Jumat, 21 September 2012

Mbak, benarkah aku bisa gila ?

Kemarin sore, aku menerima BBM istriku yang mengatakan sedang di rumah temannya. Dia disana bersama seorang temannya yang lain. Mereka bertiga (sebenarnya berempat), katanya kawan dekat saat SMP. Saat menerima BBM tersebut, secepat itu muncul perasaan tidak pas, perasaan tidak suka. Dan secepat itu pula aku berusaha menanyakan pada diriku sendiri apa yang membuat aku tidak pas dan kurang begitu suka.

Yang berkelebat di otakku :
1. Kok istriku ndak bilang kalau mau ada rencana ketemuan dengan temannya ? Bukankah dulu sudah pernah ngomong atau mungkin menurutku berkomitmen, untuk ngomong dulu bila ada rencana atau acara apapun, sehingga pihak yang lain bisa menyesuaikan lagi. Jujur saat itu aku merasa tidak dihargai. Dan kemudian setelah sesampainya di rumah, aku bertambah merasa kurang pas, karena ... saat temannya ingin ketemuan dia bisa pulang tepat waktu (tanpa takut matahari siang, panas, dll), tapi kenapa pas giliranku yang ingin dia pulang tepat waktu, selalu saja ada alasan. Entah masih melanjutkan pekerjaan, entah masih silau, dll. Dan aku merasa aku tidak ada istimewa-istimewanya, lalu dengan enteng pula dia berkata ... "kan setiap hari aku ketemu kamu, kalo temanku kan tidak setiap hari".

2. Teringat kata-kata istriku, mungkin aku iri karena aku tidak memiliki teman baik, seperti dia. Jujur, aku hanya takut terjerumus dan menjadi kecanduan, serta sulit melepaskan diri.

3. Kenapa aku harus tidak pas dengan apa yang dilakukan istriku. Bukankah tidak ada masalah
kalau dia melakukan hal tersebut ? Ataukah aku mulai kuatir bila dia seperti kedua kakaknya yang lain, yang dalam persepsiku kurang pas. Satu kesana, pasangannya kesini, kayak tidak ada asyik-asyiknya berumah tangga. Tapi hal inipun juga tidak terlalu mengganggu aku.

4. Kalau aku iri, di bagian mananya aku yang iri.

5. Apakah aku salah cuma ingin dihargai sebagai suami, dengan hal-hal sederhana dan kecil semacam .. "minta ijin", "pamit", "cerita" ... gitu lah

6. Apa aku suami yang kolot ? Karena didikan keluarga JAWA-ku.

Dalam perjalananku, gambaran dan pertanyaan-pertanyaan seperti itu secepat kilat muncul. Dan akhirnya ... saat aku mulai melihat diriku sendiri, aku mulai menjadi sedih. Tidak bisa menerima keadaan diriku yang seperti ini. Malam hari saat aku bertemu dengan istriku, kuceritakan semua uneg-unegku. Meskipun aku tidak memperoleh respon yang bisa aku jadikan semangat, namun aku sedikit bisa bernafas lega, karena aku tidak terlalu lama didera rasa sesak yang aku alami saat menerima BBM dia.

Aku berkata kepadanya, aku sedih dengan keadaanku. Aku saja tidak bisa menerima dan menyesal dengan kondisiku yang rasanya semakin parah. Aku bisa maklum bila kamu pun merasa menyesal menikah denganku. Aku bisa paham.

Dan akupun teringat vonis yang pernah dilontarkan kakaknya, bahwa yang aku alami ini bisa bertambah parah dan aku bisa menjadi gila karenanya.
Mbak, benarkah aku bisa gila ?

Lalu apa yang harus aku lakukan ?
Yang aku tahu cuma, aku meminta satu keberanian dan satu kekuatan saja kepada Tuhan, agar aku bisa menyelesaikan hidupku disini. Lebih baik mati daripada hidup tidak berguna dan menyusahkan orang lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
;