Hari ini, adalah hari peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-70. Dan pada hari ini pula, aku niatkan hati dan langkahku menuju Balaikota Malang, untuk mengikuti upacara bendera meskipun tidak secara langsung. Ditemani istriku yang selalu setia menemaniku dan kamera yang senantiasa kubawa, aku berjalan-jalan diseputaran Tugu Malang, menunggu detik-detik upacara.
Masyarakat tumpah ruah, memenuhi sekitar Tugu Malang, mulai dari anak-anak hingga orang tua, semua seakan tak ingin melewatkan acara hari ini.
Tepat pukul 10.00, upacara dimulai. Satu persatu rangkaian acara dijalani. Hingga tiba saatnya pengibaran bendera Merah Putih, inilah awal ceritaku.
Dengan lirih, kulantunkan lagu Kebangsaanku, menyeruak rasa bangga menjadi bagian dari Bangsa Indonesia, menyeruak rasa bangga memiliki lagi Kebangsaan yang memompa jantungku
Bapa jangan tinggalkan aku
Engkau alasan selama aku hidup
Yesus pegang tanganku
Jangan tinggalkan aku
Jangan tinggalkan Aning
Jangan tinggalkan Dandy
Engkau tahu, aku tidak akan bisa hidup diluar kasihMu
Kuatkanlah hati Aning
Kuatkanlah hati Dandy
Untuk bisa tetap menemaniku yang seperti ini
Untuk bisa melewati setiap persoalan bersama-sama
Engkau tahu, aku tidak akan berhenti berharap kepadaMu
Terima kasih .. hamba boleh tenang
Kalau boleh, nanti sore pun, hari Minggu juga hamba tetap tenang
Engkau alasan selama aku hidup
Yesus pegang tanganku
Jangan tinggalkan aku
Jangan tinggalkan Aning
Jangan tinggalkan Dandy
Engkau tahu, aku tidak akan bisa hidup diluar kasihMu
Kuatkanlah hati Aning
Kuatkanlah hati Dandy
Untuk bisa tetap menemaniku yang seperti ini
Untuk bisa melewati setiap persoalan bersama-sama
Engkau tahu, aku tidak akan berhenti berharap kepadaMu
Terima kasih .. hamba boleh tenang
Kalau boleh, nanti sore pun, hari Minggu juga hamba tetap tenang
Aku iri kepadamu
Bahkan Tuhan pun berjanji untuk merawatmu, meskipun kau tidak menanam dan tidak menuai.
Aku iri kepadamu
Sekali menarik nafas, kau bisa bebas, dan tak ada yang akan menghalangimu untuk terbang, menangkap angin, merasakan lembutnya awan putih
Aku iri kepadamu
Banyak yang bisa kau lihat dari atas sana, bukan cuma warna-warni tembok yang sama setiap hari
Aku iri kepadamu
Karena teman-temanmu, saudara-saudaramu datang saat kau butuh bantuan, bahkan saat kau belajar untuk pertama kalinya mengepakkan sayapmu
Aku iri kepadamu
Meskipun kau punya kemungkinan untuk diburu, dimangsa, namun sesamamu selalu menemanimu hingga detik terakhirmu
Namun aku tidak iri kepadamu, karena aku punya cinta yang besar kepada Tuhanku. Kepada istriku, kepada anakku. Aku hanya perlu sabar menunggu, sampai mereka tahu, bahwa aku punya cinta.
Aku hanya perlu sabar menunggu, sampai mereka datang kepadaku. Seperti teman-temanmu.
Bahkan Tuhan pun berjanji untuk merawatmu, meskipun kau tidak menanam dan tidak menuai.
Aku iri kepadamu
Sekali menarik nafas, kau bisa bebas, dan tak ada yang akan menghalangimu untuk terbang, menangkap angin, merasakan lembutnya awan putih
Aku iri kepadamu
Banyak yang bisa kau lihat dari atas sana, bukan cuma warna-warni tembok yang sama setiap hari
Aku iri kepadamu
Karena teman-temanmu, saudara-saudaramu datang saat kau butuh bantuan, bahkan saat kau belajar untuk pertama kalinya mengepakkan sayapmu
Aku iri kepadamu
Meskipun kau punya kemungkinan untuk diburu, dimangsa, namun sesamamu selalu menemanimu hingga detik terakhirmu
Namun aku tidak iri kepadamu, karena aku punya cinta yang besar kepada Tuhanku. Kepada istriku, kepada anakku. Aku hanya perlu sabar menunggu, sampai mereka tahu, bahwa aku punya cinta.
Aku hanya perlu sabar menunggu, sampai mereka datang kepadaku. Seperti teman-temanmu.
Untuk kesekian puluh ratus juta milyar kali, aku minta maaf kepadamu. Aku tidak bisa membendung airmatamu, yang dari awal kita bertemu selalu mengaliri pipimu hingga detik ini kita bersama. Maafin aku.
Mungkin airmataku tak sebanyak airmatamu, karena airmatamu menjadi pembasuh kesedihanku. Pembasuh hati dan pikiranku saat porak poranda tanpa sebab yang jelas.
