Rabu, 18 Desember 2013

Peduli


Hampir di setiap perjalanan kemanapun, saat naik mobil aku selalu mengunyah sebiji permen. Selain untuk melawan mualku, juga untuk mengantisipasi bau mulut yang mungkin muncul. Dan di setiap kesempatan tersebut, bungkus permen selalu aku masukkan kantong, kadang bisa terbuang jika aku melihat tempat sampah, ataupun kadang ikut tercuci oleh istri tercinta .. heheh :) nyampah di mesin cuci lah.
Tak jarang sang sopir, yang kadang adalah temanku sendiri, selalu berkomentar "Bungkus e lapo kok simpen, eman tah ?" (artinya : bungkusnya untuk apa disimpan, masih sayang kah ?). Mungkin kebiasaan mengantongi bungkus permen terbentuk dari kecil, karena tertanam dalam otakku untuk tidak membuang sampah sembarangan. Berlaku juga untuk sampah yang lain, misal tissue. (nih tissue kalau sudah kecuci, pasti berabe deh baju sama celana, langsung seperti ketempelan bulu putih, hehehe )
Hal-hal kecil seperti membuang sampah ini, aku jadikan kebiasaanku. Namun ternyata memiliki efek negatif.

Efek negatifnya adalah ... aku sering geram melihat orang membuang sampah di depan mukaku, kadang sampah tersebut mengenai diriku atau minimal nempel di sepeda motorku. Seperti kejadian pagi ini. Seorang mbak-mbak, dengan polosnya membuang kresek ke belakang dan hampir saja terbang mengenaiku, almost. Dan dengan santainya dia menggigit bungkus plastik, lalu memakan isi plastik tersebut yang sepertinya adalah roti. Ealah mbak-mbak, kresek tinggal taruh di bagasi motor matic-mu, kok lebih seneng membuangnya ke belakang. Untung sampeyan ndak cantik mbak (bukan seleraku), coba cantik pasti tak foto, tak masukin Kaskus, dengan judul "Cantik-cantik nggilani" ....
Belum selesai sampai disini, beberapa puluh meter kemudian, seorang bapak-bapak membuang puntung rokok, persis di depanku juga, wasyah ...
Eh, pas aku keluar dari SPBU, adalagi orang iseng membuang puntung rokok di sampingku. Yaelah, aku jadikan hari ini sebagai hari membuang sampah di mukaku deh :)

Masih banyak kejadian membuang sampah di depan mataku, yang membuatku geram. Setahuku sejak TK dan SD selalu di tanamkan agar membuang sampah di tempat sampah. Atau jangan-jangan salah ya. Mungkin ajarannya adalah ...
1. Buanglah sampah pada "tempatnya" .. konotasi tempatnya adalah sembarang tempat atau minimal sudah terlihat onggokan sampah, misal seperti di sungai
2. Jangan buang sampah sembarangan .. kata "jangan" malah semakin memicu manusia untuk melakukannya. Itu kata mbakku yang berkutat di bidang psikologi dan hipnosis. Mungkin juga kata "jangan" seperti sebuah aturan, dan aturan memang untuk di langgar ... aishh
3. Ciptakan lingkunganmu yang bersih .. lah aku kan membuang sampah di lingkungan orang lain, bukan lingkunganku .. (ck ck ck makin parah nih)
Atau mungkin harus nunggu orang-orang luar negeri yang mencintai Indonesia, tinggal di Indonesia dan mau turun tangan memunguti sampah, seperti yang pernah aku baca dan lihat di media elektronik. Ter .. la ... lu.




Ini baru kepedulian pada kebersihan. Masih ada satu lagi yang menggelitik, kepedulian pada pejalan kaki, pesepeda dan penyeberang jalan.

Hampir di setiap pagi, aku menemui anak-anak sekolah yang menyeberang jalan, untuk menunggu angkutan umum menuju sekolah mereka. Dan hampir setiap pagi pula, aku memberikan mereka jalan agar bisa segera menyeberang karena lalu lintas dari arah berlawanan kadang cukup ramai. Dan .... hampir setiap pagi pula aku menerima bunyi bel yang terus menerus, gara-gara kelakuan burukku, mendahulukan penyeberang jalan. Mulai sopir angkutan, mobil pribadi hingga truk. Biarlah, mereka juga kadang ngawur pikirku.
Mereka tampak "ngeyel" dan ingin buru-buru, tanpa mau berhenti sebentar untuk memberi kesempatan kepada anak-anak yang ingin menyeberang jalan. Lucunya ... ini yang paling menggelikan, aku pernah mengalami kejadian, sopir truk yang sama, yang baru saja "ngeyel", tiba-tiba berhenti di depanku dan mengakibatkan beberapa kendaraan di belakangnya ikut berhenti, dan sang assisten sopir tiba-tiba membuka pintu, lalu turun dan memungut ...................................................................................... anak kucing.
Diamput tenan, makiku. Anak sekolah tidak diberi jalan, eh giliran anak kucing, dibelain berhenti. Benar-benar sudah mulai aneh dunia ini :)

Cukuplah senyum dan ucapan terima kasih dari mulut anak-anak tersebut jadi penyemangatku untuk tetap memberi jalan bagi mereka dan berharap semoga mereka juga melakukan hal yang sama kepada para penyeberang jalan yang lain.

I wish

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
;