Senin, 26 Agustus 2013

Menghapus garismu, lebih mudah daripada memanjangkan garisku

Sepertinya manusia memang tak akan pernah lepas dari sesuatu yang aku sebut "menghakimi", aku mengalaminya dan melakukannya. Anda ? Kalian ? Siapapun, mungkin pernah mengalaminya, meskipun dalam skala yang tipis, kecil dan mikroskopis. Entah itu bentuknya penyindiran secara halus, penuduhan secara verbal ataupun pembunuhan karakter. Pembunuhan karakter disini adalah gabungan penyindiran, penuduhan dan mencari "bolo" untuk melakukan tindakan penghakiman tersebut.
Mungkin aku belum pernah bertemu dengan manusia yang sepanjang hidupnya tidak pernah menghakimi atau mungkin belum takdirku untuk bertemu dengan makhluk ciptaan Tuhan dengan kriteria "tidak pernah menghakimi sedikitpun".

Dan boleh percaya boleh tidak, suka suka elu lah :) .... secara tidak sadar, dengan tindakan menghakimi, kita telah menempatkan diri sendiri sebagai Tuhan atas orang lain. Bahkan secara tidak langsung, kita telah mengangkat diri kita sendiri menjadi Tuhan atas orang lain.

Kok bisa ? ...


Tuhan, adalah satu-satunya hakim
Tuhan, adalah satu-satunya yang berhak menghakimi
Tuhan, adalah satu-satunya yang paling adil, makanya disebut Maha Adil
Tuhan, adalah pusatnya keadilan
Dan kita telah mengambil alih hak dan wewenangNya dengan melakukan hal-hal tersebut, kepada sesama. Sesama .. tinggi sama, pendek sama.

Bapak, Ibu, Mas, Mbak dan semuanya. Siapa sih yang mengangkat kita jadi hakim atas sesama ? Mengapa itu seperti kendali tangan kita saat mengoper persneling mobil ? Mengapa itu seperti kendali kaki kita saat memindahkan gigi persneling ? Semua terjadi di dalam alam bawah sadar kita ? Mengapa ?

Dan sayangnya, penghakimanmu ... Iya .. KAMU
Telah menyakiti, orang yang aku cintai di muka bumi ini. Orang yang kepadanya, Tuhan menganugerahkan cinta, sayang, ketulusan, keterbukaan dll dll dll dll ... yang jelas tidak KAMU miliki.
Oh my God, aku menghakimi KAMU juga ya ? Sorry ya, to do that ... i'm only a human being. Seperti KAMU.
Tapi apa itu terus menjadikan alasan bagiku untuk membalas perbuatanmu atas orang yang aku cintai tersebut.
No.

Aku serahkan pembalasan, penghakiman dll dll dll .. kepada Tuhan.
Tuhan batu penjuruku, kota bentengku, perlindunganku. Siapapun tak akan sanggup menghadapi murkaNya. Bersiaplah.


Tuk orang yang aku cintai ... Jangan menangis lagi. Aku sangat tak senang melihat airmatamu menetes karena perlakuan-perlakuan tersebut. Kita cuma sedang belajar untuk yakin dengan "prinsip" yang telah kita bina selama ini, untuk lebih kuat dan meletakkan dasarnya kepada kasih Tuhan semata, bukan yang lain.
Biarlah mereka mencela, biarlah mereka mentertawakan. Tapi kita berdua akan tetap tersenyum menghadapinya. Mungkin mereka cuma iri karena kita. Mungkin alam bawah sadar mereka hanya ingin lebih baik daripada kita, namun mereka tak mampu melakukannya dan hanya bisa mencela kita untuk membuat mereka lebih daripada kita, jika kita lengah dan termakan tipu dayanya.

Satu cerita, seorang pelatih lari memberikan instruksi kepada anak didiknya agar bisa berlari lebih cepat daripada yang lain diiringi dengan latihan-latihan yang konsisten. Satu kali, saat pertandingan lari tiba, sang anak didik ternyata dikalahkan oleh pelari dari negara lain. Serta merta kecewalah dia, lalu menghadap pelatihnya sambil berkata,
"Seharusnya aku yang memenangkan pertandingan ini, dia pasti mencuri start sehingga aku kalah beberapa detik di belakangnya".
Sang pelatih diam, lalu menggambar dua buah garis di tanah. Katanya,
"Garis pendek ini adalah kamu, dan garis panjang ini adalah musuhmu. Bagaimana caranya agar garismu lebih panjang daripada lawanmu ?"
Dengan tersenyum pongah sang anak didik menuju garis panjang, menghapusnya sambil berkata "Aku akan menghapus garis yang panjang, agar punyaku lebih panjang".

"Itulah bedanya. Kamu tidak berfokus untuk memanjangkan garismu, tapi kamu malah berfokus untuk menghapus garis orang lain", kata sang pelatih kemudian.


Orang yang aku cintai, jalan terus, bergandengan tangan, kita serahkan dasarnya kepada kasih Tuhan, kita fokus pada Tuhan sebagai pusat dari kehidupan bersama kita. Yuukkk :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
;