Ganja adalah satu-satunya "barang" yang dimasukkan ke dalam kategori Narkoba, yang pernah aku lihat, aku amati, aku pegang dan aku cium baunya saat masih SMP. Saat itu, salah satu temanku yang membawanya dan menunjukkan kepadaku dalam perjalanan sepulang dari sekolah.Aku menggambarkannya, sebagai daun, yang sudah cukup layu, namun berbau cukup menyengat, karena aku masih mengingat "sensasi", bau yang langsung menusuk di hidungku, pangkal hidungku. Sedikit ada rasa pusing, namun hanya sebentar. Itu hanya dengan menghirup baunya, bagaimana saat dibakar dan dihisap ? Ndak tahu deh.
Narkoba secara keseluruhan, digambarkan sebagai zat yang membuat seseorang merasakan ketagihan, perlahan namun pasti. Pelan tapi kena. Slow but kill. Mungkin mirip kentut, cuma kentut ga akan bikin kamu ketagihan, itu bedanya, hihihihi.
Saat seorang pengguna narkoba sudah pernah mengalami ketagihan,
dia akan mengalami kesulitan untuk melepaskannya, itu kata si pengguna, bukan kataku ya :). Dan apabila suatu saat dia ingin melepaskan dari rasa ketagihan tersebut, dia akan benar-benar berjuang sekuat tenaga, untuk melupakan semua, untuk membuang semua, namun .....
Pengguna narkoba, kemungkinan adalah sekelompok orang yang berteman, berkenalan dan membentuk klub secara privat dan eksklusif. Ini salah satu perjuangan berat pengguna narkoba yang ingin lepas dari narkoba. Dia harus menjauhi kelompok tersebut. Karena saat dia masih dekat, godaan itu akan selalu ada. Kemungkinan ini yang dialami oleh artis-artis yang keluar masuk penjara karena narkoba, meskipun sudah melakukan proses rehabilitasi. Keinginan dari dirinya cukup kuat, tapi godaan di sekelilingnya juga lebih kuat.
Kalau aku analogikan, narkoba sebagai bentuk karakter hidup, karakter keluarga, karakter manusia yang negatif, maka mau tidak mau, manusia tersebut harus hidup terpisah dari karakter-karakter yang dulu membentuknya, memghidupnya, dari kecil hingga saat tertentu.
Contohnya ...
Si A, hidup dalam keluarga yang secara sekilas dilihat sebagai keluarga yang mapan, teratur, sedikit berbau "ningrat", bukan keluarga kaya, namun orang akan memandang cukuplah. Keluarga tersebut mempunyai nilai dan filosofi hidup yang selalu memandang orang lain, yang tidak senilai dengan mereka, sebagai orang yang lebih rendah, sebagai orang gagal dan sebagai orang yang tidak layak untuk di-"kumpuli" apalagi untuk diikuti.
Suatu saat si A menikah. Dia menikah dalam kondisi yang jauh dari kata "normal", berakibat, dia dikucilkan dari keluarganya, cukup dijauhi dan tidak dianggap ada. Si A, berusaha dengan sekuat tenaga untuk mendekat kembali kepada keluarga besarnya, dengan berbagai cara, sampai-sampai dia tidak menyadari, bahwa keluarga barunya terluka. Keluarga barunya, harus mengalami kesulitan, kesukaran dan kesesakan, karena proses adaptasi yang dipaksakan oleh si A.
Seiring berjalannya waktu dan banyak kejadian, si A mulai terbuka mata, hati dan pikirannya. Dia mengucapkan janjinya, untuk merubah "paradigma"-nya dalam menilai segala sesuatu. Bersama keluarga barunya, dia merumuskan banyak, banyak, banyak cara berpikir yang berbeda, yang lebih terbuka dan tidak memandang sesuatu hal dengan "paradigma" lama, yang dulu sekali, dijejalkan oleh keluarga besarnya.
Akibatnya ...
Si A, sekarang berusaha untuk menjauh, menjaga jarak dengan keluarga besarnya. Karena dia menganggap, dia dulu adalah pengguna narkoba. Saat dia tahu, narkoba itu buruk, dia melepaskan keterikatannya dengan kelompok pengguna narkoba lama. Dia cukup tahu, bahwa saat dia melekat kembali kepada keluarga besarnya, dia akan mengalami ketagihan kembali dan kembali kepada paradigma serta kebiasaan lamanya. Dia tidak mau, istri dan anaknya mengalami sakit seperti dulu, dia tidak mau menyakiti istri dan anaknya. Itu janjinya.
Dan ...
Si A, mengalami kedamaian dan untuk pertama kalinya, dia bisa merasa bebas. Bebas dari narkoba.
Apa saja narkoba yang pernah dia pergunakan ?
Ini ...
1. Memandang diri selalu lebih baik dari orang lain, menganggap orang lain tidak secermelang dirinya, apalagi jika tidak sepaham dan mempunyai nilai yang sama. Nilai yang sama .. pangkat, jabatan, karir, kehidupan yang sukses karena apa yang dimiliki.
2. Selalu membandingkan satu dengan lainnya, orang-orang dalam kelompoknya, tanpa pernah menyampaikan perbaikan kepada orang yang dianggap "kurang pas". Bahasa kasarnya, cuma berani ngomong dibelakang, tanpa berani menyampaikan kepada yang bersangkutan.
3. Menganggap yang muda lebih tidak tahu apa-apa, dan harus "manut" kepada yang lebih tua. Tua ya, bukan lebih berpengalaman. Secara struktur kalau orang dalam keluarga tersebut lebih muda, akan dianggap miskin pengalaman dan tidak akan digubris perkataannya, meskipun itu benar.
4. Citra diri selalu benar, jadi meskipun melakukan kesalahan pun, tidak akan pernah keluar kata maaf dan akan selalu mencari celah untuk melakukan pembelaan diri. Orang lain yang harus tetap salah, minimal semua dianggap tidak ada yang salah.
5. Menyanjung bahkan sampai "njengking mengagungkan" orang lain dari kelompok yang berbeda, yang dianggap baik, benar dan sesuai undang-undang hihihi. Apalagi jika orang tersebut bisa menjadi jalan kebaikan bagi diri sendiri, orang tersebut pernah melakukan sesuatu yang terpuji di mata masyarakat dan orang tersebut adalah tokoh yang disegani dalam kelompoknya.
Itu realita narkoba yang diberikan secara turun temurun, samar, pelan tapi menghanyutkan. Apakah nilai dalam keluarga selalu buruk ? Tidak. Namun membuat ketagihan, iya. Dan bila tidak bisa mempelajarinya dengan baik, bisa jadi sesuatu yang buruk. Suatu keburukan yang dianggap kebaikan.
Aku berhubungan baik dengan si A ini dan berusaha menuliskan apa-apa yang dipikirkannya dalam bentuk tulisan ini. Sebagai pelajaran bagi siapapun yang membaca, semoga lebih terbuka cara berpikirnya terhadap keluarga.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.