Senin, 13 Juni 2016 0 komentar

Gue buang sampah (lanjutan)

Hehehe, ini kisah lanjutan dari cerita sebelumnya "Gue Buang Sampah", mirip-mirip cerita film ya. Beberapa waktu lalu, akhirnya gue diajak bicara. Dari omongan ngalor ngidul ga jelas, akhirnya terbukti .. bahwa apa yang dia "pikirkan", "asumsikan" itu salah besar. NOL BESAR. Karena hingga pembicaraan berakhir, dia tidak bisa menyimpulkan apa kesalahan gue. Dan lucunya, apa yang gue "pikirkan", "asumsikan", tentang dia dan seluruh "kroni"-nya .. BENAR 100 PERSEN.

Kalo gue mengingat kejadian lucu tersebut, gue masih senyum-senyum sendiri. Ada rasa jengkel juga sih, seperti ada pertanyaan, mengapa orang tua tidak selalu bisa dewasa ? Mengapa mereka tidak memposisikan diri sebagai pengayom, tapi lebih memilih jadi lawan bertarung. Tapi siapa gue. Mereka juga tidak melihat gue sebagai anaknya, hanya sebagai "keluarga" biasa, gara-gara satu keturunan saja. Misal bukan satu keturunan, pasti cuma bertetangga saja.

Nek, sadar. Usia sudah lanjut. Sadar jadi majelis, diaken, apalah tetek bengek Gereja. Semua kamu. Yang tiap hari menginjakkan kaki di gereja. Semua kamu. Yang tiap hari membuka firman Tuhan. Semua kamu. Yang dijadwalkan untuk membawa renungan saat ada persekutuan kelompok. Karena apa yang terlihat baik, yang kamu semua lakukan itu, seperti menjadikannya sampah belaka.Tidak ada artinya. Tertutup dengan ketidak bijaksanaanmu. Tertutup dengan ketidak dewasaanmu.
Misal hari ini, kamu semua membawakan firman Tuhan, tentang kasih, mungkin saat itu juga gue akan ketawa dalam hati. Mengapa kamu semua bisa berbicara tentang kasih kepada semua orang, tapi tidak bisa kamu semua lakukan untuk orang-orang dalam hidupmu. Sori kalau gue ketawain kamu semua. Bukan bermaksud menghakimi, namun lebih kepada mengingatkan kamu semua. Kalau gue tidak bisa berteriak lantang, tapi gue sudah cukup puas bisa menulis disini. Semoga satu saat nanti, kamu membaca tulisanku, dan sebaiknya pada saat itu, kamu semua sudah lebih dewasa dari saat kita bertemu terakhir.

Ok gaesss ... hehehehehe.

Jumat, 10 Juni 2016 0 komentar

Why God ?

***
Dadaku terasa sesak ya Tuhanku
Karena ketakutanku, karena kekuatiranku akan mual yang mungkin muncul saat aku mengurus SIM

Di saat yang sama, dadaku juga terasa sesak, saat kulantunkan doa untuk temanku Diana Veronica dan Mbak Mia, yang menginginkan hadirnya seorang anak dalam hidup mereka. Dan terus akan kulantunkan doaku ini, sampai sesuatu terjadi, meskipun harus kutahan rasa sesak di dada ini.

Why God ? Aku masih takut dan kuatir dengan mualku, yang selalu kumohon untuk Kau cabut dari akarnya untuk selamanya.
Why God ? Kau belum memberikan mereka anak yang sangat mereka inginkan.

Why ..



***
Hari Minggu lalu, saat aku sedang berjalan-jalan di area CFD, aku melihat seorang anak kecil pengidap hidrocephalus, yang tengah dipangku oleh ayahnya, tergolek tak berdaya. Dengan penuh kasih sayang, sang ayah mencium keningnya. Mungkin ingin menenangkan anaknya, agar bersabar, agar mau menunggu uluran orang yang berbesar hati, untuk merelakan ilmunya, merelakan hartanya, untuk membantu mereka. Mungkin sang Ayah mencium keningnya sambil berbisik, suatu saat nanti engkau akan sembuh anakku, engkau akan bisa berjalan-jalan dan menikmati kegembiraan di tengah lautan manusia yang sibuk dengan kegembiraan mereka sendiri.

Why God ?
Mengapa, aku tidak Kau berikan kepintaran seperti Diana. Mungkin aku bisa menjadi seorang dokter bedah, yang bisa menolong mereka dengan cuma-cuma.

Why God ?
Mengapa, tidak Kau berikan aku kekayaan seperti Pak Tommy Suhendro, sehingga aku bisa membiayai pengobatan mereka hingga tuntas dan mereka bisa merasakan hidup yang layak.

Why God ?
Mengapa, tidak Kau berikan kepadaku setitik kemampuan untuk menolong mereka yang berkesusahan seperti itu ?


And why God ?
Ada yang tidak Kau berikan anak hingga akhir hayat mereka, dan ada yang Kau berikan anak namun dengan kondisi tidak seperti orang pada umumnya.


Why God ? Why ?

Aku tidak tahu, apakah ini pertanyaanku, komplainku atau doaku kepadaMu. Aku tidak tahu, apakah di Sorga sana, Engkau berkenan membaca tulisanku yang carut marut ini. Tapi Tuhan, tolong sekali ini saja. Berkenan menjawab pertanyaanku, komplainku dan doaku kepadaMu.
 
;