Untuk kesekian puluh ratus juta milyar kali, aku minta maaf kepadamu. Aku tidak bisa membendung airmatamu, yang dari awal kita bertemu selalu mengaliri pipimu hingga detik ini kita bersama. Maafin aku.
Mungkin airmataku tak sebanyak airmatamu, karena airmatamu menjadi pembasuh kesedihanku. Pembasuh hati dan pikiranku saat porak poranda tanpa sebab yang jelas.
Kamu benar, kalau mengatakan aku dulu baik-baik saja, namun semakin kesini ... semakin buruk. Aku juga tidak tahu, apa yang terjadi pada diriku. Kotoran ini, duri ini, kanker ini, rasanya semakin besar dan menyebar. Dan aku tidak tahu apa yang terjadi dan bagaimana mengobatinya. Bukan cuma sekali, bukan cuma dua kali, namun hampir di setiap saat, dari dulu hingga saat ini, aku berteriak, aku berbisik, aku mohon kepada Tuhan untuk mencabut kotoran, duri dan kanker ini dari diriku.
Aku tidak mau lagi menyalahkan Sang Pencipta seperti dulu. Yesusku, sudah menjadi penyelamatku. Jika karena duriku ini aku harus marah lagi kepada Tuhan, buatku adalah sia-sia. Jika karena penyakit ini aku harus menyalahkan orang tuaku, buatku percuma saja.
Ma, cuma mama dan dandy yang di dunia ini jadi tenagaku. Seperti yang aku katakan tadi malam, aku ini seolah manusia yang pincang, namun kalian berdua berjalan di depanku untuk menutupi kepincanganku, agar tidak semakin hancur hatiku karena sorot mata semua orang yang melihat dengan tajam dan menghakimi aku.
Maafin aku ma, maafin aku anakku. Kalian susah karena aku yang semakin terpuruk.
Kini aku sendiri lagi, ingin rasanya memintamu untuk menemaniku disaat rasa sesak ini muncul di dada kiriku. Tapi itu juga tidak mungkin. Aku hanya bisa membayangkan kalian berdua disini, ramai dan cerewet. Ribut dan penuh keceriaan. Itu benar-benar yang aku rindukan, saat ini.
Saat kalian pergi dan menutup pintu, .. rasanya aku semakin merasa sendirian. Aku hanya bisa menutup mataku untuk sesaat, dan membayangkan kalian berdua mencium pipiku, memelukku. Terima kasih.
Maafin aku ma, belum bisa menjadi suami yang hebat seperti suami-suami yang lain
Maafin aku ma, belum bisa menggantikan air matamu yang menetes di pipimu
Maafin aku ma, maafin aku, maafin aku.
**
Sepi disini, menangispun tiada yang tahu dan tak seorangpun yang mau tahu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.