Untuk mendapatkan sesuatu yang sangat kita inginkan, kadang berbagai cara akan kita lakukan. Melewati badai topan seolah sedang berhadapan dengan hujan gerimis. Berlari di antara desingan peluru, laksana menikmati kicauan burung di pagi hari. Namun akan berbeda ceritanya jika kita telah mendapatkannya. Hujan gerimis terasa sangat dingin menembus tulang. Jangankan berlari di tengah desingan peluru, untuk berjalan dengan beberapa rintangan dan tantanganpun akan terasa berat dan malas, lebih enak di tempat aman dan nyaman.
Berikut adalah kisah fiksi yang ingin aku tuliskan.
Di masa-masa sekarang, pengakuan merupakan sesuatu yang sangat mahal harganya. Di media televisi sering ditayangkan orang-orang yang tidak mau mengakui kesalahannya, anaknya, perbuatannya apapun itu dan banyak hal lain, yang seolah-olah menjadi indikasi semakin mahalnya nilai pengakuan tersebut. Mungkin karena mereka tidak sanggup membayangkan, hal-hal yang akan terjadi sesudahnya apabila mereka membuat pengakuan tertentu.
Aku pun juga menyadari hal tersebut. Pengakuan akan kekurangan dan kelemahanku kadangkala seperti momok yang siap menghujam dan menenggelamkanku ke jurang yang paling gelap dan dalam. Dan tak jarang bayang-bayang pengakuan tersebut, seolah akan meruntuhkan "image", harga diri
Aku pun juga menyadari hal tersebut. Pengakuan akan kekurangan dan kelemahanku kadangkala seperti momok yang siap menghujam dan menenggelamkanku ke jurang yang paling gelap dan dalam. Dan tak jarang bayang-bayang pengakuan tersebut, seolah akan meruntuhkan "image", harga diri
Produk yang gagal, entah karena sebab teknis maupun non teknis, biasanya akan dihancurkan apabila tidak bisa di-rekondisi. Namun re-kondisi biasanya dipakai sebagai alternatif cadangan. Pilihan pertama untuk produk yang gagal, biasanya dihancurleburkan. Agar tidak memalukan bila sampai di pasaran ataupun agar tidak menghancurkan produk berikutnya.
Adakah manusia diciptakan sebagai produk yang gagal ?
Dengan rasa mual yang aku alami karena moodku yang kadang berubah, lalu berturut-turut menjadi orang yang selalu merasa bersalah, tidak yakin dengan kemampuan diri, orang yang posesif, entah apalagi nantinya (aku berharap ini akan berakhir), aku merasakan diriku sebagai produk gagal.
Adakah manusia diciptakan sebagai produk yang gagal ?
Dengan rasa mual yang aku alami karena moodku yang kadang berubah, lalu berturut-turut menjadi orang yang selalu merasa bersalah, tidak yakin dengan kemampuan diri, orang yang posesif, entah apalagi nantinya (aku berharap ini akan berakhir), aku merasakan diriku sebagai produk gagal.
Hampir di setiap perjalanan kemanapun, saat naik mobil aku selalu mengunyah sebiji permen. Selain untuk melawan mualku, juga untuk mengantisipasi bau mulut yang mungkin muncul. Dan di setiap kesempatan tersebut, bungkus permen selalu aku masukkan kantong, kadang bisa terbuang jika aku melihat tempat sampah, ataupun kadang ikut tercuci oleh istri tercinta .. heheh :) nyampah di mesin cuci lah.
Tak jarang sang sopir, yang kadang adalah temanku sendiri, selalu berkomentar
Sebagai pengikut agama Kristen, aku seringkali bertemu dengan pengusaha-pengusaha dan pimpinan-pimpinan yang sama-sama menganut agama Kristen. Sehingga acapkali apa yang mereka katakan, apa yang mereka perbuat, mempunyai kemiripan, apalagi jika bertindak berdasarkan Alkitab, atau minimal penafsiran yang sama tentang isi Alkitab.
Hari ini, aku ingin menuliskan uneg-unegku berdasarkan cerita seorang teman yang "mengeluhkan", bagaimana karyawannya keluar masuk, dengan berbagai alasan klasik menurut versi dia. Klasik disini, identik dengan gaji. Dia mengisahkan, karyawannya,
Hari ini, aku ingin menuliskan uneg-unegku berdasarkan cerita seorang teman yang "mengeluhkan", bagaimana karyawannya keluar masuk, dengan berbagai alasan klasik menurut versi dia. Klasik disini, identik dengan gaji. Dia mengisahkan, karyawannya,
Aku selalu sedih dan sekaligus benci jika melihat sosokmu.
Saat putus asa, yang kau ingat hanyalah kematian.
Saat sedih, yang kau ingat hanyalah keputusasaan.
Saat melihat keluargamu, yang kau ingat hanyalah kesedihan.
Saat melihat dirimu yang carut marut, yang kau ingat hanyalah keluargamu.