Kamu benar, kalau mengatakan aku dulu baik-baik saja, namun semakin kesini ... semakin buruk. Aku juga tidak tahu, apa yang terjadi pada diriku. Kotoran ini, duri ini, kanker ini, rasanya semakin besar dan menyebar. Dan aku tidak tahu apa yang terjadi dan bagaimana mengobatinya. Bukan cuma sekali, bukan cuma dua kali, namun hampir di setiap saat, dari dulu hingga saat ini, aku berteriak, aku berbisik, aku mohon kepada Tuhan untuk mencabut kotoran, duri dan kanker ini dari diriku.
Aku tidak mau lagi menyalahkan Sang Pencipta seperti dulu. Yesusku, sudah menjadi penyelamatku. Jika karena duriku ini aku harus marah lagi kepada Tuhan, buatku adalah sia-sia. Jika karena penyakit ini aku harus menyalahkan orang tuaku, buatku percuma saja.
Ma, cuma mama dan dandy yang di dunia ini jadi tenagaku. Seperti yang aku katakan tadi malam, aku ini seolah manusia yang pincang, namun kalian berdua berjalan di depanku untuk menutupi kepincanganku, agar tidak semakin hancur hatiku karena sorot mata semua orang yang melihat dengan tajam dan menghakimi aku.
Maafin aku ma, maafin aku anakku. Kalian susah karena aku yang semakin terpuruk.
Kini aku sendiri lagi, ingin rasanya memintamu untuk menemaniku disaat rasa sesak ini muncul di dada kiriku. Tapi itu juga tidak mungkin. Aku hanya bisa membayangkan kalian berdua disini, ramai dan cerewet. Ribut dan penuh keceriaan. Itu benar-benar yang aku rindukan, saat ini.
Saat kalian pergi dan menutup pintu, .. rasanya aku semakin merasa sendirian. Aku hanya bisa menutup mataku untuk sesaat, dan membayangkan kalian berdua mencium pipiku, memelukku. Terima kasih.
Maafin aku ma, belum bisa menjadi suami yang hebat seperti suami-suami yang lain
Maafin aku ma, belum bisa menggantikan air matamu yang menetes di pipimu
Maafin aku ma, maafin aku, maafin aku.
**
Sepi disini, menangispun tiada yang tahu dan tak seorangpun yang mau tahu.
Mungkin airmataku tak sebanyak airmatamu, karena airmatamu menjadi pembasuh kesedihanku. Pembasuh hati dan pikiranku saat porak poranda tanpa sebab yang jelas.
Kamu benar, kalau mengatakan aku dulu baik-baik saja, namun semakin kesini ... semakin buruk. Aku juga tidak tahu, apa yang terjadi pada diriku. Kotoran ini, duri ini, kanker ini, rasanya semakin besar dan menyebar. Dan aku tidak tahu apa yang terjadi dan bagaimana mengobatinya. Bukan cuma sekali, bukan cuma dua kali, namun hampir di setiap saat, dari dulu hingga saat ini, aku berteriak, aku berbisik, aku mohon kepada Tuhan untuk mencabut kotoran, duri dan kanker ini dari diriku.
Aku tidak mau lagi menyalahkan Sang Pencipta seperti dulu. Yesusku, sudah menjadi penyelamatku. Jika karena duriku ini aku harus marah lagi kepada Tuhan, buatku adalah sia-sia. Jika karena penyakit ini aku harus menyalahkan orang tuaku, buatku percuma saja.
Ma, cuma mama dan dandy yang di dunia ini jadi tenagaku. Seperti yang aku katakan tadi malam, aku ini seolah manusia yang pincang, namun kalian berdua berjalan di depanku untuk menutupi kepincanganku, agar tidak semakin hancur hatiku karena sorot mata semua orang yang melihat dengan tajam dan menghakimi aku.
Maafin aku ma, maafin aku anakku. Kalian susah karena aku yang semakin terpuruk.
Kini aku sendiri lagi, ingin rasanya memintamu untuk menemaniku disaat rasa sesak ini muncul di dada kiriku. Tapi itu juga tidak mungkin. Aku hanya bisa membayangkan kalian berdua disini, ramai dan cerewet. Ribut dan penuh keceriaan. Itu benar-benar yang aku rindukan, saat ini.
Saat kalian pergi dan menutup pintu, .. rasanya aku semakin merasa sendirian. Aku hanya bisa menutup mataku untuk sesaat, dan membayangkan kalian berdua mencium pipiku, memelukku. Terima kasih.
Maafin aku ma, belum bisa menjadi suami yang hebat seperti suami-suami yang lain
Maafin aku ma, belum bisa menggantikan air matamu yang menetes di pipimu
Maafin aku ma, maafin aku, maafin aku.
**
Sepi disini, menangispun tiada yang tahu dan tak seorangpun yang mau tahu.
Gue inget ..
Loe dulu sewaktu masih pacaran, pacar loe pulang kerja, loe belain jemput jauh-jauh sebelum waktu kedatangannya. Sampe-sampe, karena loe belum mahir naik ntu motor, loe ampir aje disikat sama bis. Untung loe masih idup, kagak pisah nyawa loe dari badan loe. Tapi liat sekarang, setelah loe jadi setengah boss, jangankan jemput,
Langganan:
Postingan (Atom)