11 Sept 2013
Sebuah message aku terima, "Pesan Terakhir" setelah sehari sebelumnya, aku menyuapi kakak papa, yang adalah budheku dan lebih seperti ibu-ku, yang sedang terbaring sakit melawan kanker yang diketahui saat itu adalah jenis kanker paru-paru.
Selesai meminum obat, sekitar pukul 06.30, aku mengurut pelan telapak kaki sebelah kanannya. Karena posisiku di sebelah kanan, beliau mendekatkan kaki kirinya, agar bisa terjangkau oleh tanganku. Namun aku memilih untuk berpindah posisi. Setengah jam kurang lebih aku mengurut beliau, sarapan pagi di antar oleh perawat.
Aku menawarkan untuk menyuapi beliau, spontan beliau menjawab
"Lah, mosok aku kok dulang, lak sungkan aku" dengan nada bercanda. Namun tetap saja, aku memasukan sesendok demi sesendok bubur ayam, ke mulut budhe.
Setelah habis separuh, beliau menyelesaikannya dengan meminum segelas teh hangat. Sebelum aku berangkat bekerja, beliau mengatakan "Selamat bekerja", sebelum kami berpisah.
15 Sept 2013
Entah apa yang mendorongku untuk menulis di status BBM-ku .. "Selamat jalan", dan itu sempat mengundang pertanyaan dari istriku. Tapi aku tidak tahu.
Kami berkunjung kembali ke RSI, untuk melihat kondisi budhe, dan ... sepertinya tidak bertambah baik. Aku diberitahu oleh salah seorang putri beliau, bahwa kanker yang menghinggapi budhe, sudah menjalar hingga otak dan kaki. Dan terlihat sekali beliau begitu kesakitan, letih dan seperti melawan rasa tidak enak di badan. Istriku juga menangkap, betapa budhe menahan sakit yang teramat sangat.
Malam hari, aku ber-BBM dengan salah seorang teman, yang mempunyai special gift. Dia berkata, bahwa waktu budhe sudah dekat. Aku semakin pasrah.
16 Sept 2013
Message baru aku terima, "Kembali kepada BAPA"
Pagi itu aku menuju rumah papa, memberitahu apa yang aku alami semalam. Dan pesan apa yang baru saja aku terima. Aku minta kepada papa, bagaimana caranya memberitahu saudara-saudara yang lain, karena aku bingung dan takut dianggap gila jika aku yang memberitahukannya. Dan sebelum aku berangkat bekerja aku berkata, "Pa, budhe itu menahan sakit dan masih kepikiran tentang pakdhe, bila ditinggal budhe. Bagaimana membuat budhe ikhlas, rela dan pasrah, aku tidak tahu. Itu saja pa".
Siang hari, karena perasaanku yang tidak karuan, aku menelpon salah satu putri beliau. Ingin aku menceritakan apa yang aku alami, namun tertahan, karena aku merasakan putri beliau begitu bersemangat untuk mencari pengobatan alternatif herbal. Aku tidak tega dan tidak kuasa menceritakannya.
Sore hari, karena perasaanku yang tidak karuan, dan setiap aku berdoa dan memejamkan mata, aku selalu menangis, aku putuskan untuk pulang. Di tengah jalan, aku melihat ke langit yang sejak pagi mendung. Aku berkata dalam hati, "Tuhan, terima kasih Engkau memberi tempat yang menyenangkan untuk budhe di taman Eden". Setibaku di rumah, istriku memberi kabar, bahwa budhe telah kembali kepada Bapa. Seketika pecah airmataku, tanpa seorangpun di sisiku, aku begitu gamang, aku begitu limbung. Namun aku juga tahu, aku harus pasrah, menerima dan bersukacita, karena beliau telah berada di tempat yang menyenangkan.
17 Sept 2013
Peti jenasah tersebut telah tertutup untuk selamanya. Tanah sedalam 2 meter telah menjadi pembatas abadi di antara kami yang masih hidup. Budhe sudah tenang dan senang di sana.
Selamat jalan Budhe, selamat jalan ibu-ku. Aku senang mengalami saat menyenangkan bersamamu. Mulai di saat aku akan menikah, di saat aku mengalami guncangan dan stress, dan disaat engkau tergolek tak berdaya menahan sakit. Terima kasih aku boleh menyuapimu sebagai kenangan terakhirku. Terima kasih engkau memberkati anakku dalam doamu sebelum kita berpisah. Terima kasih untuk ketulusanmu berbagi cerita bagi kami yang masih muda ini. Aku tidak akan pernah lupa pesan terakhirmu.
Sampai bertemu kembali.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.