Saat melihat masa lalumu, yang kau ingat adalah dirimu yang sekarang carut marut.
Tidak ada yang bisa membuatmu bangun dari mimpi burukmu.
Tidak ada yang bisa membuatmu melepaskan imajinasi terbusukmu.
Tidak ada yang bisa membuatmu terbang bebas bagai rajawali.
Kecuali dirimu sendiri dan secerah harapan pada mujizat.
Dan saat itu kau sadari, kau kembali melihat dirimu yang carut marut.
Sambil berkata, "Mungkinkah ? Bisakah ? Andai ... "
Kadang kau gantungkah dirimu pada seutas tali pengharapan di tangan manusia.
Manusia yang paling kau cintai dalam hidupmu.
Tapi tak kau sadari, bahwa manusia itupun bisa lelah, letih dan sedih karenamu.
Namun terus kau tuntut dia untuk kuat dan menemanimu, dalam sisa rongga kekeringanmu.
Letih sudah jiwamu.
Hanya air sungai yang jernih, hanya sinar matahari yang hangat, hanya angin yang berhembus perlahan,
hanya rumput yang lembut ... teriak jiwamu meminta.
Nanti kau akan menemukannya.
Dalam keabadian.
Saat putus asa, yang kau ingat hanyalah kematian.
Saat sedih, yang kau ingat hanyalah keputusasaan.
Saat melihat keluargamu, yang kau ingat hanyalah kesedihan.
Saat melihat dirimu yang carut marut, yang kau ingat hanyalah keluargamu.
Saat melihat masa lalumu, yang kau ingat adalah dirimu yang sekarang carut marut.
Tidak ada yang bisa membuatmu bangun dari mimpi burukmu.
Tidak ada yang bisa membuatmu melepaskan imajinasi terbusukmu.
Tidak ada yang bisa membuatmu terbang bebas bagai rajawali.
Kecuali dirimu sendiri dan secerah harapan pada mujizat.
Dan saat itu kau sadari, kau kembali melihat dirimu yang carut marut.
Sambil berkata, "Mungkinkah ? Bisakah ? Andai ... "
Kadang kau gantungkah dirimu pada seutas tali pengharapan di tangan manusia.
Manusia yang paling kau cintai dalam hidupmu.
Tapi tak kau sadari, bahwa manusia itupun bisa lelah, letih dan sedih karenamu.
Namun terus kau tuntut dia untuk kuat dan menemanimu, dalam sisa rongga kekeringanmu.
Letih sudah jiwamu.
Hanya air sungai yang jernih, hanya sinar matahari yang hangat, hanya angin yang berhembus perlahan,
hanya rumput yang lembut ... teriak jiwamu meminta.
Nanti kau akan menemukannya.
Dalam keabadian.
Aku pernah mendengar suatu teori dari seorang "pakar", tentang cara menilai seseorang, yang bisa dipergunakan untuk apapun keperluannya. Dengan pedoman Obyektif 80% dan Subyektif 20%.
Berharap untuk tidak lagi mengisi kolom "Makian", namun ternyata aku tidak bisa. Entah karena aku emosiku yang sedang carut marut, atau kebencianku, atau dendamku yang tidak terbalaskan, atau sakit hatiku atas perlakuannya terhadap istri dan anakku yang sewenang-wenang, menurut "subyektifitas" cara berpikirku.
Menurut Subyektifitasku yang 20% ... versi negatif ini :
1. Cuma bisa aksi dan gaya saja
>> kamu adalah Rajanya
2. Pembohong
>> kamu adalah terbaik dari yang terbaik
Sekarang aku harus adil dalam "memaki"-mu. Kugunakan Obyektifitasku yang 80% ... versi positif ini :
1. Low profile
>> pasti aku sedang berbohong
2. Suka memberi masukan positif
>> pasti aku sedang berkhayal
3. Penyabar
>> mungkin saat itu aku habis minum antimo 17 biji
4. Penyayang
>> ah, itu cerita orang lain
5. Pendamai
>> kata-katamu sendiri .. dulu. .... Sekarang .. ???
6. Dihormati dan disegani semua orang
>> iya tah ? kok bini-nya ndak ?
7. Pekerja keras
>> wuihhh keras sekali, sampe sering kecapekan dan tertidur
8. Menghargai privasi
>> mbelgedezh
Nah, sudah benar kan komposisiku dalam "memaki"-mu. 80% dan 20%. Aku luapkan emosi dan kemarahanku semalam karena perbuatanmu yang gak sesuai dengan "jati dirimu" yang kamu katakan beberapa hari yang lalu ("aku itu orangnya sangat menghargai privasi"). Aku puaskan untuk memaki-mu dengan lebih cerdas, tidak menyakitimu dan membuatku lumayan plong. Mungkin lebih plong lagi sebenarnya bila aku meminta pembalasan untuk perbuatanmu, tapi .. aku pikir-pikir .. ndak deh. Bukan hak-ku untuk membalas, pun juga untuk meminta. Semua akan berjalan di jalan-Nya.
