Minggu, 25 September 2011

Aku tertawa, tertawa keras dalam kedukaan dan cibiranku

Sambungan : "Ini aku ... dulu sekali"


Ini adalah sepenggal kegundahanku yang belum bisa aku lontarkan secara langsung lewat kata-kata. Yang selalu membuatku marah. Marah di dalam pikiranku. Sehingga selalu terjadi dialog dalam pikiranku.
Aku lontarkan lewat tulisanku yah. Siapa tahu, diantara kalian yang membaca, ada yang mengenali sosok-sosok yang aku sebutkan di cerita ini atau bahkan kalian sendiri adalah sosok-sosok yang aku tulis disini.

Chap 1.
Kalau kalian selalu mengatakan harus ke gereja, dan seolah-olah menyalahkan aku karena tidak seperti kalian, yang setiap minggu ke gereja, aku tanya yah, apa alasan utama kalian ke gereja ?
Apakah seperti kata-kata ndak masuk akal yang pernah aku denger, yang diucapkan oleh orang-orang di levelku (sepupu, ipar, dll) yang mungkin kalian ajarkan pada mereka ? Seperti ....
"Kenapa kok ndak ke gereja, wah kok males sich, bagaimana kalo Tuhan juga males sama kalian"
... atau sindiran "Kita harus ke gereja, karena kita ndak mau Tuhan marah sama kita"

Haloooo.

Aku melihat, kalian semua tidak ada bedanya dengan aku ataupun orang Kristen lain, yang jarang ke gereja, atau bahkan ke gereja hanya saat Natalan. Kalian yah, bukan orang lain.
Mulut kalian tetap memberikan penghakiman yang sama, kepada orang lain, kepada menantu, kepada saudara, bahkan di saat yang sama kalian mengatakan "bahwa penghakiman itu milik Tuhan".
Mulut kalian tetap mengatakan kekuatiran, bahkan di saat kalian berkata kotbah di gereja hari ini bagus.
Mulut kalian tetap mencaci, bahkan di saat kalian mengatakan tentang hukum Kasih.

Pikiran, hati, iman kalian juga sama "cetheknya" dengan orang lain, saat kalian mulai gundah karena perusahaan akan tutup. Mana iman yang kalian katakan, bahwa Tuhan yang akan memelihara kalian, bahwa burung pun dirawat oleh Tuhan.
Kenapa kalian masih berkata, "yah jaga-jaga kalau perusahaan tutup, nanti .... ".
Kenapa kalian masih berkata, "yah pendapatan suamiku kan gak tetap, jadi aku harus tetap bekerja keras ...."
Apakah kalian masih bingung dengan iman kalian sendiri ? Jadi kenapa kalian harus mempedulikan iman orang lain, jika iman dan perbuatan kalian tidak sama dengan yang kalian katakan ?

Aku merasa, aku bukan orang hebat. Bukan orang beriman, bukan orang suci, apalagi orang kudus. Mungkin aku hanya orang yang ingin lebih beriman, lebih bisa menjaga kesucian hati dan pikiran, dengan tetap berhubungan dengan Tuhan, Tuhan yang sangat baik menurut pikiranku. Yang tidak akan malas kepadaku, saat aku malas, yang tidak akan marah saat aku menggerutu. Yang tahu, apa keinginanku. Yang tahu, naik turunku.
Tuhan yang sebaik-baiknya, yang aku pikirkan. Bahkan jauh lebih baik dari apa yang bisa aku pikirkan.

Jujur aku pernah berkata pada Tuhan, Tuhan aku mencintaimu, namun aku muak dengan kelakukan orang-orang digerejaku, yang selalu ribut dengan hal-hal yang aku pandang tidak perlu, yang pernah aku alami semasa aku aktif dulu. Jujur, aku tidak suka Tuhan. Maafin aku.


Chap 2.
Kalau aku harus bekerja utk merawat anjing, kalau aku harus bekerja "cuma" di rumah untuk membuat desain, kalau aku harus bekerja "cuma" jadi makelar, apakah itu salah ? apakah itu tidak terhormat ? Tidak terhormat seperti pekerjaan kalian, yang punya jabatan dan pangkat ?

Dengan jelas telingaku mendengar, "waduh, lha nek keponakan'e om kerjo nggowo'i asu, yo kaco rek"
Apa salahnya sih ? Apakah pekerjaanku itu akan memalukan keluarga kalian ? Kalau begitu, jika ada HRD di keluarga besar kalian, aku mengajukan pengunduran diri.
Aku merasa dengan bekerja di rumah, aku tetap bisa menghidupi keluargaku. Aku merasa dengan jadi makelar, jual ini jual itu, aku bisa membelikan anakku mainan. Sama dengan kalian juga kan ?
Bagaimana jika aku jadi maling saja ? Apakah kalian akan lebih malu lagi ?


Jujur aku saat ini, tidak mempunyai kebanggaan menjadi keluarga besar kalian. Merupakan kesia-siaan jika aku tetap memegang nilai-nilai "tidak penting" kalian. Nilai tanpa alasan yang jelas.
Jujur aku merasa kasihan dengan anak-anak kalian, yang akan mengalami seperti yang aku alami.
Jujur aku merasa kasihan dengan menantu-menantu kalian, yang satu merasa disisihkan, yang satu tidak bisa berpendapat dan yang lain hanya agar Bapak senang. Hei para menantu, itu adalah hidup kalian. Kalian berhak melakukan apa saja dengan keluarga pimpinan kalian, dengan gaya kepimpinan kalian.

* Kita tunggu yah, waktu terus berjalan.


Saranku hanya sedikit :
Bangunlah. Mulailah sadari kesombongan kalian. Mulailah mengasihi dengan tulus. Mulailah berhenti menghakimi. Mulailah berharap yang terbaik. Mulailah tidak merasa malu, jika kalian menjadi miskin sekalipun, jika kalian tidak bisa seperti dulu, jika kalian tidak bisa seperti saudara-saudara kalian yang "kelihatannya lebih mapan", jika kalian menjadi lebih rendah daripada orang-orang yang selama ini kalian hakimi.
Mulailah tidak munafik dengan kesabaran kalian, tidak munafik dengan senyuman dan perhatian kalian. Jika tidak sesuai, tegurlah. Jika yang ditegur tidak berkenan, lupakan saja. Lupakan dengan ikhlas. Satu pelajaran yang tidak pernah aku pelajari di tengah keluarga besarku. "IKHLAS", "RELA", "TULUS".

Justru aku pelajari dari keluarga baruku di Mawar. Keluarga yang kalian pandang sebelah mata. Keluarga yang kalian lihat "gak jelas", "gak mesti nang gerejo", "wis nang gerejo malah metu", "gerejone nang pemancingan", "sombong".
Aneh yah.


Atau, jangan-jangan aku juga mulai menghakimi ? Who cares ?
Om, mbak, mas, tante, kalau tulisanku ini menyinggung kalian, berarti tulisanku bener dan itu saatnya bagi Anda untuk segera memutuskan yang terbaik untuk Anda dan keluarga Anda. Keluarga kecil Anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
;