Malam belum datang, namun temanku sudah datang. Secangkir kopi dan beberapa buah pisang goreng pun sudah siap tersaji di meja depan teras rumah. Tapi ada yang aneh dengan temanku, mengapa mukanya sangat kusut, seperti belum pernah kena setrikaan. Singkat cerita, setelah habis kopi setengah cangkir dan pisang 5 biji (muka kusut saja habisnya banyak, apalagi muka kenceng ya .. ), dia bercerita.
Begini kisahnya, ...
Temanku ini diminta oleh salah seorang saudaranya untuk membantu pemotretan pre wedding. Karena beberapa bulan ke depan, saudaranya, anggap saja namanya Melati akan menikah dengan pacarnya, anggap saja namanya Bondet :D. Temanku, anggap saja namanya Michael, pun menyanggupinya. Setelah tawar menawar masalah harga, jadwal pemotretan pun disusun, menyesuaikan hari libur Melati dan Bondet. Pemotretan pertama, kedua hingga ketiga pun telah dilalui. Melati meminta Michael untuk membantu juga dalam proses desain undangan pernikahan. Sekali lagi Michael menyanggupi, bahkan dia mencari tempat percetakan yang kebetulan milik temannya juga, dan membantu nego harga mendapat harga yang murah.
Foto beberapa telah selesai diedit, desain undangan juga telah disepakati, harga undangan juga telah sesuai, bagian Michael telah selesai. Tinggal menunggu hari H.
Waktu berlalu, bulan berganti. Kurang 3 bulan lagi. Dan kabar baru datang tanpa disengaja.
Awalnya, Michael iseng main ke rumah Melati. Dengan santai dia menanyakan, kabar Melati dan ajakan untuk memilih foto-foto yang mungkin akan digunakan. Tapi jawaban "sengak" diterima oleh Michael dari Melati. "Gak jadi nikah".
Michael pun hanya terdiam, menganggap semua itu hanya guyonan saja. Namun pada akhirnya dia tahu, bahwa itu bukan guyonan. Dan kejadian itu telah terjadi bulan sebelumnya. Michael kecewa. Kekecewaan dia karena :
1. Dia ini masih saudara, tapi kenapa kok tidak diberitahu diawal-awal saat ada kejadian buruk tersebut.
2. Dia sudah janjian dengan pemilik percetakan untuk segera mem-booking kertas, karena dollar yang terus naik, kuatir harganya akan melonjak bila tidak segera di-booking.
3. Beberapa waktu setelah dia tahu tentang berita tersebut, tidak ada respon sama sekali dari Melati ataupun keluarganya untuk mengajak dia ataupun melibatkan dia dalam proses selanjutnya.
Yah tapi Michael tetap berusaha untuk tersenyum, meskipun hatinya pahit, terutama karena merasa tidak dianggap sebagai saudara. Hanya saat senang saja dia dilibatkan, namun saat susah dia ditinggalkan. Mungkin karena dianggap dia tidak akan bisa membantu apa-apa. Aku tak tahu apa yang dipikirkan keluarga Melati.
Mungkin MALU, itu yang hanya ada dibenak keluarga Melati. Tapi bukankah menurut cerita Michael, Melati hanya korban dari kebusukan Bondet yang tidak bertanggungjawab. Mengapa harus tidak bercerita, agar kesedihannya sama-sama dibantu untuk diselesaikan.
Sekarang Michael sudah lebih tenang, sariawan akibat stress yang dideritanya karena memikirkan hal ini sudah berlalu. Persoalan dengan kawan percetakannya pun juga sudah usai. Namun Michael rupanya masih malas untuk berkomunikasi dengan keluarga Melati. Untuk tahu pun juga sudah mulai malas. Mungkin dia masih menyimpan rasa sedih dan kecewa. Aku tak tahu, karena Michael tidak menceritakannya lebih lanjut.
Hanya kopi dan beberapa biji pisang goreng yang menemaniku sekarang.
Michael telah pergi. Dalam perginya dia sempat bergumam, semoga mereka tahu bahwa aku juga masih saudara mereka.
***
Ini hanya kisah bualan saja, bila ada kesamaan kejadian dan pelaku, hanyalah suatu kebetulan. Jangan dianggap terlalu serius ya :)
Tapi ingatlah, kadang diluar sana, ada yang mau membantu kesusahan kita. Se-susah apapun kita, minimal mereka ada yang mau membantu berdoa, jika merasa tidak bisa berbuat apa-apa. So, hargailah orang-orang seperti mereka itu. Ok Melati, ok Bondet, ingat itu ya.