Akhir kata ... GTH coy, sayang aku harus memaki "Sang Pakar" ...
*** SELESAI ***
NB :
Aku berharap tidak akan menambah isi kolom makian, minimal bila aku terpaksa mengisinya, bukan karena Subyek yang sama. I wish.
Berharap untuk tidak lagi mengisi kolom "Makian", namun ternyata aku tidak bisa. Entah karena aku emosiku yang sedang carut marut, atau kebencianku, atau dendamku yang tidak terbalaskan, atau sakit hatiku atas perlakuannya terhadap istri dan anakku yang sewenang-wenang, menurut "subyektifitas" cara berpikirku.
Menurut Subyektifitasku yang 20% ... versi negatif ini :
1. Cuma bisa aksi dan gaya saja
>> kamu adalah Rajanya
2. Pembohong
>> kamu adalah terbaik dari yang terbaik
Sekarang aku harus adil dalam "memaki"-mu. Kugunakan Obyektifitasku yang 80% ... versi positif ini :
1. Low profile
>> pasti aku sedang berbohong
2. Suka memberi masukan positif
>> pasti aku sedang berkhayal
3. Penyabar
>> mungkin saat itu aku habis minum antimo 17 biji
4. Penyayang
>> ah, itu cerita orang lain
5. Pendamai
>> kata-katamu sendiri .. dulu. .... Sekarang .. ???
6. Dihormati dan disegani semua orang
>> iya tah ? kok bini-nya ndak ?
7. Pekerja keras
>> wuihhh keras sekali, sampe sering kecapekan dan tertidur
8. Menghargai privasi
>> mbelgedezh
Nah, sudah benar kan komposisiku dalam "memaki"-mu. 80% dan 20%. Aku luapkan emosi dan kemarahanku semalam karena perbuatanmu yang gak sesuai dengan "jati dirimu" yang kamu katakan beberapa hari yang lalu ("aku itu orangnya sangat menghargai privasi"). Aku puaskan untuk memaki-mu dengan lebih cerdas, tidak menyakitimu dan membuatku lumayan plong. Mungkin lebih plong lagi sebenarnya bila aku meminta pembalasan untuk perbuatanmu, tapi .. aku pikir-pikir .. ndak deh. Bukan hak-ku untuk membalas, pun juga untuk meminta. Semua akan berjalan di jalan-Nya.
Akhir kata ... GTH coy, sayang aku harus memaki "Sang Pakar" ...
*** SELESAI ***
NB :
Aku berharap tidak akan menambah isi kolom makian, minimal bila aku terpaksa mengisinya, bukan karena Subyek yang sama. I wish.
Mbak dan mbak, terima kasih untuk membuat istriku lepas dari beban yang dipanggulnya selama 13 tahun ini. Maaf, mungkin tidak seharusnya aku tahu tentang cerita-cerita yang kalian minta kepada istriku untuk tidak diceritakan kepadaku. Namun aku "kadung" menyayangi kalian sebagai bagian dari kehidupanku. Mungkin bukan seperti istriku, tapi kalian punya tempat sendiri dalam pikiranku. Kami berdoa untuk kebahagiaan kalian, sendiri atau bersama pasangan.
Beban yang secara tidak langsung kalian lepaskan dari istriku, bukanlah beban yang mudah untuk ditanggung seorang diri. Aku pun berusaha mengambil bagian untuk melepaskan salah satu beban hidupnya, entah caraku benar atau salah, aku cuma ingin melakukan yang terbaik, yang aku tahu. Dan aku berharap, istriku sudah merasakan bahwa aku telah melakukan bagian terbaikku. Karena aku tahu dengan detil,
Beban yang secara tidak langsung kalian lepaskan dari istriku, bukanlah beban yang mudah untuk ditanggung seorang diri. Aku pun berusaha mengambil bagian untuk melepaskan salah satu beban hidupnya, entah caraku benar atau salah, aku cuma ingin melakukan yang terbaik, yang aku tahu. Dan aku berharap, istriku sudah merasakan bahwa aku telah melakukan bagian terbaikku. Karena aku tahu dengan detil,
Aku tidak pernah benar-benar serius atau senang dengan olahraga apapun yang berbau kompetisi. Bagiku, mendaki gunung dan berbagai kegiatan alam lainnya adalah olahraga terbaik untuk diriku. Badminton aku pernah mengikutinya, namun aku tidak cocok. Entah karena aku kurang merasakan manfaatnya, atau karena olah raga yang aku gagas pertama kali untuk diadakan di pabrik setelah pulang kerja (untuk teman-teman Disroom) telah berubah haluan, dari fun menjadi faaaannnn.
Terakhir aku mencoba pingpong, atau tenis meja. Dan aku juga merasakan ... ini bukan olah raga yang sesuai. Tapi untuk mencari keringat dan membuang sumpek, oke lah. Tak terasa sudah cukup lama aku melakukannya. Disinilah aku menemukan suatu pelajaran hidup untukku. Berharga untukku, mungkin berharga juga untukmu :)
Sekilas info, dalam setiap permainan pingpong yang aku lakukan, hampir selalu berganti-ganti pasangan. Kadang pasangan hari ini, bisa jadi lawan hari esok. Peraturan permainan simple, yang menang boleh main terus. Jadi bila sudah 2 set menang, dia boleh terus main dengan lawan yang berbeda.
