Sabtu, 31 Agustus 2013

Walaupun kau terlihat menang, yang kau dapat hanya kehampaan

Sebuah pertandingan adalah sesuatu hal yang harus dimenangkan, itu kata orang-orang tua jaman dulu. Menang adalah tetap menang dan kalah adalah tetap kalah, meskipun "tipis". Mereka selalu memacu anak-anaknya untuk menjadi pemenang dalam setiap pertandingan, sekecil apapun itu. Mulai lomba makan kerupuk di setiap acara 17-an, hingga peraih ranking di kelasnya dalam masa-masa pendidikan formal. Sehingga tanpa disadari, anak-anak tersebut terbiasa untuk selalu menciptakan iklim kompetisi dalam setiap kehidupan mereka. Yang intinya, "aku tidak mau kalah".

Namun ingatkah bahwa orang tuanya orang tua tersebut yang sudah lebih dahulu tua dan sebelumnya memiliki orang-orang tua juga, memberikan satu pepatah "Kalah jadi abu, menang jadi arang" ... Apakah pepatah tersebut hanya berlaku untuk "pertandingan" yang tidak ada manfaatnya ? Misalnya tawuran massal dll. Sekilas tentang perkelahian atau apapun itu bentuknya, aku teringat dengan salah satu kata-kata dari Kelatnas (Keluarga Silat Nasional) Perisai Diri
yang didirikan oleh Pak Dirjo, yaitu "Lawan kita adalah sahabat kita" yang memiliki korelasi dengan motto mereka "Belajar silat tanpa cedera". Artinya (mungkin ya :D), mereka mengakui bahwa meskipun kita berkelahi, lawan kita adalah tetap kawan kita, dan saat berlatih pun, kita tidak perlu hingga mencederai diri sendiri apalagi orang lain. Mungkin agar kalah tidak jadi abu dan menang jadi arang ya :)

Kalah jadi abu, menang jadi arang. Kadang kita melupakan hal tersebut, karena "saking gedenya" nafsu kita untuk mengalahkan lawan-lawan kita yang sebenarnya adalah kawan kita juga (menurut kata-kata dari Perisai Diri ya :D). Mungkin pepatah lama dan kuno tersebut ingin mengajak kita untuk berkaca, dan sekaligus bertanya ...
"benernya lu kalo menang dapet apa sih ? ngotot amat"

Pertandingan, perlombaan, kompetisi yang kadang kita ciptakan (secara tidak sadar) tidak melulu di dalam acara 17-an, tidak melulu di dalam hal pendidikan di kelas agar bisa meraih ranking 1, juga tidak hanya saat kita berkelahi misalnya, namun tanpa kita sadari (atau mungkin malah disadari ya ?) kita menciptakan dalam hal persahabatan. Gengsi, jaga image, tidak mau mengakui kebenaran atau keberadaan orang lain, menjadi salah satu momok kompetisi dalam persahabatan. Kita bahkan akan mencari "bolo" untuk mengalahkan seorang sahabat, demi menguatkan pendapatnya. Istilah kerennya "mencari pembenaran diri" ... Hehehe, gak tau tuh, dapat istilah darimana aku :p. Kalau ada kesamaan kata-kata, hanyalah sebuah kebetulan fiktif belaka ya :p

Sayang sekali, jika dalam setiap hal kita menciptakan kompetisi apalagi jika kompetisi tersebut menjadi tidak sehat, tidak saling membangun, malah menjatuhkan.

Renungkan :
Setelah kamu merasa lebih hebat dari orang lain, setelah kamu merasa lebih benar dari orang lain, setelah kamu menang atas orang lain, apa yang kamu peroleh selanjutnya ? Piala ? Piagam ? Sertifikat ? atau akhirnya kamu akan merasakan kehampaan, sepi dan menjadi kecil kembali, tertelan oleh keegoisanmu dan melupakan bahwa alam semesta begitu besar dan kamu cuma seonggok debu di dalamnya, yang bisa hilang lenyap tak berbekas dan tak ada yang mengingatnya kembali.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
;