu, dulu sekali, aku pernah berpikir kau pernah melakukannya, namun karena kata-katamu, aku percaya kau tidak pernah melakukannya.
Dulu, aku pernah berpikir kau hanya melakukannya sekali saja, dan aku percaya karena itu kata-katamu.
Tahun ini, kau berkata pernah melakukannya beberapa kali, dan aku mempercayainya kembali, karena itu adalah kata-katamu.
Hari ini, 2 September 2012, kau berkata, "Aku menyesal telah bersama kamu, (Red: pernah menikahimu)", dan aku tidak tahu lagi harus berkata apa, tapi kemudian aku percaya bahwa kamu memang menyesal menikahiku, karena kau mengatakannya demikian rupa.
Dulu, aku terkejut. Aku mengabaikan perasaanku dan tetap memegang kepercayaanku kepadamu, namun aku tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku, saat kau mengatakannya.
Tahun ini, aku terkejut. Aku percaya dengan perkataanmu, namun akhirnya kau ceritakan semuanya, semua hal yang kau tutupi, semua hal yang aku percaya tidak pernah kau lakukan. Tetapi pada akhirnya aku harus menerima keterkejutanku, untuk kedua kalinya.
Hari ini. Aku percaya dalam setiap kekuranganku, kau mau mendukungku, kau mau menemaniku, namun hari ini aku menangis saat kau katakan penyesalanmu karena "harus" dan "telah" menemaniku selama ini.
Aku percaya kepadamu.
Aku percaya kepadamu
Aku percaya kepadamu
Aku terkejut
Aku terkejut
Aku terkejut
Saat ini aku tidak bisa mengisi otakku dengan pikiran yang baik, saat ini aku tidak mengisi otakku dengan percaya kepadamu karena aku takut bila aku akan terkejut kembali dan menerima kenyataan yang mengejutkan.
Percaya, aku akhirnya terkejut.
Aku terkejut, dadaku rasanya sesak.
Dadaku sesak, rasanya tidak ada lagi jalan untuk aku.
Kini aku harus selalu siap menghadapi kejutan-kejutan berikutnya.
Aku hancur hari ini.
God, please. Seperti Simson, meskipun dia telah berdosa kepadamu dan melanggar aturanmu, namun untuk terakhir kalinya, Engkau memberikan dia kekuatan.
Please God, beri aku satu kali kekuatan terakhir. Satu keberanian. Satu saja. Dan ampuni aku.
Please God, please.
Aku tidak mau menangis terus. Karena tetesan air mataku pun tidak akan membuatnya melihatku, tidak akan membuatnya berpaling kepadaku, tidak akan membuatnya mencintaiku.
Tapi tetesan air mata ini hanya penutup, penutup semua rasa sesak, penutup kebuntuanku.
Tolong Tuhan, satu kekuatan terakhir, untuk keberanian terakhir
Ampuni aku.
***
Cerita ini hanya fiktif belaka, tidak ada kaitannya dengan peristiwa atau orang. Bila ada, itu hanya kebetulan semata.
****
Andai aku bisa mengatakannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.