Ini pelajaran hidup yang aku rasakan di meja kotak :
Terakhir aku mencoba pingpong, atau tenis meja. Dan aku juga merasakan ... ini bukan olah raga yang sesuai. Tapi untuk mencari keringat dan membuang sumpek, oke lah. Tak terasa sudah cukup lama aku melakukannya. Disinilah aku menemukan suatu pelajaran hidup untukku. Berharga untukku, mungkin berharga juga untukmu :)
Sekilas info, dalam setiap permainan pingpong yang aku lakukan, hampir selalu berganti-ganti pasangan. Kadang pasangan hari ini, bisa jadi lawan hari esok. Peraturan permainan simple, yang menang boleh main terus. Jadi bila sudah 2 set menang, dia boleh terus main dengan lawan yang berbeda.
Ini pelajaran hidup yang aku rasakan di meja kotak :
Sebelum aku mati ... aku harap, dan aku sangat berharap bisa melakukannya :
1. Melihat istri dan anakku tertawa terbahak-bahak hingga menangis
2. Melihat rumah kami dipenuhi kedamaian dan keceriaan
3. Melihat anjing kami tumbuh dengan sehat
4. Membeli sebuah mobil untuk Komisi Anak di Gereja
5. Mengajak jalan-jalan Bapak dan Ibu
6. Melihat keluargaku di Mawar berbahagia dalam hal paling sederhana sekalipun
7. Membuat tempat tinggal yang baik dan sehat untuk orang-orang yang tidak punya tempat tinggal, sehingga aku bisa mewujudkan mimpi gilaku
8. Berdoa bersama
9. Makan urap-urap terenak :D
10. Tanpa rasa sakit dan derita, hanya senyum di dalam pelukan orang yang kucintai, istri dan anakku, sebelum aku menutup mata untuk selamanya.
I wish ..
1. Melihat istri dan anakku tertawa terbahak-bahak hingga menangis
2. Melihat rumah kami dipenuhi kedamaian dan keceriaan
3. Melihat anjing kami tumbuh dengan sehat
4. Membeli sebuah mobil untuk Komisi Anak di Gereja
5. Mengajak jalan-jalan Bapak dan Ibu
6. Melihat keluargaku di Mawar berbahagia dalam hal paling sederhana sekalipun
7. Membuat tempat tinggal yang baik dan sehat untuk orang-orang yang tidak punya tempat tinggal, sehingga aku bisa mewujudkan mimpi gilaku
8. Berdoa bersama
9. Makan urap-urap terenak :D
10. Tanpa rasa sakit dan derita, hanya senyum di dalam pelukan orang yang kucintai, istri dan anakku, sebelum aku menutup mata untuk selamanya.
I wish ..
Aku memperoleh istilah ini dari salah seorang kakak, mentor dan aku anggap guru di sisi yang lain. Mungkin berawal dari cerita yang cukup panjang, dan bisa menghabiskan beberapa halaman untuk menuliskannya secara detail. Namun aku ingin menuliskannya dalam pandanganku pribadi, tanpa campur tangan orang lain ataupun paksaan dari pihak manapun .. kayak nulis surat pernyataan wae ya :d
Bad guy, seseorang yang dianggap jelek, buruk dan bahkan mungkin busuk (menurut Chef Juna), sehingga orang lain merasa kurang nyaman berada di dekatnya. Bukan karena baunya, tapi lebih kepada apa yang diperbuatnya yang menyentuh semua orang di sekelilingnya.
Good guy, pasti kebalikan dari bad guy. Hehehe, masa perlu dituliskan ulang sih :p
Kadang, aku merasa, diriku adalah sosok yang bad guy. Tidak bisa bergaul, tidak bisa
Bad guy, seseorang yang dianggap jelek, buruk dan bahkan mungkin busuk (menurut Chef Juna), sehingga orang lain merasa kurang nyaman berada di dekatnya. Bukan karena baunya, tapi lebih kepada apa yang diperbuatnya yang menyentuh semua orang di sekelilingnya.
Good guy, pasti kebalikan dari bad guy. Hehehe, masa perlu dituliskan ulang sih :p
Kadang, aku merasa, diriku adalah sosok yang bad guy. Tidak bisa bergaul, tidak bisa
Terkadang, dalam pencapaian akan sesuatu hal, orang menginginkan suatu penghargaan sebagai bukti bahwa dia telah mencapai prestasi tertentu. Piagam, trophy, medali, uang dan berbagai macam bentuk pengakuan lainnya, yang akan mengesahkan dirinya sebagai pemenang.
