Senin, 17 Maret 2014

Masa-masa PHK

Beberapa minggu yang lalu, aku lupa kapan tepatnya, salah satu pemilik perusahaan tempatku bekerja berkunjung dan memberikan pengumuman yang membuat semua karyawan kaget. Penawaran untuk PHK, dengan alasan peralihan pemegang saham menjadi pembicaraan di saat itu. Aku yang sedari awal sudah merasakan gejala tidak menyenangkan, hanya bisa berdoa dan berdoa saja. Hingga aku dipanggil ke depan dan mengatakan alasanku untuk tidak mau di-phk. Aku juga sempat mengkonfirmasi permintaanku kepada salah seorang direktur lama yang saat itu hadir. Namun semuanya memintaku untuk ikut phk.

Aku diam.

Sekeluar dari ruangan meeting, hampir semua mata memandangku dengan sinis. Seolah aku bukan lagi "bolo" mereka. Bukan hanya tatapan, namun juga sindiran seperti "kalau gak berani ikut phk itu, karena tahu kalau tidak punya kemampuan".
Sakit rasanya.

Aku diam.

Banyak teman-teman karyawan yang berusaha mencari info dariku. Dan tidak sedikit pula yang bertanya mengenai keputusanku. Namun aku tidak bisa menjawab apapun, karena aku sendiri masih bingung dan terkejut dengan kejadian tersebut.

Aku diam.

Waktu berganti, semakin tidak menyenangkan suasana di kantor. Keakraban seolah menghilang, semua tenggelam dalam spekulasi masing-masing. Banyak yang ingin mengatur strategi, tak jarang pula yang hanya ikut-ikutan, namun tak sedikit yang sudah mantap dengan pilihannya. Dan semua kembali kepada keadaan, seolah tak saling mengenal. Semua sibuk menyelamatkan dirinya masing-masing.

Aku diam.

Dalam diamku, aku melihat satu sosok yang bersimpati dengan keadaan semua karyawan disini. Dia sibuk mengatur bagaimana sebaiknya semua karyawan dapat memperoleh hak-nya. Dia sibuk menghubungi karyawan-karyawan yang mempunyai kompetensi untuk mengurusi, dalam hal ini adalah serikat buruh yang sudah berdiri beberapa tahun yang lalu.
Namun pada akhirnya, aku menemukan sosoknya tak berbeda dengan ular berkepala dua. Saat dengan teman-teman, dia berlaku seolah menolong mereka. Memberikan informasi yang akurat dengan disertai dasar pemikirannya yang kritis. Semua percaya kepadanya. Tapi saat bertemu dengan pimpinan, dia menjelekkan semua bagian, dan "mengagungkan" sang pimpinan saat ini. Semua demi ambisi dirinya sendiri, semua demi cita-citanya, semua demi keluarganya. Namun sayang, dia mengorbankan orang lain untuk mencapainya.

Aku diam.

Doaku, agar semua hak teman-temanku dapat diterima dengan baik.
Doaku, agar semua teman-temanku dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik.
Doaku, agar semua karyawan disini tetap memiliki semangat untuk bekerja, meski (mungkin) akan semakin berat keadaannya.
Doaku, agar si pengkhianat memperoleh sesuatu yang bisa mengingatkan akan kesalahannya.

Aku diam.

Diam, menulis dan berdoa.
MUngkin ini hari terakhirku. Selamat tinggal komputerku, selamat tinggal ruanganku, selamat tinggal studioku, semoga kalian bisa menjadi berkat untuk orang lain.

Aku ... diam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
;