Namun adakalanya, setelah melakukan pencapaian prestasi tertentu, penghargaan yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang diharapkan atau malahan tidak memperoleh suatu apapun. Istilahnya ... Apeslah :p
Dulu, dulu sekali, aku dan istriku pernah berdiskusi tentang keinginan memiliki anak kedua. Namun aku selalu bersikukuh bahwa aku tidak ingin memiliki anak lagi atau memiliki seorang anak angkat daripada anak kandung. Dan hingga detik ini aku menulis, setelah beberapa minggu yang lalu istriku meneteskan air mata
Namun adakalanya, setelah melakukan pencapaian prestasi tertentu, penghargaan yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang diharapkan atau malahan tidak memperoleh suatu apapun. Istilahnya ... Apeslah :p
Dulu, dulu sekali, aku dan istriku pernah berdiskusi tentang keinginan memiliki anak kedua. Namun aku selalu bersikukuh bahwa aku tidak ingin memiliki anak lagi atau memiliki seorang anak angkat daripada anak kandung. Dan hingga detik ini aku menulis, setelah beberapa minggu yang lalu istriku meneteskan air mata
11 Sept 2013
Sebuah message aku terima, "Pesan Terakhir" setelah sehari sebelumnya, aku menyuapi kakak papa, yang adalah budheku dan lebih seperti ibu-ku, yang sedang terbaring sakit melawan kanker yang diketahui saat itu adalah jenis kanker paru-paru.
Selesai meminum obat, sekitar pukul 06.30, aku mengurut pelan telapak kaki sebelah kanannya. Karena posisiku di sebelah kanan, beliau mendekatkan kaki kirinya, agar bisa terjangkau oleh tanganku. Namun aku memilih untuk berpindah posisi. Setengah jam kurang lebih aku mengurut beliau, sarapan pagi di antar oleh perawat.
Aku menawarkan untuk menyuapi beliau, spontan beliau menjawab
Sebuah message aku terima, "Pesan Terakhir" setelah sehari sebelumnya, aku menyuapi kakak papa, yang adalah budheku dan lebih seperti ibu-ku, yang sedang terbaring sakit melawan kanker yang diketahui saat itu adalah jenis kanker paru-paru.
Selesai meminum obat, sekitar pukul 06.30, aku mengurut pelan telapak kaki sebelah kanannya. Karena posisiku di sebelah kanan, beliau mendekatkan kaki kirinya, agar bisa terjangkau oleh tanganku. Namun aku memilih untuk berpindah posisi. Setengah jam kurang lebih aku mengurut beliau, sarapan pagi di antar oleh perawat.
Aku menawarkan untuk menyuapi beliau, spontan beliau menjawab
Sabtu, 31 Agustus 2013
Tulisan
0
komentar
Walaupun kau terlihat menang, yang kau dapat hanya kehampaan
Sebuah pertandingan adalah sesuatu hal yang harus dimenangkan, itu kata orang-orang tua jaman dulu. Menang adalah tetap menang dan kalah adalah tetap kalah, meskipun "tipis". Mereka selalu memacu anak-anaknya untuk menjadi pemenang dalam setiap pertandingan, sekecil apapun itu. Mulai lomba makan kerupuk di setiap acara 17-an, hingga peraih ranking di kelasnya dalam masa-masa pendidikan formal. Sehingga tanpa disadari, anak-anak tersebut terbiasa untuk selalu menciptakan iklim kompetisi dalam setiap kehidupan mereka. Yang intinya, "aku tidak mau kalah".
Namun ingatkah bahwa orang tuanya orang tua tersebut yang sudah lebih dahulu tua dan sebelumnya memiliki orang-orang tua juga, memberikan satu pepatah "Kalah jadi abu, menang jadi arang" ... Apakah pepatah tersebut hanya berlaku untuk "pertandingan" yang tidak ada manfaatnya ? Misalnya tawuran massal dll. Sekilas tentang perkelahian atau apapun itu bentuknya, aku teringat dengan salah satu kata-kata dari Kelatnas (Keluarga Silat Nasional) Perisai Diri
Namun ingatkah bahwa orang tuanya orang tua tersebut yang sudah lebih dahulu tua dan sebelumnya memiliki orang-orang tua juga, memberikan satu pepatah "Kalah jadi abu, menang jadi arang" ... Apakah pepatah tersebut hanya berlaku untuk "pertandingan" yang tidak ada manfaatnya ? Misalnya tawuran massal dll. Sekilas tentang perkelahian atau apapun itu bentuknya, aku teringat dengan salah satu kata-kata dari Kelatnas (Keluarga Silat Nasional) Perisai Diri
Weks ... angin darimana Wen pake basa inglis segala, gaya amat lu ...
Hehehehehehehe.
Bukan apa, soalnya kalo tuh judul dilempar pake basa endonesa, jadinya aneh ... "Kamu yang minum kopi, tapi pengen orang lain dapet ampasnya" Hehehe.
Satu kali Litani sedang bergosip ria dengan tiga orang temannya, Munyuk, Kunyuk dan Bunyuk (buset, jelek amat namanya .. hehehe).
Litani : "Di kehidupan pernikahan kami, kami berdua saling terbuka, tidak ada lagi yang namanya rahasia, kebohongan atau tembok apapun diantara kami".
Munyuk : "Wah ya keliru donk. Kita sebagai kaum wanita yang merdeka setelah tahun 1945, harus tetap punya yang namanya rahasia."
Kunyuk : "He eh. Jangan mau diberangus oleh pria atas nama cinta".
Bunyuk : "Ho oh, bener itu"
Hehehehehehehe.
Bukan apa, soalnya kalo tuh judul dilempar pake basa endonesa, jadinya aneh ... "Kamu yang minum kopi, tapi pengen orang lain dapet ampasnya" Hehehe.
Satu kali Litani sedang bergosip ria dengan tiga orang temannya, Munyuk, Kunyuk dan Bunyuk (buset, jelek amat namanya .. hehehe).
Litani : "Di kehidupan pernikahan kami, kami berdua saling terbuka, tidak ada lagi yang namanya rahasia, kebohongan atau tembok apapun diantara kami".
Munyuk : "Wah ya keliru donk. Kita sebagai kaum wanita yang merdeka setelah tahun 1945, harus tetap punya yang namanya rahasia."
Kunyuk : "He eh. Jangan mau diberangus oleh pria atas nama cinta".
Bunyuk : "Ho oh, bener itu"
Senin, 26 Agustus 2013
Tulisan
0
komentar
Menghapus garismu, lebih mudah daripada memanjangkan garisku
Sepertinya manusia memang tak akan pernah lepas dari sesuatu yang aku sebut "menghakimi", aku mengalaminya dan melakukannya. Anda ? Kalian ? Siapapun, mungkin pernah mengalaminya, meskipun dalam skala yang tipis, kecil dan mikroskopis. Entah itu bentuknya penyindiran secara halus, penuduhan secara verbal ataupun pembunuhan karakter. Pembunuhan karakter disini adalah gabungan penyindiran, penuduhan dan mencari "bolo" untuk melakukan tindakan penghakiman tersebut.
Mungkin aku belum pernah bertemu dengan manusia yang sepanjang hidupnya tidak pernah menghakimi atau mungkin belum takdirku untuk bertemu dengan makhluk ciptaan Tuhan dengan kriteria "tidak pernah menghakimi sedikitpun".
Dan boleh percaya boleh tidak, suka suka elu lah :) .... secara tidak sadar, dengan tindakan menghakimi, kita telah menempatkan diri sendiri sebagai Tuhan atas orang lain. Bahkan secara tidak langsung, kita telah mengangkat diri kita sendiri menjadi Tuhan atas orang lain.
Kok bisa ? ...
Mungkin aku belum pernah bertemu dengan manusia yang sepanjang hidupnya tidak pernah menghakimi atau mungkin belum takdirku untuk bertemu dengan makhluk ciptaan Tuhan dengan kriteria "tidak pernah menghakimi sedikitpun".
Dan boleh percaya boleh tidak, suka suka elu lah :) .... secara tidak sadar, dengan tindakan menghakimi, kita telah menempatkan diri sendiri sebagai Tuhan atas orang lain. Bahkan secara tidak langsung, kita telah mengangkat diri kita sendiri menjadi Tuhan atas orang lain.
Kok bisa ? ...
Suatu kebiasaan untuk saling bertanya kabar setelah sekian lama tidak bertemu. Menjadi kebiasaan pula setelah sering bertemu untuk bertanya lebih dalam lagi. Dan akhirnya keterusan menjadi adat, untuk selalu mau tahu urusan orang lain serta masalah-masalah yang sedang dihadapinya sendiri ataupun keluarganya, dll.
Contoh :
Hari 1 - "Halo, apa kabar ?"
Hari 2 - "Hai, gimana kabarmu dan suamimu?"
Hari 3 - "Aloha, suami dan anakmu, baik-baik saja kan?"
Hari 4 - "Gimana masalahmu dengan suamimu?"
Hari 5 - "Sabar saja ngadepin
Contoh :
Hari 1 - "Halo, apa kabar ?"
Hari 2 - "Hai, gimana kabarmu dan suamimu?"
Hari 3 - "Aloha, suami dan anakmu, baik-baik saja kan?"
Hari 4 - "Gimana masalahmu dengan suamimu?"
Hari 5 - "Sabar saja ngadepin
Pertanyaan ini bukan untuk Anda yang kebetulan nyasar di blog ini :) ... ini lebih kepada cermin, refleksi atau pantulan atau apalah dari diri sendiri. Tapi misal sesuai dengan yang Anda alami, yah itu hanya kebetulan saja, heheh :)
- Apa arti teman itu ?
* Hmmm, apa yah. Seseorang atau banyak orang, yang sering berhubungan dengan aku.
- Terus kalo ndak sering berhubungan, berarti bukan teman ?
* Wah ndak juga ya, cuma mungkin sebatas biasa-biasa saja. Just say "hello" and say "good bye" then.
- Hehe, masak teman ada level dan kastanya gitu ?
* Lah, itu dia. Aku juga bingung, mungkin aku-nya yang seperti itu. Mungkin yang lain
- Apa arti teman itu ?
* Hmmm, apa yah. Seseorang atau banyak orang, yang sering berhubungan dengan aku.
- Terus kalo ndak sering berhubungan, berarti bukan teman ?
* Wah ndak juga ya, cuma mungkin sebatas biasa-biasa saja. Just say "hello" and say "good bye" then.
- Hehe, masak teman ada level dan kastanya gitu ?
* Lah, itu dia. Aku juga bingung, mungkin aku-nya yang seperti itu. Mungkin yang lain
Puji Syukur kepada Allah Bapa yang aku kenal di dalam Yesus Kristus, Sang Roh Kudus, karena atas ijin, berkat dan perlindunganNya sajalah, aku sekeluarga dapat menyelesaikan perjalanan pulang pergi Jatim - Jabar dalam keadaan selamat, sehat dan tak kurang suatu apapun. Pengalaman selama perjalanan, adalah pengalaman yang menyenangkan. Pengalaman selama aku tinggal di Jabar, adalah pengalaman yang mengharukan. Pengalaman saat aku sekeluarga harus kembali ke rumah, adalah pengalaman yang membuat kami sedih.
Tapi seperti tulisanku sebelumnya Mimpi Daniel, bila aku bisa kembali ke rumah, maka aku akan kembali menulis :) ... menulis dan merangkai kata-kata yang kadang tidak beraturan, sak karepe dewe dan tidak sesuai EYD :p
Di bagian tulisan ini, aku ingin ungkapkan kerinduanku
Tapi seperti tulisanku sebelumnya Mimpi Daniel, bila aku bisa kembali ke rumah, maka aku akan kembali menulis :) ... menulis dan merangkai kata-kata yang kadang tidak beraturan, sak karepe dewe dan tidak sesuai EYD :p
Di bagian tulisan ini, aku ingin ungkapkan kerinduanku
Hari Sabtu lalu, 1 Juni 2013, kira-kira sore hari setelah istriku pulang dari tempatnya bekerja, aku dikejutkan oleh anakku, Daniel, yang menangis setelah terbangun dari tidurnya. Saat itu aku yang tengah bekerja di depan komputer, merasa aneh dan heran. Pelan-pelan aku minta Daniel untuk tenang dan menceritakan apa yang menyebabkan dia menangis setelah bangun tidur. Lalu dia bercerita dalam sesenggukan tangisnya.
"Aku mimpi kita meninggal waktu ke Bogor. Terus diangkat Malaikat".
"Aku mimpi kita meninggal waktu ke Bogor. Terus diangkat Malaikat".
Sekian lama aku tak menulis, padahal ada banyak hal yang terjadi saat aku masih bernafas. Jadi sekarang aku tuliskan saja ya, sebagai tumpahan uneg-unegku. Sori jika berantakan, sori jika tidak sesuai alur, sori ... aku hanya menulis apa yang aku ingat dan yang ingin aku tulis saat ini.
Papa akhirnya menjadi guru les privat bahasa inggris. Banyak cerita di episode ini. Misal bagaimana papa bingung menentukan cara mengajar seorang anak yang sama sekali tidak bisa berbahasa inggris, padahal dia sudah duduk di bangku SD. Yah dengan enteng aku jawab, "Pa, ajarin saja dengan hati, bukan dengan teori".
Mungkin karena selama aku kecil, aku di didik Papa, tentang bahasa inggris melalui teori, teori matematis, tidak pernah dengan hati.
Aku juga tawarkan kepada papa untuk memasang iklan, namun apa jawaban papa ....
Papa akhirnya menjadi guru les privat bahasa inggris. Banyak cerita di episode ini. Misal bagaimana papa bingung menentukan cara mengajar seorang anak yang sama sekali tidak bisa berbahasa inggris, padahal dia sudah duduk di bangku SD. Yah dengan enteng aku jawab, "Pa, ajarin saja dengan hati, bukan dengan teori".
Mungkin karena selama aku kecil, aku di didik Papa, tentang bahasa inggris melalui teori, teori matematis, tidak pernah dengan hati.
Aku juga tawarkan kepada papa untuk memasang iklan, namun apa jawaban papa ....
Pa,
kalau aku tidak ingin sering-sering berkunjung ke rumah Papa, bukan karena aku benci sama Papa. Aku cuma tidak ingin berdebat dengan Papa tentang prinsip hidupku yang sedang ingin aku pilih dan jalani. Terutama hal-hal yang berkaitan dengan iman.
Kalau aku tidak ingin sering-sering berkunjung ke rumah Papa, bukan karena aku tidak mau melihat keadaan Papa. Aku cuma ingin keluar dari paham hidup Papa, yang Papa yakini benar, sedangkan aku tidak meyakininya sedikit pun. Terutama yang berkaitan dengan gereja, pekerjaan dan hidup di muka bumi.
Kalau aku tidak ingin sering-sering berkunjung ke rumah Papa, bukan karena aku malas untuk mendengar cerita Papa. Aku cuma ingin menutup telingaku sesaat dari cerita-cerita membosankan tentang keluarga besar Papa, tentang basa-basi Papa kepada semua orang, tentang hal-hal ruwet
kalau aku tidak ingin sering-sering berkunjung ke rumah Papa, bukan karena aku benci sama Papa. Aku cuma tidak ingin berdebat dengan Papa tentang prinsip hidupku yang sedang ingin aku pilih dan jalani. Terutama hal-hal yang berkaitan dengan iman.
Kalau aku tidak ingin sering-sering berkunjung ke rumah Papa, bukan karena aku tidak mau melihat keadaan Papa. Aku cuma ingin keluar dari paham hidup Papa, yang Papa yakini benar, sedangkan aku tidak meyakininya sedikit pun. Terutama yang berkaitan dengan gereja, pekerjaan dan hidup di muka bumi.
Kalau aku tidak ingin sering-sering berkunjung ke rumah Papa, bukan karena aku malas untuk mendengar cerita Papa. Aku cuma ingin menutup telingaku sesaat dari cerita-cerita membosankan tentang keluarga besar Papa, tentang basa-basi Papa kepada semua orang, tentang hal-hal ruwet
Papa ndak tau bagaimana harus memulainya, namun papa tahu, papa harus segera menuliskan apa yang papa rasakan. Bukan cengeng, bukan pula berlebihan. Hanya apa yang papa rasakan buat kamu, anak papa.
Papa tau, hingga saat ini papa menulis, papa bukanlah sosok papa yang sempurna dan ideal menurutmu. Mungkin kamu sering marah, kecewa dan tidak bangga karena memiliki papa seperti ini. Mungkin kamu pernah membandingkan dengan papa papa dari teman-temanmu. Gak apa-apa, papa bisa mengerti.
Kadang papa ingin bisa selalu memberikan yang terbaik buat kamu, namun rasanya semua menjadi salah, saat kamu tidak bisa menerimanya. Dan itu semua karena papa yang selalu memaksamu. Kadang di satu saat, papa ingin membebaskanmu dari segala macam ketentuan papa, dari segala macam aturan papa, dan papa selalu bilang, bahwa papa ingin kamu menjadi apapun yang kamu mau. Namun semuanya
Papa tau, hingga saat ini papa menulis, papa bukanlah sosok papa yang sempurna dan ideal menurutmu. Mungkin kamu sering marah, kecewa dan tidak bangga karena memiliki papa seperti ini. Mungkin kamu pernah membandingkan dengan papa papa dari teman-temanmu. Gak apa-apa, papa bisa mengerti.
Kadang papa ingin bisa selalu memberikan yang terbaik buat kamu, namun rasanya semua menjadi salah, saat kamu tidak bisa menerimanya. Dan itu semua karena papa yang selalu memaksamu. Kadang di satu saat, papa ingin membebaskanmu dari segala macam ketentuan papa, dari segala macam aturan papa, dan papa selalu bilang, bahwa papa ingin kamu menjadi apapun yang kamu mau. Namun semuanya
Kejadian yang membuatku cukup kaget menghampiriku di awal tahun kemarin. Awalnya karena percakapan yang berbau bisnis, namun akhirnya menjurus ke hal-hal lain. Dan "hal-hal" lain tersebut membuatku berpikir tentang apa sih arti teman, sahabat atau saudara itu sebenarnya ?
Aku tidak tahu, apakah dari kecil aku benar-benar memiliki teman atau teman baik, sahabat atau sahabat sejati, saudara atau saudara seperjuangan. Aku tidak benar-benar tahu. Apakah jika aku sering "nongkrong" dengan "orang-orang lain", itu bisa didefinisikan sebagai teman atau pertemanan ? Atau persahabatan ? Atau persaudaraan ?
Jujur percakapan di telepon kemarin, cukup membuatku kecewa, mengetahui cerita yang sebenarnya tentang seorang yang lain, yang aku anggap teman, sahabat atau saudara atau apalah. Dan jujur dari percakapan tersebut, mataku menjadi lebih "melek"
Aku tidak tahu, apakah dari kecil aku benar-benar memiliki teman atau teman baik, sahabat atau sahabat sejati, saudara atau saudara seperjuangan. Aku tidak benar-benar tahu. Apakah jika aku sering "nongkrong" dengan "orang-orang lain", itu bisa didefinisikan sebagai teman atau pertemanan ? Atau persahabatan ? Atau persaudaraan ?
Jujur percakapan di telepon kemarin, cukup membuatku kecewa, mengetahui cerita yang sebenarnya tentang seorang yang lain, yang aku anggap teman, sahabat atau saudara atau apalah. Dan jujur dari percakapan tersebut, mataku menjadi lebih "melek"
Langganan:
Postingan (Atom)